Sumbangan Islam dalam Memajukan Negeri Ini
Sebagian orientalis berpendapat bahwa kedatangan Islam ke negeri ini tidak membawa pengaruh dan perubahan penting. Snouck Hurgronje, misalnya, menyatakan dalam bukunya Nederland en de Islam (hlm. 1) bahwa Islam baru masuk ke kepulauan Indonesia pada abad XIII setelah mencapai evolusinya yang lengkap. Snouck Hurgronje juga menyatakan dalam bukunya, Arabie en Oost Indie (hlm. 22), bahwa orang Islam di Indonesia sebenarnya hanya tampaknya saja memeluk Islam dan hanya di permukaan kehidupan mereka ditutupi agama ini. Ibarat berselimutkan kain dengan lubang-lubang besar, tampak keaslian sebenarnya, yang bukan Islam. Orientalis lain, J.C. Van Leur, bahkan menyimpulkan bahwa Islam tidak membawa perubahan mendasar sedikit pun di kepulauan Nusantara dan tidak juga perabadan yang lebih luhur daripada peradaban yang sudah ada.
Benarkah demikian?
Permulaan Zaman Modern
Kedatangan dan penyebaran Islam merupakan proses yang sangat penting dalam sejarah Indonesia. Oleh karena itulah, M.C. Ricklefs dalam bukunya yang berjudul A History of Modern Indonesia menulis permulaan munculnya zaman modern di Indonesia sejak kedatangan Islam. Hal ini berarti bahwa sebelum kedatangan Islam, Indonesia belum memasuki zaman modern. Begitu pula, Indonesia sudah memasuki zaman modern sebelum para penjajah Barat yang beragama Katolik dan Protestan datang ke negeri ini.
Baca Juga: Islam Sebagai Kekuatan Orang Aceh Melawan Portugis
Menurut Syed Muhammad Naquib Al-Attas, agama Islam yang datang ke negeri ini telah membawa suatu pemikiran baru dengan konsep-konsep rasionalisme, intelektualisme, dan penekanan kepada sistem masyarakat yang berdasarkan kepada kebebasan perseorangan, keadilan dan kemuliaan kepribadian insan. (Islam dalam Sejarah dan Kebudayaan Melayu, hlm. 20) Dorongan baru yang dibawa oleh Islam itu telah menggalakkan perkembangan ilmu pengetahuan di Indonesia.
Perkembangan Ilmu
Setelah kedatangan Islam, perkembangan ilmu pengetahuan berlaku bukan saja di pusat-pusat kebudayaan di istana atau keraton, tetapi kegiatan intelektualisme ini turut juga tersebar di kalangan rakyat jelata. Dalam Islam, kewajiban belajar dan membaca, terutama kitab suci Al-Qur’an, sudah menjadi sesuatu yang mesti dilakukan oleh setiap manusia Indonesia muslim. Sejak dari kecil, seseorang sudah diasuh mempelajari huruf Arab agar bisa membaca Al-Qur’an dan kitab-kitab agama yang lain.
Dengan hal itu, gerakan pendidikan tidak lagi dimonopoli oleh istana-istana raja, tetapi tersebar luas di kalangan rakyat melalui institusi pendidikan, seperti madrasah, pesantren, masjid, langgar, surau dan lain-lain. Hasil dari pendidikan di berbagai institusi pengajian Islam, bahasa Melayu juga turut berkembang karena ia telah dijadikan sebagai bahasa pengantar dan bahasa ilmu pengetahuan. Melalui pendidikan Islam itu lahirlah cerdik pandai Indonesia, bukan saja ahli dalam bidang agama Islam, tetapi juga mengetahui cabang-cabang ilmu pengetahuan yang lain. (Ismail Hamid, Kesusastraan Indonesia Lama Bercorak Islam, hlm. 12-13)
Bahasa Melayu sebagai Bahasa Muslim
Bahasa Melayu kemudian menjadi bahasa muslim kedua terbesar yang digunakan oleh kaum muslim di wilayah Asia Tenggara. Selambat-lambatnya pada abad XVI, bahasa Melayu telah mencapai kedudukan sebagai bahasa religius dan kesusastraan. Dibandingkan dengan bahasa Melayu kuno pada prasasti batu abad VII dan VIII, bahasa Melayu baru yang menyebar itu telah mengalami evolusi yang mendalam. Bahasa Melayu kemudian ditulis dengan huruf Arab dan sedikit demi sedikit diimbuhi dengan sejumlah besar istilah baru yang diambil dari bahasa-bahasa Islam lainnya. Dalam sebuah kajian, R. Jones telah menghitung secara global 2.750 kata asal Arab (di antaranya 260 nama diri) dan 321 kata asal Persia. Selain itu, ada beberapa kata Hindustani dan beberapa kata Tamil yang juga masuk melalui perantaraan Islam. (Denys Lombard, Nusa Jawa Silang Budaya, Jilid II, hlm. 179)
Baca Juga: Dakwah Islam Sebelum Wali Sanga
Bahasa Melayu pun menjadi bahasa Islam dan berhasil menggerakkan ke arah terbentuknya kesadaran nasional. Untuk menghilangkan pengaruh Islam, sampai-sampai beberapa sekolah di Jawa yang didirikan oleh misionaris pada awal abad XX menghindari penggunaan bahasa Melayu sejauh mungkin. Imam Yesuit Frans van Lith, pendiri sekolah Muntilan berpendapat, ”Dua bahasa di sekolah-sekolah dasar (yaitu bahasa Jawa dan Belanda) adalah batasannya. Bahasa ketiga hanya mungkin bila kedua bahasa yang lain dianggap tidak memadai. Melayu tidak pernah bisa menjadi bahasa dasar untuk budaya Jawa di sekolah-sekolah, tetapi hanya berfungsi sebagai parasit. Bahasa Jawa harus menjadi bahasa pertama di Tanah Jawa dan dengan sendirinya ia akan menjadi bahasa pertama di Nusantara.” (Karel A. Steenbrink, Orang-Orang Katolik di Indonesia 1808-1942, Jilid II, hlm. 726)
Budaya Menulis
Mengikuti pengaruh di bidang bahasa adalah tersebarnya sedikit demi sedikit alas baru untuk menulis, yaitu kertas. Sebelum kedatangan dan penyebaran Islam, orang Indonesia biasanya menulis di daun lontar. Teknologi kertas baru menyebar seiring dengan kedatangan dan penyebaran Islam. Meskipun lebih mahal, namun kertas lebih awet dibandingkan daun lontar. Kertas dibuat oleh para ulama dan kyai untuk menyalin buku-buku agama. Kertas itu di Jawa dinamakan dluwang yang digarap dari bagian dalam kulit kayu pohon gluga. Pembuatan kertas dluwang dengan tangan itu biasa dilakukan di pesantren-pesantren. Kata kertas sendiri menunjukkan adanya hubungan erat antara bahasa Melayu dengan Arab dan Islam. Teknik yang pernah berjaya ini akhirnya merosot mulai abad XVII karena adanya impor kertas buatan Eropa secara besar-besaran. (Nusa Jawa Silang Budaya, Jilid II, hlm. 179))
Berdasarkan fakta-fakta di atas, tepatlah pernyataan bahwa Islam merupakan rahmat bagi alam semesta. Islam datang ke Indonesia dibawa oleh orang-orang yang berilmu dan berperadaban tinggi. Islam datang membawa pandangan hidup baru yang ditandai oleh munculnya semangat rasionalisme dan intelektualisme. Pandangan hidup baru ini kemudian mengubah pandangan hidup bangsa Indonesia yang sebelumnya dikuasai oleh dunia mitologi yang rapuh. Islam mengubah masyarakat Indonesia yang primitif menjadi masyarakat modern dan berilmu. Wallahu a‘lam.
Oleh: Ust. M. Isa Anshari, M.Si/sejarah Islam Indonesia