Pesta yang Tak Usai
Kita mungkin ingin sesering mungkin berada di sebuah pesta. Gelak canda, tawa riang, senyum menawan, dan tubuh-tubuh yang wangi adalah paduan yang indah. Sedang sajian makanan dan minuman serta hiburannya memang didesain untuk melupakan semua yang di luar sana. Semua serba nikmat, lezat dan memuaskan hasrat. Adakah yang kemudian ingin pulang?
Cahaya yang berpendar, kerling mata yang berbinar, juga wewangian yang segar seolah menahan kita untuk terus terlibat di dalamnya. Semua syaraf kenikmatan menggelinjang liar menemukan pemantik dan bahan bakar. Seolah puncak dari semua yang diinginkan tersedia dan menawarkan diri untuk dicecap. Aih, sungguh mantap dan sedap! Tanpa beban tanpa kesulitan. Tapi benarkah?
Dan waktu terus berputar, dan semua akan segera bubar. Sebab kita tidak mungkin membuat matahari berhenti. Jarum pendek yang terus berdetak tak mungkin bisa menihilkan gerak. Sekejap yang akan usai bersama sorak sorai yang melirih. Meninggalkan jiwa yang perih sebab badan yang letih tak berhenti merintih dalam ringkih. Tinggalah kini sesalan tak berkesudahan. Sesaat yang pergi dengan cepat, dan penyesalan yang datang terlambat.
Kenapa harus ada pagi jika sinarnya menyibakkan palsunya perhelatan? Ada seringai marah yang tak rela melihat semua telah menjadi sampah. Juga semua pesona yang ternyata hanya fatamorgana. Berlalu bersama bayu dan kefanaan yang menyakitkan. Sedang tak ada yang abadi selain Zat Allah sendiri. Ini bukan tangisan pilu karena malu, tapi takut sebab maut telah hendak menjemput. Membuat kalut bersama perginya kabut. Kesadaran yang tak memberi apa-apa selain nestapa.
Sungguh, semua pesta akhirnya akan usai. Semeriah dan semegah apapun! Angan-angan yang mengharapkannya abadi sangat membingungkan. Buah dari ketidaksabaran akan keinginan segera merasai kenikmatan, kelemahan iman akan hari kemudian, serta kelengahan akan tipu daya dunia yang sementara. Sehingga abai akan kenyataan yang sebenarnya adalah kekanak-kanakan. Dan itu hanya sia-sia.
Pesta yang usai adalah prasasti bisu kegagalan kita mengarungi waktu. Semua yang kita perjuangkan selama ini hanyalah sekumpulan barang yang usang dan lapuk. Dalam jumlah melimpah yang segera berpindah ke tempat sampah. Berapa banyak pemilik pesta-pesta besar yang kini menjadi pesakitan? Linglung karena semua mengandung pertanggungjawaban. Jauh lebih dahsyat dari apa yang pernah mereka sebut sebagai nikmat.
Tapi tak banyak yang menyadari bahwa pesta ini bukan untuk kita. Di tempat yang lain, nanti, pesta hakiki dihamparkan bagi kita. Pesta yang tak pernah usai dalam kelegaan luar biasa karena berhasil memaknai hari-hari. Dalam keimanan dan ketakwaan. Hingga terpilih menerima undangan untuk menghadirinya. Sungguh, inilah pesta idaman insan pilihan. Tapi, siapa di antara kita yang berkenan?