Nasihat untuk Pemberi Nasihat
Nasihat kebaikan adalah nutrisi hati yang fundamental karena ia menjadi salah satu syarat keistiqamahan hamba di atas jalan al haq. Sebagai hamba tempat salah dan lupa, dengan hati yang mudah goyah dan berubah-ubah, nasihat kebaikan yang berkesinambungan bisa menjadi jaminan bagi kita untuk terus menapaki jalan lurus.
Dan dengan metode yang tepat, nasihat seringkali mampu menghujam kuat di dalam hati. Menghadirkan kesadaran akan kesalahan yang pernah ditempuhi dan janji untuk menjadi hamba yang berbakti. Jika ditambah dengan suasana yang mendukung, nasihat bisa mencengkeram jiwa dalam ketakutan akan akibat buruknya maksiat dan niat untuk bertaubat sesegera mungkin.
Tapi nasihat adalah cambuk. Yang seringkali terasa menyakitkan di kali pertama perjumpaannya dengan kulit kita, namun memberi efek kebal di perjumpaan berikutnya, hingga ia tidak bisa seperti dulu lagi. Pernah sangat menyadarkan tapi kemudian memudar seiring kabut tebal yang mulai menyelimuti hati.
Atau logika nasihat yang memikat seringkali membuat kita lupa akan beban dunia yang menghimpit, hingga mudah bagi kita untuk mencerna dan menerima. Namun di saat kembali ke kehidupan nyata, himpitan hidup menyadarkan kita akan kepahitan yang ada, hingga nasihat itu mulai menjauh dan perlahan sirna. Masihkah nasihat-nasihat itu memberi atsar bagi jiwa yang tidak bisa menundukkan dunia?
Namun di antara manusia, ada juga yang tanpa ragu menyambut nasihat. Mencoba bertekad kuat tanpa menoleh ke belakang lagi sebab bersua dengan kebenaran yang mereka rindukan selama ini. Menghempaskan mereka pada kesadaran penuh bahwa tidak ada pilihan selainnya. Bahwa tidak ada lagi setelah kebenaran kecuali kebatilan. Dan mereka tidak ingin kembali ke sana setelah berbagai kesempitan dan sesaknya jiwa mereka rasakan. Karena bagi mereka, nasihat kebenaran ini membebaskan. Dan belenggu dunia bagi jiwa di balik kelimpahan materinya, sangat mereka fahami.
Di sudut lain, ada manusia yang setengah hati dengan nasihat yang ditemui, plin plan dalam pilihan sikap mengikut arah angin yang bertiup. Terkadang terlihat di majelis nasihat dan tampak khusyuk menyelami isinya, namun seringnya terlihat di tempat maksiat tanpa menyadari akibat yang menunggu meski sering tak kasat mata. Dan bahkan di antara mereka, ada juga yang tidak peduli. Bagi mereka, nasihat apapun tak memberi arti. Serupa air yang diaduk, kembali diam setelah adukannya berhenti.
Para pemberi nasihat adalah pejuang, yang bekerja secara ikhlas agar sunatullah berjalan. Memberi kebaikan bagi sesiapa yang mendengarkan dengan berbagai tingkatan mereka dalam mengambil pelaajaran. Tidak berkecil hati saat mereka yang setengah hati atau tak peduli menyingkir pergi. Tak juga terhenyak ketika para penerimanya berteriak dan bersorak memuji. Karena tugasnya hanyalah penyampai. Yang harus menjaga rasa ikhlas dan memilih uslub terbaik agar apa yang diberikan hati, diterima oleh hati, dalam kontinyuitas yang pasti. Itu saja.
Allahu Akbar!