Menyebut Rasulullah saw Orang Miskin
Pada suatu hari kami berkumpul di majelis, salah satu dari kami menyebutkan sebuah hadits:
“Ya Allah hidupkanlah aku dalam keadaan miskin dan wafatkanlah aku dalam keadaan miskin dan kumpulkanlah aku pada hari kiamat bersama golongan orang orang miskin.”
Kemudian ada yang mengatakan bahwa hadits ini tidak shahih, dan barang siapa yang berkata bahwa Nabi shalallahu ‘alaihi wasalam seorang yang miskin, dijatuhi hukuman mati oleh waliyul amri karena melecehkan beliau. Pertanyaan saya, benarkah hadits diatas tidak shahih, dan apakah benar hukuman bagi orang yang mengatakan bahwa Nabi itu miskin dihukum mati? Jazakumullah khair.
Jawab :
Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dari sahabat Anas ra, dan sebagian besar ulama hadits mendha’ifkannya. Yaitu; Imam Tirmidzi, Ibnul Jauzi, Syaikul Islam Ibnu Taimiyah, Ibnu Katsir, Ibnu Hajar al- Asqalani, Nawawi, Dzahabi, Ibnu Rajab al-Hambali, al-Bushiriy, Ibnu Mulaqan dan as-Sakhawi.
Adapun yang menghasankan atau menshahihkan hadits ini mengartikan kalimat miskin dengan tawadhu’ dan khusyu’ kepada Allah Ta’ala dan tidak dimaknai dengan makna fakir dan membutuhkan.
Ibnu Qutaibah mengatakan bahwa makna miskin dalam hadits (bangkitkanlah aku dalam keadaan miskin) artinya tawadhu’, seolah-olah Nabi shalallahu ‘alaihi wasalam meminta kepada Allah untuk tidak dijadikan dalam golongannya orang-orang yang sombong dan takabbur, dan tidak dibangkitkan bersama mereka. Dan kalimat miskin diambil dari kata sukun, seperti tamaskana rajulu yang berarti laki-laki yang tawadhu’ dan khusyu’ dan tunduk. (Ta’wil Mukhtalaf Hadits hal. 167)
Namun ujung teks hadits ini: (“Mengapa wahai Rasul?” Nabi shalallahu ‘alaihi wasalam menjawab, “Sesungguhnya mereka akan masuk surga empat puluh tahun lebih dahulu dari pada orang orang kaya, wahai A’isyah jangan kamu tolak orang orang miskin walaupun hanya dengan memberikan secuil kurma.”)
Nash ini mengindikasikan bahwa makna miskin adalah (qillatul mal) sedikit hartanya. Al-Hafidz Ibnu Rajab sependapat bahwa miskin yang dimaksud adalah miskin harta. Meskipun perlu di perhatikan bahwa sanad hadits ini dha’if, menurut beliau dalam kitab Ikhtiyar al-Aula halaman 20.
Kesimpulanya, bahwa hadits ini dha’if tidak bisa dijadikan sandaran dalam berdalil, sama saja apakah maknanya dibawa kepada makna yang tawadu’ dan khusyu’ ataupun miskin harta.
Selanjutnya, tidak serta merta orang yang mengatakan/mensifati nabi dengan miskin dihukum mati, karena ucapan tersebut multi tafsir atau mengandung beberapa makna. Orang yang mengatakan bahwa Nabi shalallahu ‘alaihi wasalam miskin harus dikonfirmasi apa maksudnya?
Kalau ia bermaksud bahwa nabi itu tawadhu’ dan tidak takabbur, maka ini tidak diragukan kebolehan dan kebenarannya.
Adapun jika bermaksud miskin harta, maka ini ada beberapa kemungkinan. Kalau yang dimaksud Karena Nabi hidup dengan rizki yang paspasan (dapat memenuhi kebutuhannya). Kala wafat baju besinya masih tergadai kepada seorang yahudi. Maka, hal ini tidak mengapa.
Namun kalau maksudnya adalah untuk merendahkan, menampakkan kekurangannya atau bahkan menghina, ia bisa murtad dan harus dihukum mati. Wallahua’lam
(Mauqi’ Islam Su’al wa Jawab)