Mencintai Sahabat Syarat Tak Sesat
(101) Mencintai para sahabat adalah dien, iman, dan ihsan. Membenci mereka adalah kekafiran, kemunafikan, dan tindakan melampaui batas.
Matan ke-101 ini memuat satu prinsip Ahlussunnah wal Jamaah yang mesti dimengerti dan diwujudkan oleh setiap muslim yang mengaku sebagai Ahlussunnah wal Jamaah. Prinsip yang dibangun di atas pondasi yang kokoh berupa dalil-dalil syar’i yang shahih dan sharih (lugas, tegas). Prinsip bahwa mencintai para sahabat adalah bagian dari Islam yang seseorang tidak dianggap berdien jika tidak memenuhi bagian ini, tidak beriman, dan apalagi berihsan. Semua itu meskipun ia menjalani rukun Islam yang lima dan berpenampilan luar sebagai orang yang amat sangat alim. Prinsip bahwa membenci para sahabat adalah suatu kekafiran, kemunafikan, dan tindak melampaui batas.
Para ulama menyatakan bahwa keutamaan menjadi shahabat Nabi saw tidak tertandingi oleh amal apa pun lantaran shahabat menyaksikan Rasulullah dengan mata kepala mereka. Jika persahabatan itu ditambah dengan pembelaan kepada Rasulullah, kesegeraan untuk berhijrah, menolong beliau, menyampaikan ilmu yang mereka ambil dari Rasulullah kepada generasi sesudah mereka, maka itu lebih tidak dapat ditandingi lagi.
Imam Ahmad berkata, “Orang yang persahabatannya dengan Rasulullah paling rendah tetap lebih utama daripada generasi yang tidak pernah melihat beliau walaupun mereka menghadap Allah dengan segala amal kebaikan.”
Tidak ada alasan bagi seseorang untuk mencela atau membenci sahabat. Keutamaan mereka terlalu banyak untuk disebutkan satu persatu. Merekalah yang membuktikan kepada dunia bahwa ajaran Rasulullah dapat menjadi solusi untuk setiap problem yang dihadapi umat manusia. Mereka pula yang menjadi penyampai dua wahyu (al-Qur`an dan as-Sunnah) sehingga keduanya ada di tangan kita. Sekiranya keutamaan mereka hanya dua perkara tersebut—sekali lagi—tidak ada alasan bagi seseorang untuk memcela atau membenci sahabat. Terlebih lagi, Allah dan Rasulullah sudah memberikan tazkiyah, mengakui dan menyaksikan kebaikan mereka.
Allah berfirman, “ Sesungguhnya Allah telah ridha terhadap orang-orang mukmin ketika mereka berjanji setia kepadamu di bawah pohon, maka Allah mengetahui apa yang ada dalam hati mereka lalu menurunkan ketenangan atas mereka dan memberi balasan kepada mereka dengan kemenangan yang dekat (waktunya).” (QS. Al-Fath: 18).
“ Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. Kamu lihat mereka rukuk dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud.” (QS. Al-Fath: 29).
Rasulullah bersabda, “Tidak mencintai orang-orang Anshar kecuali orang yang beriman dan tidak membenci mereka kecuali orang munafik.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)
Dan masih banyak lagi dalil-dalil yang semakna dengan dalil-dalil di atas.
Sesat Mencela Sahabat
Celaan adalah ucapan yang ditujukan untuk merendahkan dan meremehkan. Ucapan ini bisa berbeda-beda tergantung kebiasaan masyarakat; bisa jadi berupa umpatan, laknat, kata-kata kotor, dan lain sebagainya.
Dosa mencela sahabat bertingkat-tingkat. Siapa yang mencela seluruh atau kebanyakan shahabat dengan kekafiran, kemurtadan, atau kefasikan maka dia kafir karena beberapa perkara:
a. Menganggap para shahabat kafir atau fasiq sama juga dengan meragukan autentisitas al-Qur`an dan as-Sunnah. Sebab, para sahabatlah yang menyampaikan keduanya kepada generasi sesudahnya sehingga sampai kepada kita.
b. Mencela para shahabat menyakiti Rasulullah, sedangkan menyakiti Rasulullah adalah perbuatan kufur.
c. Mencela shahabat sama juga dengan mendustakan ayat-ayat al-Qur`an dan hadits-hadits Nabi yang menjelaskan keutamaan mereka.
Mencela shahabat yang dipastikan oleh nash yang benar sebagai penduduk surga. Ini adalah kekafiran. Sahnun berkata, “Barang siapa yang mencela Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali maka dia sesat kafir dan hukumannya dibunuh. Sedangkan yang mencela selain mereka, maka dijatuhi hukuman yang berat.”
Sebagian ulama menyatakan, jika komentar buruk terhadap shahabat itu berkenaan dengan sesuatu yang sifatnya duniawi, maka tidak mengakibatkan orang yang melakukannya jatuh dalam kekafiran dan kemunafikan. Namun jika komentar buruk itu berkenaan dengan perkara dien mereka, maka itu dapat mengakibatkan kafirnya orang yang melakukannya.
Jika ada yang menyebut tentang Syi’ah di dekat Imam Abu Hanifah, berulang-ulang beliau berucap, “Barang siapa yang meragukan kekafiran mereka, maka ia kafir seperti mereka.”
Imam Malik berkata, “Barang siapa yang mencela para sahabat Nabi saw, maka ia tidak punya nama—atau bagian—dalam Islam.”
Imam Syafi’i berkata, “Aku tidak tahu ada seorang ahli bid’ah pun yang lebih banyak dusta dan sumpah palsunya melebihi Syi’ah Rafidhah.”
Imam Ahmad berkata, “Jika kamu mendapati seseorang yang berkomentar buruk tentang sahabat, maka ragukanlah keislamannya.”
Di tempat lain Imam Ahmad berkata, “Barang siapa yang mencela para sahabat Nabi saw, maka ia telah keluar dari dienul Islam.”
Imam al-Bukhari berkata, “Shalat diimami oleh orang Jahmiyah atau Syi’ah Rafidhah sama dengan shalat diimami oleh orang Yahudi atau Nasrani. Mereka tidak boleh diberi ucapan salam, tidak boleh dijenguk (saat sakit), tidak boleh dinikahi, tidak boleh diantar ke kuburan (jika mati), dan sembelihan mereka tak boleh dimakan.”
Al-Qadhi ‘Iyadh berkata, “Kami meyakini dengan pasti tentang kafirnya orang-orang Rafidhah ekstrem yang mengatakan bahwa para imam mereka lebih utama daripada para nabi.”
Di tempat lain al-Qadhi ‘Iyadh juga berkata, “Kami juga meyakini kafirnya siapa saja yang mengingkari al-Qur`an atau satu huruf saja yang ada pada al-Qur`an atau mengubahnya, atau menambahnya, seperti yang dilakukan oleh sekte Bathiniyah dan (Syi’ah) Isma’iliyah.”
Abu Zur’ah berkata, “Jika kamu melihat seseorang yang mencela salah seorang sahabat Rasulullah, ketahuilah bahwa dia adalah seorang zindiq (munafik yang terang-terangan menampakkan kemunafikannya).”
Abu Bakar al-Marwadzi berkata, “Aku bertanya kepada Abu Abdullah (Imam Ahmad bin Hambal) tentang orang yang mencela Abu Bakar, Umar, dan Aisyah. Beliau menjawab, ‘Menurutku ia bukan seorang muslim’.”
Al-Qadhi Abu Ya’la, “Hukum Rafidhah, jika salah seorang dari mereka mengafirkan atau memfasiqkan para sahabat dalam makna mereka akan masuk neraka, maka dia telah kafir.”
Ibnu Taymiyah berkata, “Barang siapa yang berkomentar buruk tentang sahabat yang tidak sampai mencacat keadilan dan agama mereka misalnya menyifati salah seorang dari mereka dengan sifat bakhil, pengecut, kurang berilmu, kurang zuhud, dan yang sejenisnya, maka orang ini berhak untuk diberi sangsi namun tidak dihukumi kafir. Jika ada ulama yang tidak mengafirkan orang yang mencela sahabat, maka maksudnya adalah mencela seperti ini. Sedangkan orang yang mencela dan melaknat secara umum, di sinilah para ulama berbeda pendapat. Sebabnya, laknat dan cela secara umum ini diakibatkan oleh apa? Oleh kemarahan mereka atau keyakinan mereka? Jika celaan mereka sampai ke tuduhan bahwa mereka murtad sepeninggal Rasulullah kecuali beberapa gelintir sahabat saja, atau bahwa kebanyakan mereka telah fasik, maka tidak diragukan lagi mengenai kekafirannya. Sebab ini pendustaan terhadap nash al-Qur`an yang tak hanya satu. Bahwa Allah telah ridha terhadap mereka dan memuji mereka. Bahkan barangsiapa yang ragu akan kekafiran orang seperti ini maka dia juga kafir.”
Al-Qurthubi berkata, “(Imam) Malik telah membuat satu kesimpulan yang bagus dan benar saat menafsirkan firman Allah, ‘Muhammad adalah utusan Allah. Orang-orang yang bersamanya… (QS. Al-Fath: 29)’ Imam Malik berkata, ‘Barang siapa mencela salah seorang dari mereka atau mencacat periwayatannya, ia telah menentang Allah, Rabb alam semesta dan membatalkan syariat (yang dipegang kuat) kaum muslimin’.”
Ahlussunnah di tengah
Prinsip Ahlussunnah ini berada di antara kelompok Nawashib yang berwala kepada para shahabat namun membenci Ahlibait Rasulullah dan kelompok Syi’ah yang berwala kepada Ahlibait Rasulullah namun membenci keumuman shahabat, bahkan mereka melaknat mereka, mengafirkan mereka, dan mencela mereka.
Barang siapa yang membenci shahabat maka ia membenci Islam, sebab para shahabat adalah para pembawa Islam dan pengikut Nabi Muhammad saw. Barang siapa yang membenci mereka, ia telah membenci Islam. Ini adalah bukti bahwa di hati mereka tidak ada iman. Ini adalah bukti bahwa mereka tidak mencintai Islam.
Wallahu al-Muwaffiq.