Memindah Penyakit ke Dalam Telur
Seorang pasien datang ke ‘orang pintar’. Dia mengeluhkan sakit perut yang lama di deritanya. Sesaat si dukun memeriksa, disimpulkanlah bahwa pasien terkena santet. Terapi di mulai. Si dukun mengambil telur ayam lalu menggelindingkan telur berkali-kali ke perut pasien sambil berkomat-kamit. Sesaat kemudian, si dukun menyediakan baskom dan memecah telur di hadapan pasien. Ajaib, di dalam telur terdapat paku, pines, jarum, maupun pecahan silet. “Nih, santetnya sudah aku keluarkan, kamu sudah sembuh!” katanya.
Kasihan, pasien ini telah ditipu oleh dukun dengan trik murahan. Memang dukun konsisten dengan semboyannya, “kebodohan kamu adalah keuntungan kami.” Mari kita ‘bedah’ trik dukun yang masih laris di pasaran ini.
Sejatinya dukun itu tidak bisa memindah penyakit dari perut ke telur. Benda-benda tajam yang terdapat dalam telur itu sengaja dimasukkan dengan proses kimiawi. Caranya, telur direndam ke dalam cuka selama lebih kurang 1 jam. Kulit telur akan lembek dan lunak, sehingga bisa dimasuki jarum, atau paku atau duri atau silet atau bahkan bisa disuntik dengan darah ayam segar. Setelah diangkat dari air cuka dan didiamkan, kulit kembali mengeras, lalu lobang bekas memasukkan barang tersebut ditutup dengan sabun yang memiliki warna paling mirip dengan warna kulit telur. Inilah rahasia di balik keanehan itu. Selebihnya, tinggal keluwesan dukun dalam bersandiwara, dan kelengahan pasien yang gampang percaya.
Mungkin ada pertanyaan, kenapa pasien kadang-kadang sembuh? Bukan karena telurnya, tapi karena kuatnya sugesti pasien yang melihat dengan mata kepala, bahwa penyakit telah ‘berpindah’ ke dalam telur. Rasa lega ini yang membuatnya lupa akan penyakitnya. Tapi, karena inti penyakitnya belum hilang, biasanya ini tidak berlangsung lama, penyakit akan kambuh kembali, dan pasien akan ketagihan lagi datang ke dukun untuk memiskinkan diri sendiri dan memperkaya dukun, na’udzu billah.
Agar kita tidak gampang tertipu oleh cara-cara pengobatan yang aneh, atau terjerumus pada terapi ala ketok magic yang sesat, maka ada rambu-rambu yang dijelaskan para ulama untuk memilih cara pengobatan yang diperbolehkan oleh syar’i.
Pertama, pengobatan itu haruslah yang bersifat ma’qul, logis, bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiyah atau hissiyah (bisa diindera). Yang penting bukan menggunakan sesuatu yang diharamkan, karena Nabi saw bersabda,
فَتَدَاوَوْا وَلاَ تَدَاوَوْا بِحَرَام
“Maka berobatlah, akan tetapi jangan berobat dengan yang haram.” (HR Abu Dawud)
Kedua, dalam hal pengobatan yang tidak logis, haruslah masyru’, ada keterangan syariatnya. Seperti do’a-do’a ma’tsur atau secara umum ruqyah syar’iyyah, yang meskipun terhitung tidak logis, namun dalil syar’i telah mengukuhkan kebolehan dan khasiatnya.
Pengobatan yang tidak masuk nalar dan tidak pula dididapatkan keterangannya dalam syariat besar kemungkinan itu adalah perdukunan atau hanya tipuan belaka. Seperti memindahkan penyakit ke hewan, berobat dengan mengganti tanda tangan dan cara lain yang tidak logis dan tidak masyru’. Wallahu a’lam. (Abu Umar Abdillah)