Memilih Percaya
Aku tidak menciptakan manusia kecuali untuk mengabdi kepada-Ku, demikian Allah memaklumkan kepada kita. Sebuah informasi penting yang harusnya kita tahu dan percayai, sebab akan sangat memengaruhi cara kita berfikir dan bertindak sesudahnya. Yang akan banyak memberikan perubahan yang terarah menuju kebaikan dan kebenaran secara bersamaan. Hingga kita terhindar dari fatamorgana pencapaian dan kesibukan palsu tanpa tujuan. Di mana semua tindakan menjadi terukur karena menemukan pijakan yang jelas dan arah yang tegas.
Pertama tentang pemahaman kesuksesan. Sebuah parameter yang jika difahami secara keliru akan menghasilkan kesalahan fatal yang menakutkan. Bukan saja pada cara-cara pencapaiannya, namun juga hasil akhir yang diberikan. Karena manusia beraktivitas dalam rangka meraihnya untuk membuktikan eksistensi mereka. Dan itu mereka kerjakan di sepanjang usia yang mereka miliki. Lengkap dengan loyalitas dan anti loyalitas yang menjadi konsekuensinya.
Padahal kesalahan berfikir dalam hal ini akan membolak-balikkan logika. Gagal dipersepsi sukses, kalah dianggap menang, merusak diyakini memberi kebaikan, dengan pemaknaan semua kebalikannya. Dan jika hal itu menghajatkan pengorbanan, kesia-siaan pun dimaknai keberhasilan. Sehingga kita memberikan pengorbanan tanpa ragu atas nama pembuktian. Banyak di antara kita bahkan berani menanggung malu, menderita, dan habis-habiskan dalam berjuang. Mabuk akan kelezatan dan pujian sebagai penerimaan prestasi yang telah ditorehkan. Sedang informasi di atas mementahkan semuanya.
Karena aplikasi pengabdian kepada Allah-lah yang kini menjadi standar. Bahwa apapun keadaan dan situasinya, tanpa ruh pengabdian kepada Allah di dalamnya adalah kesia-siaan. Istana pasir yang indah dan megah namun rapuh beterbangan serupa debu dihembus bayu. Meski ada kelezatan di dalamnya sebab dunia memang manis. Meski sedap dipandang dan dibanggakan sebab dunia memang hijau.
Yang kedua tentang konsep membangun kekaguman. Karena kita adalah makhluk imitator yang lebih mudah, seringkali dengan sukarela, untuk menduplikasi sosok yang kita kagumi. Di mana jika sosok idaman ini adalah pribadi yang tidak faham arti pengabdian kepada Sang Rahman, maka segala bentuk imitasinya adalah kepalsuan. Keindahan dan kepuasan sesaat serupa buih yang berkilau diterpa cahaya, untuk kemudian meletus tanpa sisa.
Sedang yang ketiga adalah tentang konsep pertemanan. Sebab sebagai makhluk sosial, tidak mungkin kita bisa hidup sendirian, kecuali Allah menakdirkannya, yang karenanya membutuhkan teman dan lingkungan. Dan siapa yang akhirnya kita pilih untuk menemani hari-hari yang kita lalui, akan sangat dipengaruhi pemahaman akan pengabdian kepada Ilahi ini.
Tapi semua akan sangat berbeda jika kita tidak percaya.