Membangunkan Istri Meraih Rahmat Ilahi
Itulah perasaan yang diungkapkan oleh seorang tabi’in yang mulia, Imam Ibnu Al-Munkadir tentang nikmatnya menjalankan shalat di malam hari, yaitu qiyamul lail atau yang lebih dikenal dengan shalat tahajud.
Sarat pahala, banyak manfaatnya
Menghidupkan malam dengan mengerjakan shalat tahajud sebenarnya sarat dengan pahala dan banyak manfaatnya. Sayangnya, keutamaan ini banyak terlewatkan oleh sebagian besar kaum Muslimin. Entah akibat ketidaktahuan ataukah kelelahan beraktivitas sepanjang hari sehingga membawa seseorang tertidur lelap hingga fajar menyapa.
Tahajud merupakan shalat sunah paling utama yang dianjurkan Rasulullah. Allah swt memuji hambaNya yang selalu menyempatkan bangun di sepertiga malam bermunajat kepadaNya. Allah berfirman, “Dan pada sebahagian malam hari shalat tahajudlah kamu sebagai ibadah tambahan. Mudah-mudahan Rabbmu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji.“ (QS. Al Isra`: 79).
Ayat di atas hanya satu dari segudang keutamaan menjalankan shalat tahajud. Masih dipertegas lagi oleh Rasulullah dalam rentetan hadits yang beliau ungkapkan. Sebut saja misalnya, sebuah hadits shahih yang diriwayatkan oleh Thabrani dari Sahal bin Sa’ad, ia berkata, Jibril datang untuk meyakinkan Rasulullah bahwa kemuliaan seorang mukmin terletak pada sejauh mana konsistensinya menjaga shalat malam.
Manfaat lainnya, tahajud menjadi penghapus dan pencegah dosa, Rasulullah bersabda, “Hendaklah kalian membiasakan shalat malam, sebab ia merupakan kebiasaan orang-orang shaleh sebelum kalian. Ia sebagai media pendekatan diri kepada Rabb kalian, sekaligus sebagai penghapus dan pencegah perbuatan dosa.” (HR. Tirmidzi dan Ibnu Khuzaimah)
Lebih dari itu, dengan shalat malam Allah akan memasukkan kita ke dalam surga, “Di surga itu terdapat beberapa ruangan yang bagian luarnya bisa dilihat dari dalam dan bagian dalamnya bisa terlihat dari luarnya. Allah menyiapkannya untuk orang-orang yang memberikan makanan, melembutkan ucapan, senantiasa berpuasa (sunnah), menyebarluaskan salam, serta mengerjakan shalat pada malam hari ketika orang-orang sedang terlelap tidur.” (HR. Ahmad, Ibnu Hibban, dan Tirmidzi)
Saat qiyamul lail juga merupakan waktu yang utama untuk berdoa. Amru Ibn Abasah berkata, “Aku bertanya kepada Rasulullah, “Wahai Rasulullah, malam apakah yang paling didengar?” Rasulullah menjawab, “Sepertiga malam terakhir, maka shalatlah sebanyak yang engkau inginkan. Sesungguhnya shalat pada waktu tersebut disaksikan.” (HR. Abu Daud)
Masih banyak lagi keutamaan lainnya, baik yang telah termaktub dalam Al-Quran, As-Sunnah ataupun dalam untaian kata mutiara salaf.
Membangunkan keluarga
Dalam Islam, berkeluarga bukanlah sekedar mengejar kebahagiaan dunia dan memenuhi kebutuhan biologis. Lebih dari itu, keluarga di dalam Islam juga berfungsi sebagai penguat ketaatan kepada Allah.
Salah satu bentuk ketaatan yang didorong untuk bisa dilakukan suami istri adalah saling membangunkan untuk shalat tahajud. Jika hal ini bisa dilakukan, ada keutamaan yang menanti suami istri.
Diantaranya janji akan mendapatkan rahmat dari-Nya.
رَحِمَ اللَّهُ رَجُلًا قَامَ مِنْ اللَّيْلِ فَصَلَّى وَأَيْقَظَ امْرَأَتَهُ فَصَلَّتْ فَإِنْ أَبَتْ رَشَّ فِي وَجْهِهَا الْمَاءَ رَحِمَ اللَّهُ امْرَأَةً قَامَتْ مِنْ اللَّيْلِ فَصَلَّتْ وَأَيْقَظَتْ زَوْجَهَا فَصَلَّى فَإِنْ أَبَى رَشَّتْ فِي وَجْهِهِ الْمَاءَ
“Semoga Allah memberi rahmat seorang laki-laki yang bangun malam kemudian shalat, lalu membangunkan isterinya kemudian shalat. Jika istrinya enggan ia memercikkan air di wajahnya. Dan semoga Allah memberi rahmat seorang wanita yang bangun malam kemudian shalat, lalu membangunkan suaminya kemudian shalat. Jika suaminya enggan ia memercikkan air di wajahnya.” (HR. Ibnu Majah)
Allah pun menggolongkan mereka dalam kategori adz-dzakirinallaha khairan wadz dzakirat (lelaki dan wanita yang banyak berdzikir).
“Barang siapa yang bangun malam dan membangunkan istrinya kemudian mereka berdua melaksanakan shalat dua rakaat secara bersama, maka mereka berdua akan digolongkan ke dalam lelaki-lelaki dan wanita-wanita yang banyak berdzikir kepada Allah.“ (HR. Ibnu Majah, Nasa’i, Baihaqi, dan Hakim).
Berjamaah atau sendiri-sendiri
Tidak ada dalil yang menetapkan mana yang lebih utama, melakukan shalat malam dengan berjamaah atau sendiri-sendiri. Jika shalat sendirian lebih khusyuk karena bisa leluasa untuk memanjangkan bacaan maka shalat sendirian lebih utama. Namun, jika istri dan anak-anak meminta agar dapat melakukannya dengan berjamaah dan ternyata dengan cara itu akan menambah kekhusyukan, memperkuat tali mawaddah dan rahmah dalam keluarga serta memberikan dampak perubahan akhlak yang mulia maka boleh mengerjakannya dengan berjamaah. Syaikh Abu Said Al Jazairi menfatwakan, boleh mengerjakan shalat tahajud berjamaah asalkan tidak menjadikannya sebagai kebiasaan, tapi terkadang dikerjakan dengan berjamaah dan terkadang sendiri-sendiri.
Mayoritas ulama berpendapat bahwa shalat sunnah boleh dilakukan secara berjamaah ataupun sendirian (munfarid) karena Nabi pernah melakukan dua cara ini, namun yang paling sering dilakukan adalah secara sendiri-sendiri. Perlu diketahui bahwa Nabi pernah melakukan shalat bersama Hudzaifah; bersama Anas, ibunya dan seorang anak yatim; beliau juga pernah mengimami para sahabat di rumah Itban bin Malik; beliau pun pernah melaksanakan shalat bersama Ibnu Abbas.
Maka berbahagialah suami dan istri yang dimudahkan bangun malam dan melaksanakan shalat, keluarga tersebut telah membangun budaya dalam rumah tangganya sebagaimana Rasulullah dan keluarganya.
Beliau membiasakan untuk saling membangunkan di antara mereka, terutama bila waktu malam akan segera berakhir. Aisyah bercerita, Rasulullah pernah mengerjakan shalat pada suatu malam, sementara aku tengah terbaring di atas tempat tidur beliau. Ketika hendak mengerjakan shalat witir, beliau membangunkan aku. Dan, aku pun ikut mengerjakan shalat witir.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Rasulullah tidak hanya membangunkan keluarganya sendiri, beliau juga membangunkan keluarga Ali bin Abi Thalib, menantunya. Kenyataan ini telah menjadi bukti yang cukup bagi kita untuk membiasakan saling membangunkan di antara anggota keluarga untuk mengerjakan shalat tahajud.
Berawal dari diri, kita hasung semangat qiyamullail di setiap penghujung malam. Baru kemudian kita bangunkan isteri dan keluarga kita untuk bersama merajut tangga meraih rahmat Ilahi.