Memanah, Hiburan yang Mengantarkan ke Jannah
Ketika dalam kepenatan; setelah bekerja seharian, atau selama sepekan penuh, biasanya orang akan melepaskan kepenatannya dengan mencari hiburan. Pergi ke tempat rekreasi, bermain game, dan hiburan-hiburan yang lainnya. Tanpa sadar kesemua hiburan yang mereka cari itu sia-sia dan tak bernilai pahala, meskipun menyenangkan dan bisa melepaskan kepenatan. Berbeda dengan hiburan yang satu ini.
Berlatih memanah adalah olah raga yang menyenangkan, permainan yang mengasyikkan, namun tidak dianggap laghwun dan sia-sia. Banyak sekali motivasi Nabi SAW kepada umatnya untuk belajar memanah. Di antaranya, sabda Nabi SAW,
إِنَّ اللَّهَ لَيُدْخِلُ بِالسَّهْمِ الْوَاحِدِ ثَلَاثَةً الْجَنَّةَ صَانِعَهُ يَحْتَسِبُ فِي صَنْعَتِهِ الْخَيْرَ وَالرَّامِيَ بِهِ وَالْمُمِدَّ بِهِ وَقَالَ ارْمُوا وَارْكَبُوا وَِلأَنْ تَرْمُوا أَحَبُّ إِلَيَّ مِنْ أَنْ تَرْكَبُوا
“Sesungguhnya Allah akan memasukkan tiga orang ke dalam jannah karena satu anak panah, orang yang membuatnya dengan tujuan baik, orang yang melemparkannya dan orang yang menyiapkannya. Hendaklah kalian memanah dan berkuda, sedangkan memanah lebih aku sukai daripada berkuda.” (HR Tirmidzi, beliau mengatakan, hadits hasan shahih).
Ada pahala bagi yang membuat panah, ada ganjaran bagi yang melemparkan panah, dan dijanjikan Jannah orang yang menyiapkan anak panah bagi yang hendak memanah, dan tidak sia-sia pula orang yang berjalan untuk mengambil anak panah dari tempat sasaran ketika latihan. Inilah sisi yang tidak tergantikan dari keutamaan memanah, meskipun dalam banyak hal fungsi panah bisa diganti dengan senjata-senjata modern.
Baca Juga: Terapi Cupping, Sehat Tanpa Efek Samping
Begitu kuat hasungan Nabi SAW kepada umatnya untuk belajar memanah, hingga banyak keringanan khusus yang berlaku bagi orang yang memanah. Suatu kali Nabi bersama Abu Bakar dan Umar melewati orang-orang yang berlatih memanah. Salah seorang yang hendak melepaskan anak panah berkata, “Demi Allah, ini pasti kena!” Ternyata panahnya meleset. Lalu Abu Bakar berkata, “ia telah melakukan dosa wahai Rasulullah!” Tapi Rasulullah bersabda, “Sumpahnya orang yang sedang berlatih memanah itu tidak dianggap laghwun, tidak berdosa dan tidak ada kafarahnya.” (HR. Thabrani)
Bahkan berjalannya seseorang untuk mengambil anak panah, dari tempat memanah dengan sasaran bernilai satu kebaikan pada setiap langkahnya, sebagaimana hadits Thabrani. Ini tidak berlaku dalam permainan yang lain. Dari sisi hiburan, permainan ini juga menghibur, dan mungkin ada bumbu canda ria di dalamnya. Imam al-Auza’y menyebutkan kesaksian dari Bilal bin Sa’ad tentang para sahabat yang beliau lihat, “Saya menjumpai suatu kaum, mereka mondar mandir antara tempat memanah dengan sasaran, mereka saling bercanda satu sama lain, namun ketika malam tiba, mereka khusyuk laksana para rahib.”
Sayang, hanya sedikit dari kaum muslimin yang melirik pada permainan yang menyenangkan dan berpahala ini, sedikit pula para mubaligh dan penulis yang memiliki perhatian dalam masalah ini. Ibnul Qayyim al-Jauziyah adalah satu dari ulama yang memiliki perhatian besar tentangnya. Dalam buku karya beliau yang berjudul al-Furusiyah, beliau bukan saja memberikan motivasi, membahas hukum-hukum yang terkait dengannya, bahkan sampai soal teknis bagaimana cara duduknya, cara memegang busur, menarik talinya, membidiknya, hingga cara melepas anak panah dari busurnya.
Maka dari itu, sudah saatnya kita sebagai orang muslim mencari hiburan yang mendatangkan pahala dan melatih ketangkasan. Daripada mencari hiburan yang sia-sia dan tak mendatangkan pahala.
Oleh: Abu Umar Abdillah
Pingback: Majalah Islam Arrisalah|Majalah Muslim Arrisalah