Lentera dan Makanan yang Selalu Menemani
Imam asy-Syaukani dalam kitabnya al-Badru ath-Thaali’ menarasikan kisah yang bersumber dari Muhammad bin al-Asham;
Ada seorang petani yang membangun sebuah masjid untuk shalat. Setiap malam dia mendatangi masjid dengan membawa lentera dan makan malam. Apabila ia mendapatkan orang yang layak mendapatkan sedekah, ia pun memberikan makan malamnya. Namun bila tidak mendapati, maka ia memakannya sendiri. Kebiasaan ini berlangsung hingga suatu kali datanglah masa paceklik dan air sumur pun mengering. Ia memiliki sebuah sumur, dan tatkala air dalam sumur itu hanya sedikit, ia bersama anak-anaknya segera menggali sumur tersebut. Namun, tiba-tiba sumur itu roboh sedangkan petani itu terkubur di dalam sumur.
Usaha anak-anaknya untuk menggali dan menemukan ayahnya tak berhasil, hingga mereka berkata, “Sumur ini mungkin menjadi kuburan bagi ayah.” Padahal sebenarnya, tatkala sumur itu roboh, petani telah berada di lorong yang luas di sumur, dan di pintu lorong itu terdapat kayu yang mencegah tanah dan bebatuan yang akan menimpanya. Maka petani itupun hidup di dalam tanah dalam kegelapan yang sangat. Mengejutkan, tiba-tiba lentera yang selalu dia bawa ke masjid endatanginya, demikian pula makanan yang secara rutin dia bawa setiap malam. Dengan lentera dan makanan inilah dia bisa membedakan siang dan malam. Ia hidup dengan kondisi seperti itu selama enam tahun. Hingga suatu saat anak-anaknya berinisiatif untuk menggali sumur dan memanfaatkannya kembali.
Mereka menggalinya hingga mencapai lorong tersebut, dan betapa herannya mereka mendapatkan ayah mereka masih hidup. Tatkala anak-anaknya menanyakan kondisinya, sang ayah berkata, ”Lentera dan makanan yang senantiasa kubawa ke masjid selalu menemaniku sebagaimana saya selalu membawanya ke masjid sebelum musibah terjadi.” Akhirnya peristiwa tersebut menjadi buah bibir di pasar-pasar dan pelajaran berharga bagi masyarakat ketika itu. (al-Badr ath- Thaali’, Imam asy-Syaukani)