Kesabaran Para Pembela Kesyirikan
Kita sering membaca kisah-kisah tentang kesabaran para Nabi dan para ulama dalam memperjuangkan Tauhid. Mereka rela menanggung semua resiko dan bahaya yang mengancam nyawa. Nabi Nuh senantiasa sabar dalam berdakwah selama 950 tahun meski hanya diikuti oleh sedikit orang. Nabi Ibrahim bersabar membela tauhid meski harus dibakar. Nabi Muhammad juga bersabar sampai harus berperang berkali-kali demi membela tauhid.
Namun, cobalah kita melihat sisi lain dari kisah-kisah ini. Kita reverse sudut pandang kisah ini dari sudut protagonis menjadi sudut pandang antagonis. Dari sisi pandang pembela tauhid ke sisi pandang pembela syirik. Apakah mereka juga harus berjuang, bersabar dan menanggung resiko dalam membela kesyirikan?
Jawabanya tentulah ya, sama, mereka juga harus bersabar dan berjuang. Para pembela kesyirikan pun juga harus bersabar dalam membela kebatilan yang mereka peluk dari ‘gangguan’ pembela kebenaran. Allah berfirman;
Sesungguhnya hampirlah ia (yaitu Nabi Muhammad) menyesatkan kita dari sembahan- sembahan kita, seandainya kita tidak sabar (menyembah)nya” dan mereka kelak akan mengetahui di saat mereka melihat azab, siapa yang paling sesat jalanNya. (QS Al-Furqoon : 42)
Imam Ibnu Katsier menjelaskan, maksudnya, Nabi Muhammad hampir saja membuat mereka berpaling dari penyembahan berhala anda saja mereka tidak bersabar dan semakin kukuh dalam beribadah kepada berhala. (VI/113).
Imam al Alusi menjelaskan, orang-orang musyrik Makkah mengakui, Nabi Muhammad telah bersungguh-sungguh dalam menyampaikan dakwah tauhid, memperlihatkan mukjizat dan menegakkan hujjah serta memberikan penjelasan. Semuanya sampai pada level yang sebenarnya sudah sangat cukup untuk membuat mereka melepas agama Pagan, andai saja mereka tidak semakin ngotot dan ngeyel. (Tafsir al Alusi XIV; 101).
Bahkan mereka juga saling memberi motivasi untuk bersabar dalam membela kebathilan.
“Dan Pergilah pemimpin-pemimpin mereka (seraya berkata): “Pergilah kamu dan bersabarlah untuk tetap (menyembah) tuhan-tuhanmu, Sesungguhnya ini benar-benar suatu hal yang dikehendaki.” (QS Shaad : 6)
Imam Ibnu Katsier menjelaskan, para pemimpin kuffar dari kaum Quraisy menghasung agar semua orang tetap teguh sabar di atas agama pagan dan penyembahan berhala. Karena ajakan Muhammad kepada “laailahaillallah” hanyalah modus agar kita menjadi pengikutnya dan kedudukannya menjadi lebih tinggi dari kita. Dan kita tidak akan pernah menyambut seruan itu.” (XII/151, versi Syamilah).
Kesabaran yang panjang
Di balik catatan sejarah mengenai keteguhan Nabi Nuh, tersirat pula ‘kesabaran’ kaumnya. Nabi Nuh berdakwah selama 950 tahun dan hanya belasan orang yang mau beriman.
“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya, maka ia tinggal di antara mereka seribu tahun kurang lima puluh tahun. Maka mereka ditimpa banjir besar, dan mereka adalah orang-orang yang zalim.” (QS. Al Ankabut: 14)
950 tahun itu bukan waktu yang sebentar. Bagi manusia zaman sekarang, periode panjang itu telah berganti 10 generasi. Hasilnya?
“dan tidak beriman bersama dengan Nuh itu kecuali sedikit.” (QS. Huud: 40)
Jika Nabi Nuh bersabar menjalankan dakwah siang dan malam selama 950 tahun, artinya para kaumnya juga bersabar untuk tetap teguh dalam kekufuran selama 950 tahun.
Kesabaran dan kegigihan kaum Nabi Yunus lebih luar biasa lagi. Mereka bahkan mampu membuat seorang Nabi merasa hampir putus asa dan akhirnya pergi meninggalkan mereka. Nabi Yunus mangkir dari tugas dakwah dan akhirnya mendapat peringatan dari Allah dengan hukuman penjara perut ikan.
Adapun nabi Muhammad, meskipun periode dakwah Beliau tidak selama Nabi Nuh, tapi substansinya tak kalah hebat. Nabi Muhammad tak hanya harus bersabar dalam dakwah tapi juga bersabar menghadapi gempuran pasukan pembela kebatilan. Tercatat ada sekira 26 kali peperangan yang terjadi selama masa dakwah Beliau pasca hijrah.
Dan itu artinya, pihak musuhpun harus berjuang keras dan terus bersabar mengahadapi pasukan islam. Meski sedikit, pasukan islam sangatlah kuat dan pilih tanding. Diperlukan kesabaran luar biasa untuk meladeni pasukan yang senantiasa dibantu malaikat ini.
Mereka Juga Lelah
Apa gunanya memahami sudut pandang ini? Agar kita tahu bahwa kebenaran ayat Allah berikut;
Jika kamu (pada perang Uhud) mendapat luka, maka sesungguhnya kaum (kafir) itupun (pada perang Badar) mendapat luka yang serupa. Dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu Kami pergilirkan diantara manusia (agar mereka mendapat pelajaran); dan supaya Allah membedakan orang-orang yang beriman (dengan orang-orang kafir) supaya sebagian kamu dijadikan-Nya (gugur sebagai) syuhada.” (Ali ‘Imran: 140)
Benar. Jika kita harus menderita dalam perjuangan, musuh-musuh islam pun merasakan hal yang sama. Jika kita harus bersabar dalam mendakwahi dan membimbing masyarakat menuju hidayah, mereka pun harus bersabar mengajak mereka agar tetap dalam kesesatan.
Perseteruan antara kebenaran dan kebatilan, antara tauhid dan syirik menuntut kesabaran dan pengorbanan dari dua belah pihak. Benarkah musuh-musuh islam harus berkorban?
Lihatlah, berapa banyak dana yang dibutuhkan pasukan Quraisy untuk membiayai perang badar yang diikuti ribuan orang. Demikian pula perang-perang berikutnya. Lihatlah pula, berapa banyak dolar yang harus dialokasikan oleh agresor Amerika untuk memerangi mujahidin pembela Islam.
Sebuah paper oleh Linda Bilmes yang diterbitkan di Harvard’s Kennedy School menyebutkan, pada maret 2013, korban luka tentara Amerika di Afghanistan sebanyak 866.181 personel. Pemerintah AS harus membayar perawatan medis dan kompensasi cacat setelah sembuh.
Lihatlah pula para pembela liberalisme harus bersusah payah membuat berbagai tulisan, buku dan kegiatan demi memalingkan umat dari kebenaran. Ada jutaan rupiah yang harus digelontorkan demi memuluskan program-program ini.
Lihatlah pula para misnaris kristen yang demikian sabarnya menggiring masyarakat pedesaan dengan kristenisasi terselubung. Mereka harus banyak bersabar melakukan kristenisasi secara perlahan agar tidak terlalu mencolok. Mereka juga harus banyak berkorban baik uang maupun tenaga.
Saling Menasehati untuk bersabar
Dari sini, kita harus saling memberi motivasi untuk bersabar dalam membela kebenaran. Dan bukan sekadar nasihat sabar, tapi lebih penting adalah nasihat kebenaran. Di dalam surat al Ashr, Allah memerintahkan agar kita saling memberi motivasi dan nasehat kepada al haq terlebih dahulu baru nasihat untuk saling bersabar. Jika hanya sabar, musuh-musush Islam juag sabar. Yang membedakan adalah, ada harapan mulia dari sisi-Nya atas kesabaran kita. Harapan yang tidak mereka miliki atas kesabaran yang telah mereka lakukan.
“Jika kamu menderita kesakitan, maka sesungguhnya merekapun menderita kesakitan (pula), sebagaimana kamu menderitanya, sedang kamu mengharap dari pada Allah apa yang tidak mereka harapkan. Dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (An-Nisaa`: 104)
Apabila musuh-musuh Islam mampu demikian sabar dalam membela kebatilan, seharusnya kita mampu lebih sabar karena membela kebenaran. Seperti dua orang yang beradu tahan sakit dengan saling gigit jari lawan. Yang menang adalah siapa yang mampu bersabar satu detik saja, lebih lama dari yang kalah. Wallahua’lam.