Hukum Ta’ziyah Kepada Orang Kafir
Sebagian kaum muslimin mempunyai kerabat yang kafir, jika salah satu dari kerabatnya meninggal apakah boleh berta’ziyah kepadanya ? Atau orang kafir yang mempunyai kerabat muslim atau kafir yang meninggal dunia, apakah boleh berta’ziyah kepadanya juga ? Dua masalah ini sering ditanyakan masyarakat umum, maka tulisan di bawah ini menjelaskannya.
Masalah Pertama : Hukum berta’ziyah kepada muslim yang salah satu kerabatnya yang kafir meninggal dunia.
Mayoritas ulama membolehkan berta’ziyah kepada seorang muslim yang salah satu keluarganya yang kafir, sepertinya ayahnya, anaknya atau kerabatnya meninggal dunia.
Berkata al-Khatib asy-Syarbini di dalam Mughni al-Muhtaj ( 1/355) :
“ Seorang muslim diberikan ta’ziyah, yaitu jika salah satu kerabatnya yang kafir dzimmi meninggal, dengan mengatakan kepadanya: “ Mudah-mudahan Allah membesarkan pahalamu dan kesabaranmu serta menggantikan musibah yang menimpa dirimu,“ atau doa yang serupa itu. Tetapi tidak boleh mendo’akan : “ Mudah-mudahan si mayit diampuni Allah “, karena memintakan ampun untuk orang kafir hukumnya haram. “
Syarat dibolehkan ta’ziyah kepada seorang muslim yang kerabatnya kafir meninggal dunia adalah tidak mendoakan si mayit yang kafir .
Dasarnya adalah firman Allah :
“ Tiadalah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat (nya), sesudah jelas bagi mereka, bahwasanya orang-orang musyrik itu adalah penghuni neraka jahanam. ( Qs. at-Taubah : 113 )
Berkata Ibnu Katsir di dalam tafsirnya ( 4/221 ) :
“Ayat ini turun berkenaan dengan Abu Thalib paman nabi yang meninggal dunia dalam keadaan kafir, maka nabi berkata : “ Saya benar-benar akan memintakan untuk kamu ampunan dari Allah selama hal itu tidak dilarang.” Maka turunlah ayat di atas, dan ayat di dalam surat al-Qashash : 56 .”
Pendapat Kedua : Tidak boleh berta’ziyah kepada seorang muslim yang salah satu kerabatnya kafir meninggal dunia. Ini adalah pendapat Imam Malik, dan sebagian dari Hanabilah.
Mereka berdalil dengan firman Allah :
“ Dan (terhadap) orang-orang yang beriman, tetapi belum berhijrah, maka tidak ada kewajiban sedikitpun atasmu melindungi mereka, sebelum mereka berhijrah.“ ( Qs. al-Anfal : 72 )
Berkata al-Hattab di dalam Mahahib al-Jalil ( 3/ 41 ) :
“ Mereka tidak mendapatkan warisan walaupun sudah masuk Islam, sampai mereka mau berhijrah. Maksudnya bahwa seorang muslim jika tidak boleh diberikan ta’ziyah kepadanya karena kematian kerabatnya muslim yang belum berhijrah, bagaimana dengan kematian kerabatnya yang kafir, tentunya lebih ( untuk tidak dibolehkan ).“
Jawaban :
Ayat di atas sudah mansukh ( dihapus hukumnya ) dengan ayat selanjutnya,
“Orang-orang yang mempunyai hubungan kerabat itu sebagiannya lebih berhak terhadap sesamanya (daripada yang bukan kerabat) di dalam kitab Allah.“ ( Qs. al-Anfal : 75 )
BACA JUGA: Hukum Ta’ziyah dan Mensholatkan Pelacur, Gay dan Lesbian
Kesimpulan :
Dari keterangan di atas bisa disimpulkan bahwa pendapat yang lebih kuat, adalah pendapat mayoritas ulama yang membolehkan berta’ziyah kepada seorang muslim yang salah satu kerabatnya kafir meninggal dunia. Hal ini karena banyaknya dalil-dalil yang menyebutkan anjuran berta’ziyah kepada yang terkena musibah dan ini berlaku umum, baik yang meninggal itu seorang muslim atau kafir. Wallahu A’lam
Masalah Kedua : Hukum berta’ziyah kepada orang kafir, yang salah satu kerabatnya muslim atau kafir meninggal dunia.
Para ulama berbeda pendapat di dalam masalah ini :
Pendapat Pertama : Boleh berta’ziyah kepada orang kafir yang salah satu kerabatnya meninggal dunia, baik yang meninggal itu adalah orang muslim atau kafir. Ini pendapat sebagian Hanafiyah, sebagian Malikiyah, Syafi’iyah dan riwayat dari Hanabilah.
Mereka berdalil dengan dalil-dalil sebagai berikut :
Pertama : Keumuman dalil sunnahnya ta’ziyah yang mencakup ta’ziyah kepada muslim atau kepada kafir.
Kedua : Hadist Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu bahwa dia berkata :
“ Seorang remaja Yahudi yang pernah membantu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam jatuh sakit, maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjenguknya, dan duduk di dekat kepalanya, dan beliau mengatakan : “ Masuk Islamlah ! Maka anak tersebut menoleh kepada bapaknya yang juga sedang berada di dekatnya, maka Bapaknya mengatakan : “ Ikutilah ajakan Abu al-Qasim shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka anak tersebut masuk Islam. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar seraya bersabda : “ Segala puji bagi Allah yang telah menyelamatkannya dari api neraka. “ ( HR. Bukhari,1356 )
Hadits di atas menunjukkan kebolehan seorang muslim berta’ziyah kepada orang kafir yang mendapatkan musibah, karena nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukannya. Dan hal itu termasuk dalam akhlaq karimah. ( lihat Ibnu Muflih dalam al-Mubdi’ Syarh al-Muqni’ : 3/ 325)
Ketiga : Ta’ziyah kepada orang kafir mirip dengan masalah pemberian zakat kepada orang kafir yang hatinya cenderung kepada Islam, atau diharapkan dia akan tertarik dan masuk Islam. Kalau pemberian zakat yang berupa harta kepada mereka dibolehkan, maka sekedar berta’ziyah kepadanya tentunya lebih dibolehkan.
Yang dimaksud orang kafir di atas adalah kafir dzimmi yang berdamai dengan umat Islam dan dalam lindungan umat Islam. Adapun berta’ziyah kepada kafir harbi yang selalu memerangi umat Islam, maka berta’ziyah kepadanya hukumnya haram, kecuali dengan tujuan berdakwah.
Berkata al-Khatib asy-Syarbini di dalam Mughni al-Muhtaj ( 1/355) :
“ Adapun orang kafir yang tidak terhormat yaitu kafir harbi atau kafir yang murtad dari Islam, sebagaimana yang pernah dibahas oleh al-Adzra’I, maka tidak boleh berta’ziyah kepadanya. Hanyasaja terdapat perbedaan pendapat apakah masuk dalam katagori haram atau makruh ? “
Pendapat kedua : Tidak boleh berta’ziyah kepada orang kafir yang salah satu kerabatnya meninggal dunia, baik yang meninggal itu adalah orang muslim atau kafir. Ini pendapat sebagian ulama Hanafiyah, Malikiyah dan sebagian dari Hanabilah.
Mereka berdalil dengan dalil-dalil sebagai berikut :
Pertama : Firman Allah :
“ Kamu tak akan mendapati kaum yang beriman pada Allah dan hari akhirat, saling berkasih-sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka. “ ( Qs. al-Mujadilah : 22 )
Ayat di atas menunjukkan larangan orang-orang beriman untuk saling berkasih sayang dengan orang–orang kafir, walaupun mereka kerabatnya. Berta’ziyah kepada mereka termasuk dalam katagori saling berkasih sayang, maka hukumnya haram.
Kedua : Hadist Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
“ Janganlah kalian memulai memberikan salam kepada orang Yahudi dan Nashrani, dan jika kalian bertemu dengan mereka di jalan, maka paksakan mereka ke jalan yang lebih sempit. “ ( HR.Muslim )
Hadist di atas menunjukkan larangan untuk mengunjungi orang kafir dan untuk tidak memulai mereka dengan salam. Ta’ziyah termasuk dari memulai salam kepada mereka, maka hal itu terlarang.
Kesimpulan :
Dari keterangan di atas, bisa disimpulkan bahwa berta’ziyah kepada orang kafir yang salah satu kerabatnya muslim atau kafir meninggal dunia, hukumnya boleh selama bertujuan untuk dakwah dan pendekatan agar mereka mau masuk Islam, dan ini berlaku hanya untuk kafir dzimmi bukan kafir harbi.
Adapun jika berta’ziyah kepadanya sekedar menjalin kasih sayang dengannya atau karena rasa cinta kepadanya, tanpa ada unsur dakwah, maka hal itu tidak dibolehkan karena termasuk dalam katagori menjadikannya sebagai wali dan teman dekat.
Wallahu A’lam,
Dr. Ahmad Zain An-Najah, MA
Pondok Gede, 28 Shafar 1436 H/ 22 Desember 2014 M