Hukum Memakai Pewangi Pakaian
Ustadz, akhir-akhir ini kami—para ibu—resah karena adanya ada salah seorang dari kami yang menyatakan bahwa pemakaian pewangi dan pelembut pakaian yang menyisakan aroma wangi pada pakaian tidak diperbolehkan. Maksudnya, jika pelembut atau pewangi itu digunakan pada pakaian kami—para ibu—dan anak-anak perempuan kami lalu kami memakainya saat keluar rumah. Benarkah yang demikian itu? (Ummu Shalihah—Sukoharjo)
Pada dasarnya seorang perempuan dilarang memakai wangi-wangian atau parfum saat keluar rumah dan melewati tempat yang di situ ada kaum laki-lakinya. Berbeda halnya dengan memakai wewangian saat di rumah, ia adalah sesuatu yang disyariatkan. Bahkan hukumnya sunnah. Sebab, hal itu akan lebih membuat suami cenderung dan sayang kepadanya.
Selain pada minyak wangi, wewangian bisa terkandung pada sabun mandi, sabun cuci, pewangi pakaian, pelembut pakaian, ataupun krim/losion untuk tangan dan tubuh.
Dalil-dalil yang menegaskan larangan perempuan memakai wewangian pada saat keluar rumah adalah sebagai berikut:
“Perempuan mana pun yang memakai wewangian kemudian keluar dan melewati suatu kaum agar mereka mencium wanginya, maka ia adalah pezina.” (HR. an-Nasa`i dan dinyatakan shahih oleh Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban)
Juga sabda beliau,
“Jika seorang perempuan memakai wewangian lalu melewati suatu majlis, ia adalah begini dan begini—yakni pezina.” (HR. Abu Dawud, at-Tirmidzi, an-Nasa`iy, dan yang lain).
Juga,
“Perempuan mana pun yang memakai wewangian, maka janganlah ia ikut shalat ‘Isya` bersama kami.”
Juga,
“Janganlah kalian menghalangi hamba-hamba Allah yang perempuan dari masjid-masjid Allah. Dan hendaklah mereka keluar dalam keadaan tidak memakai wewangian.” (HR. Ahmad dan Abu Dawud)
Juga,
“Jika seorang perempuan pergi ke masjid sehingga wangi tercium darinya, Allah tidak menerima shalatnya sampai ia kembali ke rumahnya dan mandi.” (HR. Abu Dawud, Ibnu Majah, Ahmad, al-Bayhaqi, dan Ibnu Khuzaimah)
Yahya bin Ja’dah bertutur, “Pada masa pemerintahan ‘Umar bin Khathab ada seorang perempuan yang keluar rumah dengan memakai wewangian. Di tengah jalan, ‘Umar mencium bau harum dari perempuan tersebut maka ‘Umar pun memukulinya dengan tongkat. Setelah itu ‘Umar berkata,
“Kalian, para perempuan keluar rumah dengan memakai wewangian sehingga para laki-laki mencium bau harum kalian?! Sesungguhnya hati laki-laki itu ditentukan oleh bau yang dicium oleh hidungnya. Keluarlah kalian dari rumah dengan tidak memakai wewangian.” (Diriwayatkan oleh ‘Abdurrazaq dalam al-Mushannaf)
‘Umar bin Khathab juga pernah memeriksa shaf shalat jamaah perempuan. Tercium olehnya bau harum dari kepala seorang perempuan. Maka ‘Umar berkata,
“Seandainya aku tahu siapa di antara kalian yang memakai wewangian niscaya aku akan melakukan tindakan demikian dan demikian. Hendaklah kalian memakai wewangian untuk suaminya. Jika keluar rumah hendaknya memakai pakaian yang biasa dipakai oleh budak perempuan (pakaian biasa yang tidak mencolok).” (Diriwayatkan oleh ‘Abdurrazaq dalam al-Mushannaf)
Berdasarkan hadits-hadits dan atsar di atas, para ulama menyimpulkan bahwa seorang perempuan tidak dibolehkan memakai wewangian saat ia keluar rumah untuk bekerja, pergi ke pasar, atau pun ke masjid.
Syaikh al-Albaniy menyatakan bahwa pemakaian wewangian atau parfum bagi perempuan, sama saja, baik dipakai di badan atau di pakaian. Sama-sama tidak boleh.
Dengan demikian, jika sabun atau krim atau lotion atau pewangi pakaian mengandung wewangian yang dapat tercium dari tubuh atau pakaian perempuan yang memakainya, maka hukumnya haram dipakai saat ia keluar ke tempat yang di situ ada kaum laki-laki. Adapun jika tidak wangi, atau semula wangi tetapi sudah memudar dan tidak tercium lagi, boleh digunakan untuk keluar rumah.
Yang perlu diperhatikan di sini adalah bahwa pada masa sekarang ini, ada beberapa produk yang berbau harum dengan kadar keharuman yang tidak seberapa kuat ditujukan untuk menghilangkan bau apek atau bau tak sedap hal mana bau wanginya tidak tercium oleh orang lain. Pemakaian produk seperti ini diperbolehkan, meskipun jika ditinggalkan, itu lebih baik. Wallahu a’lam bish shawab.