Hukum Hadiah dalam Produk
Sekarang ini, banyak produsen gencar menyelipkan hadiah dalam poduk-produknya guna meningkatkan volume penjualan. Tentunya tidak sedikit yang lantas membeli karena menginginkan hadiahnya. Padahal, benarkah setiap hadiah dari sebuah produk hukumnya halal? mari kita bahas.
Bentuk-bentuk Hadiah
Pertama: Hadiah Melalui Perlombaan, Kuis, atau Undian
Bentuk hadiah yang pertama ini mempunyai bentuk yang bermacam-macam, diantaranya adalah :
1. Hadiah Yang Diberikan Produsen Melalui Registrasi
Undian semacam ini hukumnya haram, karena termasuk dalam perjudian yang dilarang dalam Islam. Kenapa masuk dalam katagori perjudian? Karena peserta membayar sejumlah uang melebihi dari harga biasa, padahal ia belum tentu mendapatkan apa yang diharapkan. Mungkin dia untung ketika mendapatkan hadiah dan mungkin juga bisa rugi jika tidak mendapatkan hadiah tersebut. Jika peserta undian jumlahnya banyak, maka yang meraup keuntungan adalah pihak penyelenggara. Hadiah yang diberikan peserta hanyalah bagian kecil dari keuntungan tersebut.
2. Hadiah Dengan Cara Membeli Barang
Produsen menawarkan hadiah kepada konsumen dengan syarat dia harus membeli produk-produknya. Di dalam produk tersebut terdapat kupon hadiah yang nanti dikumpulkan untuk diundi, yang namanya keluar dalam undian tersebut, maka dialah yang berhak mendapatkan hadiah.
Bagaimana hukum undian hadiah dalam bentuk seperti ini? Untuk menjawabnya, perlu dirinci terlebih dahulu sebagai berikut:
Pertama: Hadiah yang diberikan kepada konsumen berpengaruh kepada harga produk tersebut. Artinya jika tidak disertai hadiah, maka harga produk tersebut menurun, jika ada hadiahnya – dengan melalui undian- , maka harga produknya akan naik sebesar jumlah hadiah yang akan diberikan. Maka undian hadiah seperti ini hukumnya haram, karena termasuk bentuk perjudian. Dikatakan masuk dalam bentuk perjudian, karena pembeli telah membayar uang diluar harga produk yang sesungguhnya, padahal dia belum tentu mendapatkan hadiah tersebut. Adapun yang mendapatkan hadiah, sebenarnya dia telah mendapatkan sesuatu di atas kerugian para pembeli yang lain.
Kedua: Hadiah yang diberikan kepada konsumen tidak berpengaruh pada produk. Hadiah diberikan dari anggaran promosi yang bertujuan agar para konsumen tertarik untuk membeli produk tersebut.
Bagaimana status hukumnya? Para ulama berbeda pendapat di dalam menentukan status hukumnya.
Pendapat Pertama: Harus dirinci terlebih dahulu; jika konsumen membeli produk tersebut karena memang ia membutuhkannya, bukan karena hadiah, yaitu dia akan membeli produk tersebut, baik ada hadiahnya, maupun tidak ada hadiahnya. Maka hal ini dibolehkan. Sebaliknya, apabila dia membeli produk tersebut karena ada hadiahnya, yaitu jika tidak ada hadiahnya dia tidak akan membeli, karena sebenarnya dia tidak membutuhkan barang tersebut, dia membelinya sekedar untuk mengejar hadiahnya. Maka hal ini tidak dibolehkan, karena pada hakekatnya dia berjudi dengan membayar sejumlah uang dalam bentuk barang yang tidak dibutuhkan untuk meraih hadiah atau keuntungan yang belum jelas.
Pendapat Kedua: Hukumnya tetap haram, karena akan mendorong seseorang untuk membeli barang-barang yang tidak diperlukan, karena hanya sekedar mengejar hadiah tersebut. Ini adalah sifat berlebih-lebihan di dalam berbelanja.
Hukum di atas juga berlaku untuk hadiah yang diberikan kepada konsumen yang membeli barang dalam jumlah banyak atau dalam jumlah tertentu, seperti kalau konsumen membeli barang dan produk pada toko tertentu seharga Rp.100.000,- ke atas, maka akan mendapatkan hadiah piring dan gelas.
Kedua: Hadiah Langsung Pada Barang
Hadiah langsung pada barang ini mempunyai tiga bentuk :
Bentuk Pertama: Jika seseorang membeli barang, kemudian dia mendapatkan hadiah, baik berbentuk barang tertentu, seperti ketika dia membeli meja belajar, penjual memberikannya hadiah buku tulis. Atau berbentuk jasa, seperti ketika dia membeli mobil, maka dia mendapat hadiah atau bonus mencuci mobil gratis di tempat tersebut selama satu bulan penuh. Hadiah seperti ini dibolehkan selama tidak ada syarat tertentu ketika membeli barang tersebut.
Bentuk Kedua: Hadiah tersebut jelas bisa dilihat oleh konsumen di dalam barang yang akan dibeli. Setiap orang yang membeli barang tersebut pasti mendapatkan hadiah itu. Dalam hal ini, hukumnya halal.
Bentuk Ketiga: Hadiah terdapat dalam sebagian produk. Artinya orang yang membeli barang tersebut untung-untungan, kadang dapat, kadang pula tidak dapat. Maka hukumnya boleh jika hadiah yang ditawarkan tersebut tidak mempengaruhi harga produk, tetapi diberikan dengan tujuan menarik pembeli. Dan pembelinya membeli produk tersebut karena kebutuhan, bukan karena hadiah, sebagaimana yang telah diterangkandi atas.
Ketiga : Kupon Undian Berhadiah
Produsen atau toko memberikan kupon kepada para pembeli produk mereka. Kupon tersebut akan diundi pada akhir bulan umpamanya, barang siapa yang namanya keluar dalam undian tersebut, maka akan mendapatkan hadiah. Apa perbedaan masalah ini dengan masalah sebelumnya? Perbedaannya adalah pada masalah sebelumnya produsen menawarkan hadiah terlebih dahulu, tetapi dengan syarat harus membeli produknya, sehingga setiap pembeli mengetahui hadiah sebelum membeli produk, bahkan kadang dia membeli produk tersebut, karena ada hadiahnya. Adapun pada masalah ini produsen tidak menawarkan hadiah, tetapi memberikan kupon langsung bagi setiap pembeli produknya. Pembeli belum tentu tahu kalau di dalam produk yang akan dibelinya terdapat kupon berhadiah.
Bagaimana hukumnya? Para ulama berbeda pendapat dalam masalah ini :
Pendapat Pertama: Hukumnya boleh, tetapi dengan dua syarat; yang pertama hadiah tersebut tidak mempengaruhi harga produk, dan yang kedua konsumen membelinya karena kebutuhan.
Sebagai contoh dalam kehidupan sehari-hari yang pernah dialami penulis adalah ketika membeli bensin di SPBU, setiap pembelian satu liter maka akan dapat kupon satu, dan kupon tersebut diundi. Dalam kasus ini hukumnya boleh, karena hadiah tersebut tidak mempengaruhi harga produk, karena harga bensin tetap sama dengan harga di tempat lain, kemudian konsumen membeli bensin tadi karena kebutuhan.
Pendapat Kedua : Hukumnya tidak boleh, karena mendorong orang berbuat berlebih-lebihan dalam belanja dan membeli barang-barang yang kadang tidak dibutuhkan demi mengejar kupon hadiah yang akan diundi.
.Cipayung, Jakarta Timur, 18 Sya’ban 1432 H / 20 Juli 2011 M