Fanatik, Inginkan Kawan Dapatnya Banyak Lawan
Para sahabat adalah manusia biasa, yang tidak luput dari dosa dan salah, akan tetapi Allah menyanjung dan meninggikan derajat mereka diatas generasi lainnya karena keutamaan mereka dalam beriman dan berjuang untuk Islam.
Belajar tentang fanatisme, mereka pernah berbangga diri dengan label Muhajirin dan Anshar. Kaum Muhajirin dengan bangga memanggil orang-orang diluar mereka dengan “Wahai Anshar” begitu juga sebaliknya, kaum Anshar memanggil sahabat diluar mereka dengan panggilan “Wahai Muhajirin.”
Wajah Rasulullah muram mengetahui hal tersebut, mencoba menengahi diantara keduanya dan bersabda,
لَيْسَ مِنَّا مَنْ دَعَا إِلَى عَصَبِيَّةٍ وَلَيْسَ مِنَّا مَنْ قَاتَلَ عَلَى عَصَبِيَّةٍ وَلَيْسَ مِنَّا مَنْ مَاتَ عَلَى عَصَبِيَّةٍ
“Bukan dari kami orang yang mengajak kepada golongan, bukan dari kami orang yang berperang karena golongan dan bukan dari kami orang yang mati karena golongan.” (HR. Abu Dawud)
Rasulullah mencela perbuatan yang dilakukan sahabat diatas. Mereka mencoba membangun fanatisme golongan, yang dengan demikian mereka hanya akan menolong dan memberi bantuan kepada kaumnya saja, dan meninggalkan kaum yang lain lantaran bukan termasuk golongan mereka.
Karena keimanan yang kuat dan dan ketaatan yang tinggi kepada Allah dan rasul-Nya, serta-merta para sahabat meninggalkan kebiasaan buruk tersebut dan menjalin ukhuwah islamiyah atas dasar al-Quran dan sunnah bukan karena suatu suku maupun golongan.
Hari ini, fenomena yang terjadi di masa sahabat itu terulang dan dilestarikan oleh beberapa golongan. Banyak kaum muslimin yang menjalin silaturahmi hanya dengan satu golongan, beramar makruf dengan yang ada di golongan dan acuh terhadap kaum muslimin yang berada diluar mereka. Efek fatalnya, mereka merasa paling benar dan kaum muslimin diluar mereka adalah salah dan menyimpang.
Satu golongan sangat bersemangat menentang kajian-kajian diluar kelompok mereka, karena membahayakan keutuhan bersama, merusak pondasi kebersamaan dan kajian tidak sesuai dengan apa yang mereka yakini. Satu golongan lagi sangat berhati-hati dengan konten islami yang disampaikan oleh orang diluar mereka, karena penyampainya bukan dari mereka. Itu semua karena fanatik buta.
Demikian riskan fanatisme menyemai di hati para kaum muslimin. Dengan dalih kesesatan, seorang muslim bisa bermusuhan dengan muslim lainnya. Dan dengan dalih berbeda manhaj atau cara berpikir, seseorang muslim dengan mudah mencerca saudaranya dengan sebutan kafir dan semisalnya.
Dengan begitu Rasulullah sang guru agung dalam bertindak bersabda,
مَنْ قُتِلَ تَحْتَ رَايَةٍ عِمِّيَّةٍ يَدْعُو عَصَبِيَّةً أَوْ يَنْصُرُ عَصَبِيَّةً فَقِتْلَةٌ جَاهِلِيَّةٌ
“Barangsiapa terbunuh karena membela bendera kefanatikan yang menyeru kepada kebangsaan atau mendukungnya, maka matinya seperti mati Jahiliyah.” (HR. Muslim)
Apabila sebagian golongan mempertahankan kefanatikan mereka dan enggan untuk menanggalkan demi kesatuan Islam dan kaum muslimin, bisa saja kematian mereka dalam keadaan jahiliyah sebagaimana Nabi menyebutnya. Sikap fanatik golongan bukan memperbanyak teman justru dengan tersebut akan memperbanyak lawan. Semoga Islam bisa bersatu tanpa ada fanatisme golongan, demi tegaknya Izzul Islam wal Muslimin.
(Nurdin. Aj)