Cara Sahabat Membalas Budi, Umair Bin Sa’ad
Sahabat mulia Umair bin Sa’ad, yatim dan miskin sejak kecil di Madinah. Keadaannya berubah Setelah ibunya menikah lagi dengan seorang hartawan dari kabilah Aus, bernama Al Julas bin suwaid. Diasuhlah Umair bin Sa’ad oleh Julas layaknya anak sendiri, Umair mendapatkan perhatian penuh dari bapaknya yang baru, sehingga semakin melekat dan tumbuh rasa cinta Umair kepada Julas. Pun demikian Julas semakin bertambah sayang kepada Umair yang beranjak remaja dan terlihat padanya tanda-tanda kecerdasan, kebaikan amal, amanah dan jujur.
Umair masuk islam sejak kecil. Meskipun masih muda belia, ia tidak pernah terlambat untuk sholat dibelakang Rasulullah SAW.
Pada tahun 9 H, Rasulullah SAW mengumumkan perang melawan Romawi di Tabuk, dan memerintahkan kepada kaum muslimin untuk menyiapkan segala sesuatunya. Saat itu musim kemarau, cuaca sangat panas, buah-buahan mulai ranum, orang-orang lebih menyukai berada dekat di kebun-kebun mereka, serta tidak suka berangkat dalam kondisi yang sulit, ditambah perjalanan yang sangat jauh, dan mengingat musuh yang kuat.
Pada hari dimana pasukan bersiap-siap, kembalilah Umair bin Sa’ad ke rumahnya setelah menunaikan sholat di masjid. Ia melihat wanita-wanita muhajirin yang menyambut seruan Rasul SAW dengan memberikan perhiasan yang mereka punya, ia melihat Utsman bin Affan yang membawakan seransel penuh dengan seribu dinar emas, ia menyaksikan Abdurrahman bin Auf yang yang memanggul di pundakknya dua ratus uqiyah dari emas, bahkan ia melihat seorang sahabat yang menjual kasurnya agar bisa membeli pedang untuk berjihad.
Namun ia heran dengan sikap Julas yang tidak ikut serta berlomba-lomba meraih keridhoan Ilahi memenuhi seruan Nabi SAW, padahal ia seorang yang kaya. Bangkitlah Umair bin Sa’ad membangkitkan semangat Julas bin Suwaid dengan menceritakan pemandangan berharga yang telah ia lihat dan ia dengar, terkusus kisah para sahabat yang pulang dengan kesedihan dan tetesan air mata karena tidak dibawa ikut serta dalam pasukan dikarenakan tiada tumpangangan yang dapat membawa mereka.
Akan tetapi Julas tidak begitu tertarik dengan kisah indah yang di ceritakan, hingga mulutnya berucap dengan kalimat yang sampai-sampai Umair mengerutkan dahinya dan akalnya tidak menerimanya. Ia mendengar Julas berkata : “Jikaulau Muhammad benar dengan apa yang disangkanya bahwa ia adalah seorang Nabi maka tentu kami lebih jelek dari keledai”.
Sungguh tercengang dan Umair tak menyangka mendengar kalimat yang keluar dari mulut Julas, dengan kalimat itu keluarlah keimanan Julas secara keseluruhan dan memasukkannya pada kekafiran.
Umair bin Sa’ad berfikir sejenak, apa yang mesti diperbuatnya, kalaulah diam dan menutupi perkataan Julas berarti berkhianat kepada Allah, RasulNya serta membahayakan Islam dan muslimin. Kalulah di sebarkan apa yang didengarnya seperti tak berterimakasih atas kebaikan Julas; yang telah mencukupi, melindungi bahkan memposisikan seperti anak kandungnya. Dua pilihan yang sama pahit baginya, Namun putusan harus ditetapkan, ia memandang kepada Julas dan berkata : “Demi Allah wahai Julas, tidak ada manusia dimuka bumi ini setalah Rasulullah SAW yang lebih aku cintai dari mu. Bila kusebarkan aku menghinamu, bila kusembunyikan aku berkhianat, tidak amanah dan menghancurkan agamaku, aku akan mengabarkan ini kepada Rasulullah SAW..”
Bergegas Umair ke masjid untuk menemui Nabi dan mengabarkan kejadiannya, kemudian Rasulullah SAW mengutus utusan untuk memanggil Julas, tak berselang lama, datanglah Julas mengucapkan salam kepada Rasulullah SAW dan duduk dihadapan Rasul, Umair dan para sahabat yang lain.
Rasul SAW bertanya : “kalimat apakah yang didengar Umair darimu”, Kemudian disebutkan kalimatnya. Dengan meyakinkan ia menjawab : “ia berdusta atasku ya Rasul, tidaklah mungkin aku mengatakan kalimat itu!” serentak beberapa sahabat mengalihkan pandangan matanya kepada Umair dan Julas, mana diantara mereka yang benar dan jujur dengan perkataannya. Lalu Nabi menoleh ke Umair yang wajahnya telah memerah, air matanya menetes dipundak dan dadanya kemudian berdoa : “Ya Allah, turunkan lah kepada Nabi-Mu kejelasan dari apa yang telah ku katakan..”
Julas memperkuat pernyataannya dan berkata : “wahai Rasulullah, apa yang aku katakan adalah suatu kebenaran. kalaulah perlu, aku akan bersumpah dihadapanmu”. Kemudian ia bersumpah tanpa diminta oleh Rosulullah SAW.
Para sabahat tercengang, hingga Rosulullah SAW terdiam tenang dalam keadaan menerima wahyu, setelah terbangun beliau membaca Ayat yang turun :
Mereka (orang-orang munafik itu) bersumpah dengan (nama) Allah, bahwa mereka tidak mengatakan (sesuatu yang menyakitimu). Sesungguhnya mereka telah mengucapkan Perkataan kekafiran, dan telah menjadi kafir sesudah Islam dan mengingini apa yang mereka tidak dapat mencapainya[mereka ingin membunuh Nabi Muhammad SAW], dan mereka tidak mencela (Allah dan Rasul-Nya), kecuali karena Allah dan Rasul-Nya telah melimpahkan karunia-Nya kepada mereka. Maka jika mereka bertaubat, itu adalah lebih baik bagi mereka, dan jika mereka berpaling, niscaya Allah akan mengazab mereka dengan azab yang pedih di dunia dan akhirat; dan mereka sekali-kali tidaklah mempunyai pelindung dan tidak (pula) penolong di muka bumi. (QS. At Taubah : 74)
Gemetarlah Julas mendengar ayat yang turun, kemudian menoleh kepada Nabi seraya berkata :”saya bertaubat wahai Rasulullah…saya bertobat., benarlah Umair ya Rasul, sayalah yang berdusta. Pintakan kepada Allah agar menerima taubatku, jadikan saya sebagai tebusamu Ya Rasul.
Nabipun menoleh ke Umair, dilihatnya darah yang berkumpul dikepalanya telah menyebar dan wajahnya pun sudah berseri, tersinari dengan cahaya iman, kemudian tangan Rasul yang mulia memegang telinga Umair dengan halus dan berkata: “benarlah apa yang didengar oleh telingamu wahai anak, dan telah membenarkan Rabmu”.
Kembalilah Julas kepangkuan islam dan ia memperbagus keislamanya. Para sahabat telah mengetahui kebaikan Julas kepada Umair, dan bila disebut umair, julas berkata : semoga Allah membalas kebaikannya atasku, sungguh telah menyelamatkaku dari kekafiran, dan membebaskanku dari Neraka.