Balasan untuk Sebuah Pengorbanan
“Man taraka syaian lillah, ‘awwadhahullah khairan minhu” Sesiapa yang meninggalkan sesuatu karena Allah, Allah akan menggantinya dengan yang lebih baik. Kalimat ini sangat masyhur dikalangan para ulama serta para penulis. Meski secara lafadz berasal dari hadits dhaif, tapi dari segi isi dinilai shahih karena memiliki syawahid (pendukung) dari hadits-hadits shahih. Diantaranya adalah hadits:
”Sesungguhnya, tidaklah engkau meninggalkan sesuatu karena Allah Azza wa Jalla, melainkan pasti Allah akan menggantikan dengan sesuatu yang lebih baik bagimu.” (HR Ahmad, al-Albani mengatakan, sanadnya shahih sesuai syarat Muslim)
Para ulama menjadikan kalimat diatas sebagai kaidah kehidupan. Tuntunan hidup agar manusia lebih bersemangat dan tidak perlu khawatir untuk meninggalkan sesuatu yang mubah apalagi yang haram demi mendapat ridha dari Allah. Sebab, Allah pasti akan memberikan ganti yang lebih baik.
Perlu kita dalami, apa maksud dari ”sesuatu” dan apa pula ganti yang baik tersebut. Doktor amin bin Abdullah asy Syaqawi menjelaskan dalam salah satu makalahnya, maksud dari meninggalkan ”sesuatu”, artinya bisa sesuatu yang mubah atau lebih dari itu yang haram. Yang mubah misalnya berbagai kemewahan dunia, seperti yang dilakukan oleh salah seorang ahli ibadah di Kufah. Suatu ketika Fudhail bin Iyadh dan Ibnul Mubarak menengok sang ahli ibadah yang telah lama menyapih dirinya dari kemewahan dunia ini, tentunya bukan karena aslinya miskin. Ibnul Mubarak mengatakan, ”Wahai saudaraku, kami mendengar bahwa tidaklah seseorang meninggalkan sesuatu karena mencari ridha Allah, melainkan Allah akan memberinya ganti dengan yang lebih baik, lalu apa ganti dari Allah untukmu?” ia menjawab, ”Keridhaanku pada kondisiku sekarang.” Ibnul Mubarak berkata, ”Itu cukup bagimu.” (Shifatushafwah, 3/185).
Adapun meninggalkan yang haram, ada banyak contoh dalam hal ini. Yang dimaksud adalah meninggalkan yang haram dikala memiliki kesempatan melakukannya. Contoh paling masyhur adalah kisah nabi Yusuf yang meninggalkan ajakan isteri raja untuk berzina lalu memilih masuk penjara. Kemudian Allah memberikan ganti berupa kekuasaan yang luas dan keamanaan dari fitnah. Ada juga beberapa kisah lain yang mirip dari segi plot cerita. Intinya menolak zina lalu dikarunia Allah sesuatu yang jauh lebih baik.
Seperti kisah seorang pedagang yang pada zaman perang salib, yang disebutkan dalam kitab Mausu’ah al Khitab wa Durus, Syaikh Ali bin Nayif asy Syahud. Pedagang ini tinggal di suatu negeri di Eropa dimana antara pasukan Islam dengan tentara salib setempat terjadi perjanjian damai. Suatu ketika ia kedatangan pengunjung seorang wanita eropa yang sangat cantik. Kecantikannya membius dirinya dan membuatnya memberi diskon besar untuk si wanita. Wanita itupun keranjingan beli di tokonya. Karena tak tahan, akhirnya pemilik toko menyampaikan maksud hatinya untuk bisa bersua dengan si wanita pada pembantunya. Pembantunya mengatakan, ia harus menyerahkan uang 50 dinar. Malam harinya keduanya bertemu, tapi pada saat itu, si pedagang ingat kepada Allah dan urung melakukan apa yang memang seharusnya tidak ia lakukan. Si wanita pun marah dan pergi.
Beberapa hari kemudian, si wanita datang lagi, rasa sesal menyeruak di hati pedagang, mengapa kemarin ia sia-siakan pertemuannya? Ia pun menyampaikan keinginannya pada pembantu, setelah menyerahkan uang yang lebih banyak dari kemarin, kejadian seperti kemarin terulang kembali. Dan saat bertemu dengan sang wanita, si pedagang kembali menyesal. Demikian hingga beberapa kali.
Kali yang terakhir, si wanita meminta uang yang hanya bisa dipenuhi jika si pedagang menjual tokonya. Benar, toko pun dijual. Tapi belum sempat keduanya bertemu, pasukan islam mengumumkan perjanjian damai berakhir. Semua orang muslim harus hijrah ke negeri lain. Si pedagang pun pindah dengan membawa kerugian. Di tempat hijrahnya ia kembali berdagang dan melupakan masa lalunya.
Suatu ketika, pasukan Islam dikabarkan telah merebut kota yang dulu ditempati pedagang. Saat rombongan pasukan lewat, pemimpin pasukan melihat budak milik si pedagang dan ingin membelinya. Hanya saja, pada saat itu si panglima hanya memiliki uang cash 90 dinar, padahal harga budak itu 100 dinar. Sang panglima mengatakan, kekurangannya si pedagang boleh mengambil budak hasil tawanan perang. Si pedagang pun masuk ke sebuah tenda tempat pasukan mengumpulkan budak. Tak dinyana, ternyata si wanita Eropa itu ada didalamnya. Pedagang itu mengatakan, ”Kini, untuk mendapatkanmu aku hanya perlu membayar 10 dinar.” Lalu wanita itupun dinikahi.
Adapun ganti yang lebih baik, bisa berupa sesautu yang persis seperti apa yang ditinggalkan, atau yang lebih baik lagi. Dapat pula berupa sesuatu yang bersifat maknawi dan bukan materi, di dunia dan akhirat. Ibnul Qayim menjelaskan dalam kitab al Fawaid, ganti itu bisa berbagai macam, tapi yang paling istimewa adalah kecintaan kepada Allah, ketenangan hati, kekuatan jiwa, semangat, rasa gembira dan keridhoan pada Allah Ta’ala.(Juz I/107).
Seperti orang yang meninggalkan kemaksiatan berupa memandang yang haram, Allah akan menggantinya dengan balasan yang sangat luar biasa berupa pandangan hati (bashirah) dan firasat yang terang benderang. Di dalam kitab al Jawabul Kaafi, Ibnul Qayim menjelaskan, orang yang menjaga pandangannya dari yang haram, Allah akan membukakan baginya mata hatinya, pintu ilmu dan juga firasat yang tepat. (I/126)
Atau seperti ganti bagi yang meninggalkan debat kusir. Kelak di jannah ia akan diberi rumah. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
”Barangsiapa yang meninggalkan debat kusir sedang dia salah, akan dibangun untuknya rumah di teras jannah, dan barangsiapa meninggalkannya meski dia benar, akan dibangunkan rumah di tengah jannah.(HR. At Tirmidzi, Imam Albani menilai ”hasan”,Shahih Targhib wa Tarhib I/32).
Selanjutnya, syarat untuk mendapatkan semua itu adalah ”lillah”, yaitu demi mendapatkan ridha Allah. Tanpanya, ganti yang lebih baik tidak akan pernah bisa didapatkan.
Begitulah, kaidah di atas telah dibuktikan oleh orang sebelum kita. Memang, yang haram itu enak kelihatannya dan nikmat saat dirasa. Tapi akibat buruknya tidak akan sebanding dari secuil kenikmatannya. Sedang meninggalkannya sangatlah berat dan pahit, tapi gantinya akan mampu membuat kita lupa terhadap kenikmatan yang ditawarkan. Ya, Allah mudahkanlah hati kami untuk meninggalkan apa yang engkau larang, berilah kekuatan hati dan berilah kami ganti yang lebih baik. Amin. Wallahua’lam. (anwar)