Al Qur’an Dan As Sunnah Bukan Kitab Hukum?
Subhanallah.! Sugguh keterlaluan, merayakan 15 tahun berdirinya jaringan liberal dengan menambah koleksi kalimat kemungkaran dan kejahatan. Ade armando selaku pimpinan redaksi Madina online sekaligus dosen komunikasi FISIP di UI, berkata :
“kita sebaiknya tidak memandang isi Al Quran, Sunnah dan Hadits sebagai hukum yang harus kita patuhi sepanjang zaman. Begitu kita memperlakukan Al Quran, Sunnah dan Hadits sebagai hukum yang harus kita patuhi secara literal, pada saat itulah bencana dimulai.” dan ia menguatkan perkataannya itu dengan tulisan yang telah ditulis sebelumnya :
Al-Quran itu jelas bukan kitab hukum. Kalau Tuhan mau menurunkannya sebagai kitab hukum, saya rasa bentuknya tidak seperti Al-Quran yang kita kenal sekarang. Kalau Al-Quran ini kitab hukum, logisnya Al-Quran ditulis sebagaimana Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).
Betul apa yang disabdakan Nabi Muhammad shallallahu’alaihi wasallam 14 abad yang silam,
وَإِنَّ الْعَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ مِنْ سَخَطِ اللَّهِ لَا يُلْقِي لَهَا بَالًا يَهْوِي بِهَا فِي جَهَنَّمَ
Dan sungguh, seorang hamba akan mengucapkan sebuah kalimat yang dibenci oleh Allah, suatu kalimat yang ia tidak meperdulikannya, namun dengannya Allah melemparkannya ke dalam neraka.” (HR. Bukhari)
Tidak hanya sunnah yang ditolak, alqur’an pun ditolak juga untuk dijadikan sebagai hukum, dengan alasan yang mengada ada dan canda. Tidakkah ia pernah membaca firman Allah :
“Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu ? mereka hendak berhakim kepada thaghut[hukum yang dibuat manusia yang menyelisihi hukum Allah dan RasulNya], Padahal mereka telah diperintah mengingkari Thaghut itu. dan syaitan bermaksud menyesatkan mereka (dengan) penyesatan yang sejauh-jauhnya.”
Apabila dikatakan kepada mereka: “Marilah kamu (tunduk) kepada hukum yang Allah telah turunkan dan kepada hukum Rasul”, niscaya kamu Lihat orang-orang munafik menghalangi (manusia) dengan sekuat-kuatnya dari (mendekati) kamu. (QS. AN Nisa: 60-61)
Tidakkah ade takut terhadap firman Allah :
“Maka demi Rabbmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.” (QS. AN Nisa: 65) shadaqallahul azhiim (Maha benar Allah dengan segala firmanNya)
Sudah Maklum diketahui setiap muslim, bahwa Hadits shahih merupakan hujjah syar’iyyah, menjadi dalil dan landasan hukum bagi setiap muslim. bila ada orang yang mengingkarinya secara umum, atau mendustakan hadits Rasulullah padahal dia mengerti betul bahwa yang didustakan itu adalah ucapan Nabi, dia menolak dan tidak menerimanya, maka tidak ada keimanan dalam dirinya. Firman Allah ta’ala dalam surat An Nisa ayat 65 diatas menunjukkan dengan jelas bahwa Allah mewajibkan atas orang orang mukmin untuk pasrah secara sempurna terhadap perkataan dan putusan Nabi Muhammad shallallahu’alaihi wasallam.
Setelah mengutip hadits Rasulullah: “Apabila kamu makan dan minum, makan dan minumlah dengan tangan kanan, karena hanya setan yang makan dengan tangan kiri.” Ade mengangap ini menggelikan dan ia berceloteh, “apa salahnya makan dengan tangan kiri dan masak sih hanya setan yang makan dengan tangan kiri?”
Jadi kalau Nabi makan dengan tangan kanan, ya, itu sekadar kebiasaan Nabi. Bahwa Nabi mengatakan bahwa setan makan dengan tangan kiri, ya, bisa saja sekadar metafora, atau bercanda atau bahkan mungkin saja sebenarnya Nabi tidak pernah mengatakan begitu tapi ada orang yang mengira Nabi mengatakan itu atau bahkan mungkin juga ada orang yang sengaja berbohong tentang ucapan Nabi itu.
Kacau betul pemikirannya, di satu sisi ia mengatakan, “Saya tidak ingin mengatakan, umat Islam selayaknya menolak Sunnah dan Hadits. Dan di sisi yang lain ia berkata, “Yang ingin saya katakan, Sunnah dan Hadis bukan hukum, melainkan sekadar rujukan, panduan, atau bahkan catatan sejarah yang sebagian isinya diragukan kebenarannya.”
Panduan adalah sesuatu yang menunjukkan arah agar sampai ke tujuan, jika menyelisihi panduan maka ia akan tersesat dan tidak akan sampai tujuan. Begitu pula rujukan, maknanya ia menjadi pedoman dan landasan untuk memutuskan suatu perkara, yang sifatnya mengikat. Bodoh sekali orang yang menerima hadits sebagai rujukan dan panduan tapi tidak mau menerimanya sebagai hukum.
Kiranya kalimat terakhir itulah yang menunjukkan asli liberalnya dan asli metodologinya (yang diambil dari orientalis) dalam memahami Islam, yaitu Hadits adalah sekedar catatan sejarah. Ditambah kalimat terakhirnya, yang sebagian isinya diragukan kebenarannya.
Begitulah Alqur’an diperlakukan, ia menuliskan : Sebuah teks adalah produk zamannya. Dia mencerminkan kondisi sosial-politik-budaya-ekonomi zamannya. Dengan demikian, apapun yang ada dalam Al-Quran adalah gagasan-gagasan yang perwujudannya dalam teks merefleksikan konteks zaman tersebut.
Makanya kesimpulan ade, “isi Al-Quran bukanlah rangkaian aturan yang harus kita jalankan di masa ini.” subhanallah, Maha suci Allah dari ucapan mungkarnya.
Allah menjaga keaslian Alqur’an hingga akhir zaman tidak sebagaimana kitab yang lain, jika alqur’an dijaga maka lazim yang menerangkan dan menjelaskan alqur’an juga terjaga. Dalam keilmuan Islam dikenal dengan adanya sanad dan matan, inilah metodologi yang mapan yang dimiliki kaum muslimin dan tidak dimiliki oleh yahudi dan nashrani.
Ibnu Hazm berkata: “Periwayatan orang-orang yang terpercaya hingga sampai ke Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah kekhususan yang diberikan Allah kepada umat ini, yang tidak ada di agama lain. Adapun riwayat mursal atau mu’dhal (jenis-jenis riwayat yang terputus jalur periwayatannya), banyak terdapat di Yahudi tapi tidak sampai mendekati Musa alaihissalam sebagaimana riwayat kita sampai kepada Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam.”
Abdullah bin al-Mubarak rahimahullah berkata: “Sanad itu termasuk bagian agama, kalau seandainya tidak ada sanad, maka berkatalah orang yang hendak berkata dengan perkataan yang ia inginkan.”
Kalaulah Perkataan paling benar (Al Qur’an) dan petunjuk paling baik (As Sunnah) tidak dipraktekkan sepanjang zaman, maka dengan perkataan dan petunjuk siapa lagi?!