Agar Setan Menyesal
Lumrahnya, kalau manusia terpeleset melakukan dosa apalagi dosa besar, manusialah yang akan rugi dan dan setanlah yang akan merasa beruntung dan bergembira. Tapi bagaimana jika setelah manusia melakukan dosa, justru setanlah yang menyesal dan berkata, “Andai saja aku tidak menjerumuskannya ke dosa itu…”? Bagaimana yang semacam ini bisa terjadi?
Setiap hari jiwa kita bergelut dengan nafsu yang dikipasi setan. Memilih antara melakukan kebaikan atau kemaksiatan, antara yang bermanfaat atau yang sia-sia, kebenaran atau kebatilan. Ketaatan dan kebaikan ibarat anak tangga kayu yang membuat pijakan kaki semakin tinggi dan derajat kita semakin meningkat. Sedang dosa tak ubahnya rayap yang kita biarkan menggerogoti pijakan hingga membuat pijakan patah dan kita pun terjerembab ke tangga dibawahnya atau bahkan paling bawah.
Fokus usaha setan hanyalah mencari cara agar manusia terperosok. Semakin jauh manusia jatuh, semakin dekat dirinya dengan “hunian masa depan setan”, neraka jahanam. Kalaupun kadang manusia masih bisa bangkit, setan akan kembali menjatuhkannya pada derajat yang lebih rendah. Begitulah seterusnya, manusia berusaha, setan menggagalkan.
Kalau saja Allah tidak meluaskan rahmat-Nya dan hanya menerima orang-orang yang selamat sampai di atas tanpa memberikan dispensasi bagi yang terjatuh, wallahua’lam, entah akan bagaimana nasib kebanyakan manusia. Tapi, segala puji bagi Allah yang membuka pintu taubat. Sebuah pintu rahmat yang tak ternilai harganya bagi manusia yang sering salah dan lupa. Itulah taubat. Dengan taubat, manusia bahkan bisa lebih cepat membuat anak tangga menuju kemuliaan daripada sebelumnya.
Manakala seseorang berbuat dosa lalu bertaubat, perasaan rendah diri, kehinaan di hadapan Allah, kebergantungan kepada-Nya, ketakutan atas nasibnya dan harapan akan kasih sayangnya akan membuatnya bersegera mengganti anak tangga yang rapuh dan menggantinya dengan yang baru. Ia pun naik dengan cepat.
Allah berfirman, :
إِلاَّمَنْتَابَوَءَامَنَوَعَمِلَعَمَلاًصَالِحًافَأُوْلَئِكَيُبَدِّلُاللهُسَيِّئَاتِهِمْحَسَنَاتٍوَكَانَاللهُغَفُورًارَّحِيمًا
“Kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman dan mengerjakan amal saleh; maka mereka itu kejahatan mereka diganti Allah dengan kebajikan.Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS.al Furqan:70)
Ibnu Abbas menjelaskan bahwa maksud keburukan diganti dengan kebaikan bagi orang yang bertaubat adalah hati dan amalnya yang tadinya berisi keburukan akan diganti dengan kebaikan; syirik akan diganti dnegan iman, zina diganti dengan sikap menjaga diri dan kehormatan, dusta diganti dengan kejujuran dan khianat dengan sifat amanat. Dengan ini dia melaju menaiki tangga menuju janah laksana kilatan petir. Said bin Musayib bahkan berpendapat bahwa keburukan yang diganti adalah keburukan amal di dunia diganti dengan kebaikan di akhirat.
Ibnul Qayim menjelaskan, ada seorang salaf yang menyatakan bahwa ada kalanya seorang yang berbuat salah lalu bertaubat lebih baik dari yang tidak pernah terpeleset tapi merasa ujub dengan amalnya. Orang yang salah lalu bertaubat, dosanya selalu tampak di mata kemanapun dia pergi. Hatinya pun hancur, senantiasa menyesali dan memohon ampun. Sedang yang senantiasa berbuat baik merasa ujub, kebaikannya teringat kemanapun dia pergi, hingga hal itu justru dapat mencelakakannya.(Madarijus Salikin,Ibnul Qayim, hal. 57).
Hanya saja taubat yang dimaksud adalah taubat nashuha. Taubat yang total yang memiliki tanda, orang yang melakukan taubat tersebut menjadi lebih baik dari sebelumnya dan selalu berusaha berada pada jalur yang benar. Contoh nyatanya adala pada kisah-kisah para pendahulu seperti fudhail bin Iyadh, seorang perampok yang bertaubat dan akhirnya menjadi ulama dan orang shalih hingga akhir hayatnya –wala nuzakki ‘alallahi ahada-. Bukan taubat sambal yang memiliki efek temporer dan hanya pada titik dosa yang telah dilakukannya. Bertaubat dari zina, tapi masih gampang terjerumus atau malah bergelimang dosa riba, misalnya. Bukan. Taubat nashuha adalah taubat yang mempengaruhi hati dan amal secara keseluruhan hingga membuatnya semakin baik, meskipun bisa jadi pemicunya hanya satu jenis dosa.
Taubat itu seperti seember air yang diguyurkan pada kanvas amal yang telah kita coreti dengan tinta nafsu yang hitam. Air itu meluruhkan torehan-torehan itu hingga bersih. Dosa-dosa yang kita lakukan tak ubahnya saputan-saputan tinta pada kanvas hati yang semakin lama akan membentuk seraut wajah yang mengerikan. Wajah dari amal dan hakikat diri kita. Dan taubat nashuha adalah air yang membilasnya dengan bilasan yang amat bersih.
Manakal seseorang bertaubat nashuha karena suatu dosa, saat itulah setan akan kesal dan menyesal, andai saja dia tidak menjerumuskannya pada dosa itu. Rupanya dosa itu terlalu berat bagi hatinya dan justru membuat hati amat menyesal dan kembali kepada Allah. Andai saja ia jermusukan manusia tadi pada dosa yang lain. Benar-benar sebuah kerugian yang besar. Lukisan mengerikan itu hampir saja sempurna, tapi harus musnah tanpa sisa diguyur air taubat nashua.
Nah, pada akhirnya kitalah yang akan memilih. Allah sudah bukakan pintu, apakah kita akan memasukinya atau berpaling meninggalkannya.
Ya Allah, karuniakanlah kepada kami taubat nashuha. Ampunilah seluruh dosa-dosa kami dan gantilah keburukan kami dengan kebaikan. Amin.