Mencari Tipe Kepribadian Diri dengan Al-Quran
Allah memberikan bakat dan potensi yang berbeda-beda di antara manusia. Dengan bakat itu, manusia berusaha mendapatkan kualitas penghidupan yang layak. Meskipun, tidak semua orang dengan mudah memahami bakat dirinya di awal-awal usia. Sebagian lagi bahkan dianggap gagal menemukan bakatnya dan sebagian lagi gagal mengoptimalkan potensinya.
Adalah wajar jika kemudian banyak berkembang di era kini; tes, pelatihan dan training kepribadian untuk mencari karakter diri. Targetnya, seseorang bisa memahami bakat dan karakter paling dominan pada dirinya, peluang karir yang memiliki peluang besar sukses untuk diterjuni, serta tantangan apa yang mungkin akan dihadapi.
Begitulah usaha manusia demi kebahagiaan dunia yang umurya berkisar antara 60 sampai 70 tahun, atau lebih sedikit bagi yang dipanjangkan umurnya. Itu belum dipotong masa ‘berjuang’ dan jerih payahnya untuk sampai pada titik kemapanan dan hidup nyaman. Juga akhir-akhir usia senja yang meski kenikmatan tersedia, ia sudah tidak mampu lagi merasainya.
Tes-tes semacam itu dikemas dalam pelatihan yang bertujuan untuk mengenal watak pribadi, karakter psikis, penelusuran bakat dan minat, gali potensi dan sebagainya agar tak salah dalam memilih karir duniawi. Teori diambil dari orang-orang Barat atau mungkin juga dipadu dengan toeri-teori orang Timur. Tidak sepenuhnya salah memang, karena sebagiannya bisa jadi disimpulkan dari pengalaman panjang atau dari penelitian dari sumber yang banyak.
Akan tetapi, adakah perhatian yang sama kita lakukan untuk menilai karakter diri, dikaitkan dengan masa depan akhirat kita, lalu mengacu dan mengambil dari sumber yang valid terpercaya dan tiada salah di dalamnya?
Banyak yang lupa, bahwa sebenarnya Al-Qur’an telah komplit menyebutkan segala tipe dan kriteria manusia terpuji, lengkap dengan tingkatan dan jenis amal unggulannya. Begitupun dengan segala kriteria manusia tercela, lengkap dengan tingkatan dan jenis-jenis keburukannya. Seperti apapun karakter dan jenis manusia, termasuk masing-masing kita, Al-Qur’an telah menyebutkan tentangnya. Persoalannya, tidak banyak yang serius menjadikan Al-Qur’an sebagai cermin kepribadian, atau menjadikannya sebagai acuan meniti ‘karir’ akhiratnya.
Allah Ta’ala befirman,
لَقَدْ أَنزَلْنَا إِلَيْكُمْ كِتَابًا فِيهِ ذِكْرُكُمْ ۖ أَفَلَا تَعْقِلُونَ ﴿١٠﴾
“Sesungguhnya telah Kami turunkan kepada kamu sebuah kitab yang di dalamnya terdapat ‘dzikrukum’ (penyebutan tentang dirimu atau) sebabsebab kemuliaan bagimu. Maka apakah kamu tiada memahaminya?” (QS. Al-Anbiya’: 10)
Makna “dzikrukum” dalam ayat ini banyak disebutkan para ulama tafsir. Ada yang memaknai sebagai kemuliaan di dunia dan akhirat, sebagaimana yang dijelaskan oleh Imam al-Qurthubi. Dan memang al-Qur’an adalah barometer kemuliaan sebagaimana hadits nabi ﷺ,
إِنَّ اللَّهَ يَرْفَعُ بِهَذَا الْكِتَابِ أَقْوَامًا وَيَضَعُ بِهِ آخَرِينَ
“Sesungguhnya Allah mengangkat derajat suatu kaum dengan kitab ini (Al Qur’an) dan menghinakan kaum yang lain dengan kitab ini pula.“ (HR. Muslim)
Ada pula yang yang memaknai “dzikrukum” sebagai peringatan, ini juga tepat karena al-Qur’an adalah adz-Dzikr. Dan ada pula makna dzikrukum adalah yang menyebutkan perihal (karakter) kalian. Yakni bahwa segala jenis tipe manusia sejatinya telah disebutkan di dalam al-Qur’an, sebagaimana yang diisyaratkan oleh Ahnaf bin Qais rahimahullah. Sayangnya, hanya sedikit orang yang konsen dan memiliki ketertarikan untuk mengulik kepribadian diri dengan cara ini.
Di antara sedikit orang yang secara serius melakukan tes kepribadian dengan Al-Qur’an adalah Ahnaf bin Qais rahimahullah, seorang tabi’in senior, murid dari Amirul Mukminin Umar bin Khathab radhiyallahu anhu. Muhammad bin Nashr al-Marwazy dalam Mukhtashar Qiyaamul Lail mengisahkan tentang Ahnaf. Suatu kali beliau duduk merenungi firman Allah, “Sesungguhnya telah Kami turunkan kepada kamu sebuah kitab yang di dalamnya terdapat ‘dzikrukum’ (penyebutan tentang dirimu atau) sebab-sebab kemuliaan bagimu. Maka apakah kamu tiada memahaminya?” (QS. Al-Anbiya’: 10)
Tatkala membaca ayat tersebut, beliau bergumam, “Saya akan membuka lembar demi lembar mushaf al-Qur’an, untuk mencari ayat yang menyebutkan tentang karakter diriku, hingga aku tahu, tipe orang seperti apa aku, dan kaum mana yang paling mirip dengan diriku.”
Begitulah al-Qur’an setiap kali dibaca, memberikan inspirasi positif bagi yang mau mentadaburi. Mencari tipe kepribadian diri di sini bisa dimaknai menggali potensi lebih yang Allah anugerahkan kepada masing-masing manusia. Karena sebagaimana perolehan rejeki harta, rejeki berupa potensi amal ataupun ibadah masing-masing manusia berbeda-beda jenis unggulannya, juga tingkat perolehannya. Ini seperti yang dikatakan oleh Imam Malik rahimahullah, “Innallaha qassamal a’mal kama qassamal arzaq,” Allah membagi amal, itu seperti membagi rejeki. Pintunya bermacam-macam, pendapatannya juga berbeda-beda.
Sudahkah kita temukan unggulan amal kita sebagaimana kita temukan pintu rejeki kita? Atau bahkan belum pernah mencarinya? Abu Lahab sudah menemukan jati dirinya di dalam al-Qur’an, yakni di dalam Surat al-Lahab. Lalu di manakah posisi kita, ayat berapa dari Surat apa? Semoga lekas menemukannya, aamiin.