Dakwah Indah yang Dibalas Satir Nyinyir
Satu-satunya Nabi yang diakui memiliki keindahan retorika dakwah adalah Nabi Syuaib. Bahkan Rasulullah ﷺ sendiri mengakui dan menyebut nabi Syuaib sebagai “Khatibnya para Nabi”. Juru bicaranya para Nabi. Diksi dan cara pengungkapan kata Nabi Syuaib benar-benar memukau. Setiap nasihat yang Beliau sampaikan benar-benar cerdas secara makna, santun secara rasa. Sementara kita tahu, senjata utama para dai adalah retorika dan kekuatan kata-kata. Dengannya, seorang pendakwah mampu mengajak bahkan mengubah umat.
Malangnya, bangsa yang dihadapi Sang Juru bicara para Nabi adalah bangsa Madyan. Bangsa dengan tingkat kebebalan nalar dan kekerasan watak yang sudah sampai pada level puncak. Para penyembah pohon Oak bernama Aikah ini adalah bangsa preman. Merekalah manusia yang pertama kali melakukan pemalakan. Mereka menduduki jalur-jalur strategis dan melakukan pemungutan paksa berupa 10% dari total harta yang dibawa oleh para pejalan. Mereka juga kejam dan bengis, sebab jika tidak, tentu para pejalan akan melawan karena sama-sama memiliki senjata.
“wataquduna bikuli shirotin”
Dalam hal jual beli, mereka adalah bangsa yang licik dalam hal berdagang. Ciri khas mereka dalam berdagang adalah curang dalam timbangan dan takaran serta berusaha menghalalkan segala cara demi meraih untung lebih yang bukan haknya. Benar-benar sebuah bangsa preman yang arogan, curang dan tentu saja, memiliki tabiat kasar dalam berkata-kata. Dakwah dan nasihat santun nan indah dari Nabi Syuaib selalu dibalas dengan satir-satir nyinyir yang nylekit dan kata-kata yang melecehkan.
Saat Nabi Syuaib menasehati:
“Dan Syu’aib berkata: “Hai kaumku, cukupkanlah takaran dan timbangan dengan adil, dan janganlah kamu merugikan manusia terhadap hak-hak mereka dan janganlah kamu membuat kejahatan di muka bumi dengan membuat kerusakan. Sisa (keuntungan) dari Allah adalah lebih baik bagimu jika kamu orang-orang yang beriman. Dan aku bukanlah seorang penjaga atas dirimu.” (QS. Huud: 85-86)
Mereka membalas:
“Mereka berkata: “Hai Syu’aib, apakah sembahyangmu menyuruh kamu agar kami meninggalkan apa yang disembah oleh bapak-bapak kami atau melarang kami memperbuat apa yang kami kehendaki tentang harta kami. Sesungguhnya kamu adalah orang yang sangat penyantun lagi berakal”. (QS. Huud: 87)
Ibnu Katsier menjelaskan makna tersirat dalam kata-kata penuh ejekan ini, wahai Syuaib, apa tuhan yang kamu sembah itulah yang menyuruhmu agar kamu memusuhi kami, dan memaksa kami agar hanya menyembah-NYa dan meningalkan tuhan kami dan tuhan leluhur kami? Atau dia juga yang menyuruh kami agar kami bertransaksi menurut cara yang kamu inginkan dan meningalkan cara bertransaksi yang biasa kami jalani tapi tidak kamu sukai? Oh, Syuaib, Kamu memang benar-benar manusia paling ‘penyayang’ dan paling ‘pintar’.
Baca Juga: Biografi Iblis, Si Pembangkang Hingga Akhir Zaman
Soal kebiasaan mereka curang dalam berdagang, Nabi Syuaib pun sudah berusaha memberi solusi. Yaitu bahwa jika mereka berhenti curang dalam berdagang, keuntungan mereka akan lebih berkah dan Allah akan menambah kesejahteraan bagi mereka. Kecurangan dalam beradgang sering kali didasari rasa takut akan rugi atau tamak atas keuntungan lebih, padahal curang adalah jalan yang jstru akan membawa pelakunya kepada kerugian dan kehilangan laba.
Dan untuk menguatkan, nabi Syuaib juga mengingatkan agar mereka takut kepada adzab yang belum lama terjadi, yaitu punahnya kaum Sodom. Pasalnya, masa kaum Madyan dengan kaum Sodom hanya selisih beberapa puluh tahun. Dari segi tempat, Madyan juga berada di pinggiran laut mati, area diadzabnya bangsa Sodom. Dan dari segi karakter, keduanya benar-benar memiliki kesamaan: suka merampok, memalak, mengambil harta orang lain baik terang-terangan, secara curang maupun licik, menyekutukan ALlah dan menentang dakwah nabi. Dibandingkan dengan bangsa Sodom, bangsa Madyan benar-benar telah memenuhi syarat sebagai kaum yang terancam adzab.
Namun jawaban mereka atas segala nasihat Nabi Syuaib benar-benar menyakitkan.
“Hai Syu’aib, kami tidak banyak mengerti tentang apa yang kamu katakan itu dan sesungguhnya kami benar-benar melihat kamu seorang yang lemah di antara kami; kalau tidaklah karena keluargamu tentulah kami telah merajam kamu, sedang kamu pun bukanlah seorang yang berwibawa di sisi kami.”
Kami tidak paham apa yang kamu katakan, dan kami memang tidak ingin memahaminya. kami tidak suka dan tak terbersit sedikit pun dalam hati kami untuk mempercayainya. Demikian Ibnu Katsier menjelaskan. Dan hal yang lebih menyakitkan lagi, Bangsa Madyan benar-benar tidak memperhitungkan sama sekali keberadaan Allah sebagai tuhan yang didakwahkan Nabi Syuaib. Hal yang membuat mereka sampai saat itu sedikit segan kepada Nabi Syuaib bukanlah Allah melainkan kabilah Nabi Syuaib. Ini benar-benar penyangkalan mentah-mentah terhadap kenabian Nabi Syuaib. Jika tuhan yang didakwahkan saja tidak diakui, bagaimana mereka akan mengakui status Nabi syuaib sebagai “utusan tuhan”?
Baca Juga: Sejarah Para Tuhan Kaum Nuh
Dan tentunya, dialog ini bukan bukan dialog sekali dua kali. Saat akhirnya Nabi Syuaib berdoa agar Allah menunjukkan siapa yang benar perkataannya, Nabi Syuaib telah berdakwah kepada bangsa Madyan selama puluhan tahun. Dialog yang ada dalam al-Quran adalah cuplikan dari dakwah panjang dan intensif yang telah dilakukan Nabi Syuaib kepada kaumnya. Permohonan Nabi Syuaib kepada Allah agar membuktikan ancaman adzab itu dilakukan setelah Nabi Syuaib merasa bahwa kebebalan kaumnya sudah tidak mungkin lagi ditembus dengan dakwah. Akhirnya beliau serahkan urusan mereka kepada Allah.
Dan akhirnya, bangsa Madyan menerima hukuman sesuai perbuatan mereka. Ada tiga jenis Adzab yang turun atas mereka: pertama gempa yang menggetarkan sebagai balasan karena mereak telah menggetarkan hati Nabi dan orang-orang mukmin dengan berbagai intimidasi. Adzab kedua adalah pekikan suara yang keras sebagai hukuman atas ketulian mereka dari nasihat. Dan yang ketiga adalah awan hitam yang menghujani mereka.
Oleh: Ust. Taufik Anwar/Ibrah