Hukum Kotoran Kucing
Akhir-akhir ini masyarakat dihebohkan dengan pernyataan seorang da’I yang menyebut bahwa kotoran kucing itu suci. Apakah pernyataan ini benar? Dan bagaimana pandangan ulama terhadap kotoran kucing? Tulisan bawah ini menjelaskannya.
Hukum Memelihara Kucing
Dibolehkan memelihara kucing dengan syarat diberi makanan secukupnya, sebagaimana yang tersebut di dalam hadits Ibnu ‘Umar radhiyallahu’anhuma, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
عُذِّبَتِ امْرَأَةٌ فِي هِرَّةٍ سَجَنَتْهَا حَتَّى مَاتَتْ فَدَخَلَتْ فِيهَا النَّارَ لَا هِيَ أَطْعَمَتْهَا ، وَلَا سَقَتْهَا إِذْ حَبَسَتْهَا ، وَلَا هِيَ تَرَكَتْهَا تَأْكُلُ مِنْ خَشَاشِ الْأَرْضِ
“Seorang wanita disiksa karena seekor kucing yang dia kurung sampai mati. Dia masuk Neraka karenanya. Dia tidak memberinya makan dan minum sewaktu mengurungnya. Dia tidak pula membiarkannya dia makan serangga bumi.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Air Liur Kucing tidak Najis
Air liur kucing suci, sehingga jika ia menjilat air di bejana atau minuman di gelas, maka air tersebut tetap suci, boleh berwudhu dengannya. Ini sesuai dengan hadits Kabsyah binti Ka’ab bin Malik,
عَنْ كَبْشَةَ بِنْتِ كَعْبِ بْنِ مَالِكٍ وَكَانَتْ تَحْتَ ابْنِ أَبِى قَتَادَةَ : أَنَّ أَبَا قَتَادَةَ دَخَلَ عَلَيْهَا فَسَكَبَتْ لَهُ وَضُوءًا ، فَجَاءَتْ هِرَّةٌ تَشْرَبُ مِنْهُ فَأَصْغَى لَهَا أَبُو قَتَادَةَ الإِنَاءَ حَتَّى شَرِبَتْ – قَالَتْ كَبْشَةَ – فَرَآنِى أَنْظُرُ إِلَيْهِ فَقَالَ : أَتَعْجَبِينَ يَا ابْنَةَ أَخِى؟ قَالَتْ فَقُلْتُ : نَعَمْ. فَقَالَ إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ :« إِنَّهَا لَيْسَتْ بِنَجَسٍ ، إِنَّهَا مِنَ الطَّوَّافِينَ عَلَيْكُمْ وَالطَّوَّافَاتِ ».
Dari Kabsyah binti Ka’ab bin Malik, bahwa beliau menjadi istri salah satu anak Abu Qatadah. Suatu ketika sahabat Abu Qatadah radhiyallahu ‘anhu datang menjenguknya, diapun menyiapkan air wudhu untuk bapak mertuanya. Tiba-tiba datang seekor kucing ingin minum air itu. Abu Qatadah-pun membiarkan kucing itu untuk minum. Kabsyah melihat kejadian ini keheranan. Kemudian Abu Qatadah berkata: “Apakah kamu merasa heran dengan hal ini, wahai anak saudaraku?” Kabsyah menjawab: “ Iya “. Kemudian Abu Qatadah berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda “Kucing itu tidak najis. Kucing adalah binatang yang sering berkeliaran di tengah-tengah kalian.” (HR. Ahmad, Nasai, Abu Daud dan Tirmidzi. Hadits ini shahih).
Dalam riwayat lain dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, beliau mengatakan:
وَقَدْ رَأَيْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَتَوَضَّأُ بِفَضلها
“Saya melihat Rasulullah berwudhu dengan air sisa minum kucing.” (HR. Abu Daud. Hadist ini shahih)
Dari hadist di atas disimpulkan bahwa air liur kucing hukumya suci, tidak najis. Ini adalah pendapat mayoritas ulama dari kalangan Malikiyah, Syafi’yah dan Hanabilah. Adapun Abu Hanifah dan Muhammad al-Hasan mengatakan bahwa air liur kucing hukumnya suci tapi makruh.
Hukum Kotoran Kucing
Mayoritas ulama menyatakan bahwa kotoran dan air kencing kucing hukumnya najis. Tetapi mereka berbeda pendapat di dalam menghukumi kotoran hewan selain kucing.
Pertama, mazhab Hanafi berpendapat bahwa air kencing kucing dan tikus hukumnya najis. Ini adalah kesepakatan ulama Hanafiyah di dalam Dhahir Riwayat. Adapun di dalam riwayat yang lemah, terdapat perbedaan pendapat.
Di dalam al-Bahru ar-Raiq (1/242), Ibnu Nujaim al-Hanafi berkata: “Dari sini diketahui bahwa yang dimaksud kesepakatan ulama bahwa air kencing kucing itu najis dalam perkataan mereka: “Jika seekor kucing kencing di sumur, maka harus dikuras semuanya, karena air kencingnya najis, sesuai dengan kesepakatan riwayat, begitu juga jika terkena baju maka menjadi najis, maksudnya kesepakatan riwayat yang dhahir, tetapi tidak semua riwayat, karena terdapat perbedaan di dalamnya.“
Kedua, madzhab Syafi’I menyatakan bahwa seluruh seluruh kotoran dan air kencing yang keluar dari hewan, hukumnya najis, baik yang dagingnya boleh dimakan seperti ikan, burung, ayam, dan kambing. Ataupun dari hewan yang tidak boleh dimakan seperti anjing dan babi. Begitu juga kotoran binatang yang tidak mempunyai darah mengalir, seperti nyamuk.
Berkata Abu Syujak asy-Syafi’I di dalam al-Ghayah wa at-Taqrib (hal.10): “Mencuci seluruh air kencing dan kotoran hukumnya wajib“ ( termasuk di dalamnya air kencing kucing)
Berkata Imam an-Nawawi di dalam al-Majmu’ ( 2/550): “Madzhab kami menyebutkan bahwa seluruh kotoran dan air kencing yang keluar dari hewan, hukumnya najis, baik yang dagingnya boleh dimakan, ataupun tidak, seperti burung. Begitu juga kotoran ikan dan belalang. Begitu juga kotoran binatang yang tidak mempunyai darah mengalir, seperti nyamuk, maka air kencing dan kotorannya tetap najis menurut madzhab (Syafi’i).”
Ketiga, madzhab Hanbali membedakan antara hewan yang boleh dimakan dan yang tidak boleh dimakan.
Berkata Ibnu Qudamah di dalam al-Mughni (1/768): “Sesuatu yang sulit dihindari ada dua macam;
-pertama, makhluk yang menjadi najis jika mati, seperti kucing dan yang lebih kecil bentuknya dari itu. Maka seperti ini hukumnya mengikuti hukum pada diri manusia. Apa-apa yang kita hukumi najis dari manusia, maka kita hukumi najis juga yang berasal dari kucing tersebut. Begitu juga sebaliknya, apa yang kita hukumi dari manusia suci, maka kita hukumi dari kucing tersebut suci juga, kecuali air maninya, maka hukumnya tetap najis. Karena mani manusia adalah bahan penciptaannya, maka menjadi mulia dengan statusnya yang suci. Berbeda dengan air mani kucing dan sejenisnya.
-Kedua, (sesuatu yang sulit dihindari) adalah binatang yang memiliki darah tidak mengalir (seperti lalat, semut dll), maka hukumnya suci seluruh anggota badannya, termasuk kotorannya.
Sebagian kecil ulama berpendapat bahwa kotoran dan air kencing kucing tidak najis, karena sulitnya menghindar darinya. Dasarnya adalah hadist Kabsyah bin Ka’ab bin Malik di atas tentang sucinya kucing. Tentunya pendapat ini lemah, karena yang dimaksud sucinya kucing adalah air liurnya dan badannya, bukan air kencing atau kotorannya, sebagaimana manusia suci badan dan air liurnya, tetapi air kencingnya tetap najis.
Berkata Syekh al-Utsaimin: ”Segala sesuatu yang tidak boleh dimakan dagingnya, maka air kencing dan kotorannya najis, walaupun badannya suci. Seperti manusia, air kencing dan kotorannya najis, walaupun badannya suci ketika hidup dan ketika mati. Begitu juga kucing, badannya suci, tetapi air kencing dan kotorannya najis.“ Wallahu A’lam.
Oleh: Dr. Ahmad Zain An-Najah, MA/Fikih Kontemporer
Baca Juga:
Hukum Menindik Telinga, Hidung dan Pusar
Hukum Mendonorkan Sebagian Organ Tubuh