An-Nammam, Si Biang Keladi Perpecahan
Ketika kita melihat perselisihan di antara saudara-saudara kita seiman, sebaiknya kita tidak langsung memilih untuk berpihak pada siapa atau menyalahkan salah satunya. Sebab, bisa jadi yang salah bukan dua-duanya tapi pihak ketiga yang menjadi dalang dari sengketa dan retaknya bangunan ukhuwah. Dialah si penyebar fitnah dan tukang adu domba alias an-Nammam.
An–nammam, orang yang bermain di balik layar, menghasut, memprovokasi dan membuat propaganda untuk memecah belah persaudaraan. Bisa antara dua orang mukmin, antar kelompok, jamaah, organisasi atau lainnya. Ia mengincar keuntungan di balik perpecahan dan perseteruan. Memanfaatkan berbagai momen dan kesempatan untuk merusak tali persaudaraan. Memantik amarah, menyebarkan fitnah, menyingkap aib, memperluas kesalahpahaman hingga akhirnya terjadi konflik internal di tubuh umat Islam dan munculah kebencian. Lalu, ia pun tersenyum geli melihat kita saling baku hantam dengan saudara sendiri.
Kaki Tangan Setan
Kaki tangan setan yang sangat berbahaya karena besarnya kerusakan yang ditimbulkan akibat makar-makarnya. Jika kita tidak berhati-hati, terperangkap dalam jebakan lalu ikut terjun dalam kancah permusuhan, maka kita telah terjatuh pada fitnah. Lebih-lebih jika sudah sampai pada tindakan fisik. Jika kita melukai atau terluka karena membela akidah, membela keimanan pada Allah dan Muhammad Rasul-Nya, itu adalah perbuatan mulia. Tapi jika jika kita terluka atau melukai saudara kita sendiri, maka wallahua’lam, semoga Allah berkenan mengampuni.
Baca Juga: Munafik yang Pandai Bicara
Padahal sebagaimana kita tahu, betapa berharganya nyawa, bahkan setetes darah orang mukmin di sisi Allah. Betapa syariat menerapkan sistem keamanan yang sangat kuat untuk menjaga jiwa, kehormatan dan hartan seorang mukmin. Dengan qishash, had dan diyat. Tentu yang dimaksud adalah mukmin yang beriman pada Allah dan beriman kepada Muhammad sebagai rasul terakhir Allah.
Jika kita tertipu dengan muslihat si an-Nammam, lalu melanggar penjagaan Allah atas saudara kita, maka sungguh celaka diri kita.
Oleh karenanya, kewaspadaan dan kejelian kita dalam melihat persoalan harus kita tajamkan. Karena selain berbahaya an–namam juga tidak mudah dilacak untuk ditemukan delik dan buktinya agar bisa diadili dan dibuktikan bahwa dialah sebenarnya biang keroknya. Karena biasanya, kita lebih disibukkan dengan konflik yang tampak dan mencari alasan untuk berpihak.
Jangan Mudah Dipengaruhi
Dalam hal ini Allah sudah memberi peringatan agar kita tidak mudah di adu domba dan mengikuti hasutan masya’ bin namim, tukang sebar fitnah dan adu domba. Firman-Nya,
وَلاَتُطِعْ كُلَّ حَلاَّفٍ مَّهِينٍ , هَمَّازٍ مَّشَّآءٍ بِنَمِيمٍ
“Dan janganlah kamu ikuti setiap orang yang banyak bersumpah lagi hina, yang banyak mencela, yang kian ke mari menghambur fitnah.” (QS. Al Qalam :11)
Dalam surat al Hujurat juga disebutkan agar kita berhati-hati dan melakukan cek dan ricek ketika mendengar berita dari orang fasik. Secara umum, kita diperingatkan agar tidak mudah terprovokasi dengan berbagai macam berita yang disampaikan oleh berbagai media. Utamanya berita-berita yang berpotensi menimbulkan konflik dan perpecahan dengan saudara kita sesama mukmin. Agar jangan sampai kita melakukan kezhaliman karena menindak atau berlaku tidak baik pada sesama mukmin yang sejatinya tidak bersalah. Kita melakukannya hanya karena salah paham dan kecerobohan.
Baca Juga: Beda Weton Sumber Perselisihan?
Naif sekali jika kita sampai tertipu oleh orang yang diberi gelar sebagai manusia terjelek pada hari Kiamat dan akan mendapat siksa kubur di alam Barzakh. Sebagaimana dalam sabda Rasulullah,
” Akan kalian dapati, manusia paling buruk di Hari Kiamat adalah dzul wajhain (si muka dua) yang datang pada sekelompok orang dengan satu wajah dan kepada yang lain dengan wajah yang lain.”
Qatadah rahimahullah berkata, “Diberitakan pada kami bahwa siksa kubur itu dibagi menjadi tiga bagian, sepertiga karena ghibah, sepertiga karena namimah (fitnah dan adu domba) dan sepertiga karena kencing.”
Tabayun
Menyikapi konflik antar sesama mukmin yang beriman pada Allah dan Rasulullah Muhammad SAW, yang mesti kita lakukan adalah tabayun, klarifikasi, melakukan cross check dan menganalisa masalah dengan cermat. Mencari akar permasalahan dan bijaksana dalam memandang alasan dan pendapat semua pihak. Kita juga perlu menimbang dan mengamati, jangan-jangan hal itu adalah ulah orang lain yang bermain, memantik api permusuhan dan mencoba mengambil keuntungan. Sehingga kita tidak salah dalam bersikap dan menentukan tindakan.
Tabayun harus kita terapkan ketika mendengar isu-isu yang bisa memicu kebencian, kesalahpahaman dan ada muatan adu domba. Karena bisa jadi, kitalah yang menjadi target operasinya dan hendak dijadikan boneka tangan untuk memusuhi saudara seiman.
Baca Juga: Dusta, Jamur di Akhir Zaman
Sehingga ketika ada yang membawa kabar dan isu tak sedap pada Umar bin Khatab, beliau mengatakan, ” Kalau kau mau, kami akan mericek perkataanmu. Kalau kamu bohong, maka kamu adalah oknum yang ada dalam ayat , “Jika ada seorang fasiq yang datang membawa berita, maka tabayunlah (cek ulanglah).” (QS. al Hujurat: 6). Dan jika kamu jujur, maka kamu adalah orang yang seperti dalam ayat, “yang banyak mencela, yang kian ke mari menghambur fitnah.” (QS. Al Qalam: 11). Tapi jika kamu mau, kami bisa memaafkanmu?” lelaki itupun berkata, ” Kalau begitu maafkan aku wahai amirul Mukminin, aku tidak akan mengulanginya lagi selamanya.”
Kedustaan, ghibah, penghinaan dan isu-isu fitnah adalah senjata-senjata setan yang mampu membakar amarah hingga mengobarkan permusuhan antar umat Islam. Maka hendaknya kita lebih waspada. Wallahul musta’an.