Lima Kaedah Penting Dalam Pernikahan
Ketika kita menghadiri resepsi pernikahan, ada satu ayat yang paling sering dibacakan oleh qari’ maupun pemberi tausiyah untuk memulai ceramah, yaitu surat ar-rum ayat 21.
Judul di atas disarikan dari firman Allah swt yang terdapat dalam surat Ar-Rum, ayat 21 :
وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِّتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُم مَّوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَاتٍ لِّقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
” Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya adalah Dia menciptakan untukmu istri-istrimu dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya dan menjadikan diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya yang demikian itu benar-benar terdapat tanda bagi orang-orang yang mau berfikir.”
Meskipun singkat dan pendek, ayat tersebut mengandung pelajaran yang sangat banyak dan bermanfaat, dan selanjutnya bisa kita jadikan pedoman di dalam mengarungi bahtera rumah tangga.
Dari ayat di atas, paling tidak kita bisa mengambil lima kaedah.
Kaedah Pertama:
Bahwa pernikahan yang berlangsung antara laki-laki dan perempuan adalah salah satu tanda kekuasaan Allah swt. Artinya bahwa semua pernikahan yang terjadi adalah atas izin Allah.
Perlu diketahui bahwa Allah swt telah menentukan taqdir setiap makhluk di dunia ini jauh sebelumnya yaitu 50.000 tahun sebelum diciptakan langit dan bumi ini, sebagaimana yang disebutkan dalam suatu hadist , bahwasanya Rosulullah saw bersabda,
“Pertama kali yang diciptakan Allah adalah qalam (pena), Allah berfirman kepadanya ;”Tulislah ”, maka dia menulis taqdir segala sesuatu semenjak 50.000 tahun sebelum diciptakan langit dan bumi dan Arsy Allah di atas air.” (HR Muslim)
Hadist di atas menjelaskan secara tidak langsung bahwa pasangan kita telah ditentukan oleh Allah swt, jauh sebelum kita diciptakan di muka bumi ini. Dengan memahami hal ini para pemuda mestinya tak perlu galau atau berkecil hati ketika calon yang diidam-idamkan ternyata tak jadi menikah dengannya karena menikah dengan orang lain atau karena tidak disetujui oleh orang tua.
Kaedah Kedua:
Bahwa istri yang akan kita nikahi nanti adalah dari jenis kita sendiri, yaitu dari jenis manusia, bukan dari jenis jin atau malaikat. Ini merupakan rahmat Allah yang harus kita syukuri. Bayangkan kalau istri kita dari jenis jin, tentunya akan mendapatkan kesulitan untuk berhubungan dengannya.
Kaedah Ketiga:
Istri yang akan kita nikahi nanti adalah makhluk Allah yang diciptakan dari diri kita sendiri. Para ulama menyebutkan bahwa Hawa diciptakan dari tulang rusuk nabi Adam as. Diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud dan Ibnu Abbas bahwasanya ketika Adam tinggal di dalam Syurga sendiri, dia merasa kesepian. Dan ketika dia sedang tidur, diciptakanlah Siti Hawa dari tulak rusuknya yang pendek dari pinggang kirinya , agar Adam bisa merasa tenang berada di samping Siti Hawa. Inilah arti firman Allah swt :
هُوَ الَّذِي خَلَقَكُم مِّن نَّفْسٍ وَاحِدَةٍ وَجَعَلَ مِنْهَا زَوْجَهَا لِيَسْكُنَ إِلَيْهَا
“Dialah Yang menciptakan kamu dari diri yang satu dan dari padanya Dia menciptakan isterinya, agar dia merasa senang kepadanya.” ( Qs Al A’raf : 189 )
Di dalam hadist Abu Hurairah ra bahwa Rosulullah saw bersabda :
استوصوا بالنساء خيراً ، فإن المرأة خلقت من ضلع ، وإن أعوج ما في الضلع أعلاه ، فإن ذهبت تقيمه كسرته ، وإن تركته لم يزل أعوج ، فاستوصوا بالنساء ، وفي رواية المرأة كالضلع إن أقمتها كسرتها ، وإن استمتعت بها ، استمتعت وفيها عوج
“Berwasiatlah kepada perempuan dengan hal-hal yang baik, sesungguhnya perempuan itu diciptakan dari tulak rusuk, dan sesungguhnya bagian yang bengkok dari tulang rusuk terdapat disebelah atas, , dan jika anda ingin meluruskannya, berarti anda akan mematahkannya, dan jika anda biarkan maka dia akan terus bengkok, maka berwasiatlah kepada perempuan.
Dan dalam riwayat lain disebutkan: ”perempuan itu bagaikan tulang rusuk, jika anda ingin meluruskannya, berarti anda akan mematahkannya, jika anda bersenang-senang dengannya, maka anda akan bersenang-senang dengannya, sedangkan dia masih dalam keadaan bengkok ”
Kaedah Keempat:
Salah satu fungsi dari pernikahan adalah mewujudkan ketenangan. Ketenangan yang di dapat seseorang dari pernikahan bisa diklasifikasikan menjadi tiga :
Pertama: Ketenangan Jiwa.
Di sini pernikahan adalah salah satu jalan yang harus ditempuh oleh seseorang untuk mendapatkan ketenangan. Seorang laki-laki yang merasa capek dan penat karena seharian kerja mencari nafkah, ketika kembali ke rumah, tiba- tiba hatinya menjadi sejuk dan tenang, karena di depan pintu rumahnya telah disambut istrinya dengan senyuman. Di dalam pernikahan seseorang bisa membicarakan dengan pasangannya seluruh masalah-masalah yang dihadapinya di kantor, di pasar di sekolah maupun di tempat-tempat lainnya. Dengan leluasa masing-masing dari suami istri mengeluarkan unek-uneknya dengan hati dalam suasana yang tenang dan penuh rasa kekeluargaan.
Baca Juga: 3 Manfaat Nikah Muda
Hal yang demikian ini jelas akan berdampak pada ketenangan jiwa. Karena masing-masing telah mendapatkan tempat untuk mengadukan segala problematika hidupnya. Ketenangan jiwa seperti ini akhirnya akan membawa pada ketenangan jasmani.
Kedua: Ketenangan Jasmani.
Seseorang yang selalu dirundung kesedihan di dalam hidupnya, akan melemahkan kesehatan jasmaninya.
Dalam kehidupan ini ada suatu kaedah : bahwa sesuatu yang berhenti dan tidak dialirkan, maka akan merusak. Air yang tergenang akan merusak, tapi jika dialirkan akan bermanfaat karena akan membentuk energi yang bisa menyalakan lampu. Demikian juga air mani yang tersimpan lama dalam tubuh seseorang dan tidak disalurkan akan menyebabkan penyakit.
Ketiga: Ketenangan Materi.
Orang yang menikah akan mendapatkan ketenangan materi. Ketenangan materi ini terwujud dalam tiga hal :
Allah swt telah berfirman :
وَأَنكِحُوا الْأَيَامَى مِنكُمْ وَالصَّالِحِينَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَإِمَائِكُمْ إِن يَكُونُوا فُقَرَاء يُغْنِهِمُ اللَّهُ مِن فَضْلِهِ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ
” Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui ” (Qs. An Nur: 32) .
Ayat di atas menjelaskan kepada kita bahwa orang yang mau menikah dengan niat mencari ridha Allah dan menghindari maksiat, maka Allah berjanji akan memberikan karunia kepada mereka dengan rizki yang halal. Dan kita sebagai orang Islam harus berkeyakinan seperti yang disebutkan Allah di dalam ayat di atas.
Selain itu, kalau ditinjau dari ilmu psikologi dan sosiologi, maka akan kita dapatkan seorang laki-laki yang sepanjang hidupnya, hidup dalam kemiskinan, ketika menikah tiba-tiba menjadi lebih kaya dari sebelumnya. Kenapa ? Karena dengan menikah, dia dituntut untuk memberikan nafkah kepada istrinya. Kewajiban tersebut menuntutnya untuk bekerja keras. Selain ia mendapatkan pahala karena bekerja untuk memberikan nafkah keluarganya, juga Allah akan melimpahkan rizki yang halal kepadanya, karena kesungguhannya. Allah berfirman :
وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا وَإِنَّ اللَّهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِينَ
” Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar- benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik. ” (Qs. Al Ankabut: 69)
Kaedah Kelima:
Bahwa cinta yang tumbuh dalam pernikahan bukan sekedar cinta jasmani, atau cinta seorang laki-laki terhadap perempuan sebagaimana yang dipahami orang selama ini. Bukan pula seperti cinta seorang pacar dengan pacarnya yang sekedar janji dan ungkapan mulut tanpa ada komitmen di dalamnya. Cinta dalam pernikahan adalah cinta yang dibangun diatas mawaddah dan rahmah (kasih dan sayang). Artinya cinta tersebut diiringi dengan tanggung jawab dan komitmen. Seorang suami yang mencintai istrinya, maka dia bertanggung jawab terhadap kelangsungan hidupnya, dia harus menjaga kesehatannya, menjaga keamanannya, menjaga perasaannya, dan menjaganya supaya tetap selalu bahagia hidup bersamanya.
Baca Juga: Hukum Nikah Sirri Dalam Islam
Cinta dalam pernikahan bukan berarti dia pasti mencintai semua yang ada pada diri pasangannya, karena seperti ini adalah sesuatu yang mustahil. Masing-masing dari pasangan suami istri akan mendapatkan kekurangan dari pasangannya. Secara naluri manusia, dia akan membenci kekurangan tersebut, Cuma dia harus bersabar dengan kekurangan itu. Dia harus berusaha bagaimana kekurangan yang dimiliki pasangannya tetap membuatnya cinta dan sayang kepadanya. Maka dalam surat An Nisa’ ayat 19 , Allah berfirman :
وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ فَإِن كَرِهْتُمُوهُنَّ فَعَسَى أَن تَكْرَهُواْ شَيْئًا وَيَجْعَلَ اللّهُ فِيهِ خَيْرًا كَثِيرًا
”Dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.”
Melalui ayat di atas, Allah memerintahkan kita untuk menggauli dan bersikap dengan istri kita secara patut dan baik, walaupun kita membenci sebagian sifat atau bagian dari badannya. Inilah yang dinamakan mawaddah dan rahmah, yaitu cinta kasih sayang yang diiringi dengan komitmen dan tanggung jawab serta kesabaran untuk menerima segala kekurangan. Maka sangat tepat kalau Allah menyebut bahwa dalam pernikahan bukan sekedar ”hubb” (cinta jasmani), akan tetapi lebih daripada itu, yaitu mawaddah wa rahmah (cinta kasih sayang dan komitmen).