Iman kepada Para Rasul
وَنَحْنُ مُؤْمِنُوْنَ بِذَلِكَ كُلِّهِ لاَ نُفَرِّقُ بَيْنَ أَحَدٍ مِنْ رُسُلِهِ وَنُصَدِّقُهُمْ كُلَّهُمْ عَلَى مَا جَاءُوْا بِهِ
(75) Kami beriman kepada semua (rukun iman) itu. Kami tidak membedakan antara para Rasul-Nya. Kami membenarkan mereka semua, membenarkan ajaran mereka semua.
Matan ini diawali dengan penegasan bahwa pilar iman atau rukun iman yang enam menurut Ahlussunnah wal Jamaah adalah iman kepada Allah, iman kepada para malaikat, iman kepada kitab-kitab Allah, iman kepada para rasul, iman kepada hari akhir, dan iman kepada takdir. Kemudian Abu Ja’far ath-Thahawi melanjutkannya dengan pembahasan iman kepada para rasul.
Hubungan iman kepada Allah dengan iman kepada rasul
Orang yang mengaku beriman kepada Allah namun tidak beriman kepada para rasul, sejatinya tidak mengagungkan dan menghormati Allah sebagaimana mestinya. Siapa yang mengklaim beriman kepada Allah tetapi tidak beriman kepada para rasul, sejatinya dia telah kafir kepada Allah.
“Mereka tidak menghormati Allah dengan penghormatan yang semestinya. Yakni saat mereka berkata, ‘Allah tidak menurunkan sesuatupun kepada manusia.’.” (QS. Al-An’am: 91)
“Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada Allah dan para rasul-Nya, serta bermaksud membedakan antara (keimanan kepada) Allah dan para rasul-Nya dengan mengatakan, ‘Kami beriman kepada yang sebagian dan kami kafir kepada yang sebagian (yang lain),’ serta bermaksud (dengan perkataan itu) mengambil jalan (tengah) di antara yang demikian (iman atau kafir), merekalah orang-orang yang kafir sebenar-benarnya. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir itu siksaan yang menghinakan.” (QS. An-Nisa`: 150-151)
Tentang dua ayat an-Nisa` ini al-Qurthubi berkata, “Allah menegaskan bahwa membedakan antara Allah dan para rasul-Nya adalah kekafiran. Yang demikian itu karena Allah memfardhukan atas manusia untuk beribadah kepada-Nya dengan syariat-Nya yang disampaikan oleh para rasul. Jika manusia menolak para rasul berarti mereka juga menolak syariat yang mereka bawa, tidak menerimanya. Dengan begitu, mereka pun menolak untuk tunduk kepada ubudiyah yang diperintahkan oleh Allah. Oleh karena itulah, mereka dianggap melakukan penolakan terhadap Yang Maha Mencipta. Mengingkari Yang Maha Mencipta sama dengan kafir karena di dalamnya ada bentuk meninggalkan komitmen kepada ketaatan dan ubudiyah kepada Allah. Maka demikian pula halnya dengan membedakan antara Allah dan para rasul-Nya.”
Kafir kepada satu sama dengan kafir kepada semua
Allah telah menegaskan bahwa kafir kepada seorang rasul sama dengan kafir kepada seluruh rasul. Allah berfirman,
“Kaum Nuh telah mendustakan para rasul.”(QS. asy-Syu’ara`: 105)
“Kaum ‘Ad telah mendustakan para rasul.” (QS. asy-Syu’ara`: 123)
“Kaum Tsamud telah mendustakan para rasul.” (QS. asy-Syu’ara`: 141)
“Kaum Luth telah mendustakan para rasul.” (QS. asy-Syu’ara`: 160)
Sudah dimaklumi oleh semua muslim bahwa kaum-kaum yang disebut dalam ayat-ayat di atas hanya kafir kepada seorang rasul. Rasul yang diutus oleh Allah kepada masing-masing mereka. Namun, Allah menyebut mereka sebagai orang-orang yang kafir kepada semua rasul. Yang demikian itu karena ajaran yang dibawa oleh semua rasul itu sama, yang mengutus mereka pun sama.
Selain secara tegas menyebut bahwa orang yang kafir kepada seorang rasul sebagai orang yang kafir kepada semua rasul, sebenarnya Allah telah memerintahkan kita untuk beriman kepada para rasul dan tidak membeda-bedakan antara mereka.
“Katakanlah (hai orang-orang yang beriman), ‘Kami beriman kepada Allah dan apa yang diturunkan kepada kami, dan apa yang diturunkan kepada Ibrahim, Isma’il, Ishaq, Ya’qub dan anak cucunya, dan apa yang diberikan kepada Musa dan Isa serta apa yang diberikan kepada nabi-nabi dari Ruhannya. Kami tidak membeda-bedakan seorang pun di antara mereka dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya.’ Maka jika mereka beriman kepada apa yang telah kamu imani, sungguh mereka telah mendapat petunjuk; dan jika mereka berpaling, sesungguhnya mereka berada dalam permusuhan (dengan kamu). Allah akan memelihara kamu dari mereka. Dia-lah yang Maha Mendengar, Maha Mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 136-137)
Allah juga memuji dan menyediakan pahala bagi orang-orang yang beriman kepada semua rasul, tidak kafir kepada yang sebagian.
“Orang-orang yang beriman kepada Allah dan para rasul-Nya dan tidak membeda-bedakan seorang pun di antara mereka, kelak Allah akan memberikan kepada mereka pahalanya. Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.” (an-Nisa`: 152)
Makna larangan Nabi
Demikianlah, yang dimaksud dengan ungkapan tidak membedakan antara para rasul adalah hanya beriman kepada sebagian rasul. Oleh karena itulah orang-orang Yahudi yang beriman kepada Nabi Musa AS dan orang-orang Nasrani yang beriman kepada Nabi ‘Isa AS menjadi kafir lantaran tidak beriman kepada Nabi Muhammad SAW.
Rasulullah saw pernah bersabda yang artinya, “Janganlah kalian mengutamakanku di atas para nabi!” (HR. al-Bukhari)
Apabila hadits di atas dipahami secara tekstual, akan hadirlah makna yang salah. Sebab dalam banyak ayat Allah telah mengutamakan beliau—dan beberapa nabi—di atas para nabi yang lain. Al-Hafizh Ibnu Hajar al-‘Asqalani telah mensyarah hadits di atas sebagai berikut:
“Mengenai larangan beliau untuk membeda-bedakan keutamaan para nabi, para ulama berkata, ‘Larangan itu berlaku untuk yang mengatakannya dengan pendapat pribadi, tidak berlandaskan dalil. Atau untuk orang yang mengatakannya sehingga menimbulkan penistaan terhadap yang dibandingkan, atau apabila pembedaan itu mengakibatkan percekcokan danperselisihan, atau maksudnya adalah, ‘Jangan kalian mengutamakan dengan segala keutamaan sehingga tidak ada lagi keutamaan yang dimiliki oleh yang dibandingkan!’.” (Fathul Bari: 2/446)
Ragam keutamaan para Rasul
Pembedaan antara para rasul telah dilakukan oleh Allah. Maksud pembedaan di sini adalah bahwa Allah membedakan keutamaan di antara mereka.
“Sesungguhnya telah Kami lebihkan sebagian nabi-nabi itu atas sebagian (yang lain).” (QS. Al-Isra`: 55)
“Rasul-rasul itu Kami lebihkan sebagian (dari) mereka atas sebagian yang lain. Di antara mereka ada yang Allah berkata-kata (langsung dengan dia) dan sebagiannya Allah meninggikannya beberapa derajat. Kami berikan kepada Isa putera Maryam beberapa mukjizat serta Kami perkuat ia dengan Ruhul Qudus.” (QS. al-Baqarah: 253)
Termasuk pengutamaan juga, Allah menyebut beberapa rasul sebagai rasul ulul azmi, mengistimewakan Nuh AS sebagai rasul pertama dan menggelarinya dengan sebutan ‘abdan syakura (hamba yang amat bersyukur), mengistimewakan Ibrahim AS sebagai khalil-Nya (kekasih sejati-Nya) dan menyebutnya sebagai imam, serta mengistimewakan ‘Isa AS dengan kelahirannya yang tanpa ayah dan ia adalah kalimat yang ditetapkan Allah kepada ibunya, Maryam.
Ribuan nabi ratusan rasul satu ajaran
Ulama Ahlussunnah sepakat bahwa jumlah Nabi dan Rasul tidak hanya 25. Ada ratusan rasul dan ribuan nabi. Abu Dzar RA pernah bertanya kepada Nabi SAW, “Berapakah jumlah para nabi?” Beliau menjawab, “124.000 orang; di antara mereka ada 315 rasul, jumlah yang banyak.” (HR. Ahmad, sanadnya shahih, menurut al-Albani)
Ajaran semua nabi dan rasul adalah Islam. Islam bukan nama ajaran satu nabi tertentu, tetapi ia adalah nama yang sama-sama dimiliki oleh ajaran semua nabi dan rasul.
Ibrahim berkata, “Hai anak-anakku! Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu, maka janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk agama Islam!” (QS. al-Baqarah: 132)
Musa berkata, “Hai kaumku, jika kamu beriman kepada Allah, maka bertawakkallah hanya kepada-Nya, jika kamu benar-benar orang Islam.” (QS. Yunus: 84)
Tentang Hawariyun, Allah berfirman, “Maka tatkala Isa mengetahui keingkaran mereka (Bani lsrail), ia berkata, ‘Siapakah yang akan menjadi penolong-penolongku untuk (menegakkan agama) Allah?’ Para Hawariyin (sahabat-sahabat setianya) menjawab, ‘Kamilah penolong-penolong (agama) Allah, Kami beriman kepada Allah; dan saksikanlah bahwa sesungguhnya kami adalah orang-orang Islam.”(QS. Ali ‘Imran: 52)
Wallahu a’lam.