Percaya Adanya “ Penampakan Hantu ”, Syirikkah?
“ Penampakan hantu ” di sini maksudnya seseorang melihat jin dengan mata kepala dan dalam kondisi sadar. Adapun hantu yang dimaksud adalah jin yang menampakkan diri dalam wujud yang menakutkan. Muncullah kontroversi, sebagian percaya karena telah mengalami, sementara sebagian lain tidak percaya karena belum mengalami. Orang yang telah melihat penampakan pun, ada yang tetap tidak percaya dan meyakini bahwa penampakan yang ia lihat hanyalah ilusi belaka. Bahkan ada sebagian kelompk yang menyatakan bahwa jin itu tidak ada, setan hanyalah watak dan hasrat buruk manusia.
Menjawab hal ini, ada beberapa poin yang perlu dijelaskan.
Pertama mengenai keberadaan jin. Mengimani adanya jin merupakan bagian dari keimanan kepada al Quran dan as Sunah. Al Quran telah menegaskan bahwa Allah telah menciptakan jin dan manusia untuk beribadah kepada Allah.
“”Dan tidaklah aku ciptkan jin dan manusia melainkan hanya untuk beribadah kepada-Ku.” (Adz Dzariyat: 56)
Percaya Adanya “ Penampakan Hantu ”
Meyakini bahwa setan dan jin hanyalah sifat tidak sesuai dengan pemahaman ayat di atas. Dalam ayat di atas, jin dan manusia disebut sebagai dua buah objek (makhluk) yang diciptakan Allah (khalaqtu) dengan tujuan yang jelas: beribadah. Jika jin dan setan hanyalah sifat atau karakter buruk manusia, penyebutan jin dalam ayat akan kehilangan makna. Penyebabnya, karakter yang diciptakan Allah bersama manusia tidak hanya yang karakter jahat, tapi juga karakter baik. Dan, karakter atau sifat atau nafsu manusia tidak dibebani dengan ibadah karena merupakan bagian dari manusia. Manusia secara utuhlah yang dibebani ibadah.
Jika jin hanya dipahami sebagai sifat, maka ayat itu akan bermakna, “Dan tidaklah aku ciptakan manusia dan sifat buruknya, melainkan keduanya harus beribadah kepada-Ku.” Bagaimana sifat buruk akan beribadah? Bukankah saat manusia melaksanakan ibadah dengan baik, sifat buruk tidak sedang bersamanya? Pemaham ini sangatlah rancu dan tidak masuk akal. Dan masih banyak ayat-ayat lain yang menjelaskan eksistensi jin sebagai makhluk
Jadi, jin itu ada. Jin adalah makhluk Allah yang diciptakan dari unsur api. Hidup di dimensi lain yang berbeda dari manusia. Manusia tidak bisa melihat, namun dua dimensi ini tetap memiliki simpul hubungan. Bisa saling berinteraksi dan memengaruhi. Hal ini bisa kita ketahui melalui hadits-hadits Rasulullah misalnya hadits tentang larangan menyiram dengan air panas atau buang air sembarangan di suatu lubang karena bisa jadi itu tempat tinggal jin. Perintah menutup pintu saat maghrib dan menutup bejana karena saat sore hari setan berkeliaran. Menyisakan tulang saat makan daging sebagai bekal jin muslim dan beberapa hadits lain. Ini menunjukkan bahwa dunia manusia dapat memengaruhi dimensi dunia jin dan sebaliknya.
Kedua mengenai adakah jin bisa menampakkan diri? Bukankah Allah berfirman, “Sesungguhnya ia (jin) dan pengikutnya melihat kamu (manusia) dari suatu tempat yang kamu tidak bisa melihat mereka (Q.S. Al-A’raaf : 27)?
Jin Sama Sekali Tidak Dapat Menampakkan Wujud
Sebagian ulama madzhab Dzahiri menyatakan bahwa jin sama sekali tidak bisa menampakkan wujud kepada manusia. mam Al-Qusyairi menyatakan, “Allah SWT sudah menetapkan (mengikut hukum alam) bahwa anak cucu Adam tidak akan dapat melihat syaitan di dunia.” An Nuhhas berkata : Jin itu tidak bisa dilihat kecuali pada masa Nabi saja sebagai bentuk pemuliaan masa Nabi. Ibnu Hazm Azh-Zhahiri (Aliran zhahiriyah yang menerjemahkan ayat secara arti zhohirnya) berkata : Kalau Allah memberitakan kepada kita bahwa kita tidak dapat melihatnya maka barang siapa mengklaim diri telah melihat mereka, maka dia telah berdusta, kecuali dia seorang nabi sebab para nabi melihat jin adalah sebagai mukjizat (Al Fishal fo Al Milal wa An Nihal Juz V/12).
Namun demikian, beberapa dalil lain menjelaskan bahwa jin bisa dilihat dengan mata kepala. Yaitu jika jin menampakkan diri kepada manusia. Jin menyamakan dimensinya dengan dimensi manusia sehingga mata bisa melihat pantulan cahaya dari tubuh (objek) jin. Ada bberapa dalil dari hadits yang menyatakan bahwa para shahabat bisa menyaksikan penampakan jin.
Dari Abu SA’id Al Khudri Rasulullah SAW melaksanakan shalat subuh dan Abu Sa’id bermakmum di belakang Beliau. Tiba-tiba bacaan Beliau keliru. Sesudah selesai melaksanakan shalat Beliau berkata : “Kalau engkau bisa melihat aku dengan Iblis, maka dia (Iblis) menarik-narik lenganku. Aku terus menerus mencekiknya sampai aku dapat menjadikan permainan di antara jari-jariku ini (ketika Beliau mengatakan ini Nabi mengisyaratkan dengan ibu jari dan jari telunjuknya). Kalaulah aku tidak ingat doa saudaraku Sulaiman niscaya Iblis itu akan tetap terikat di salah satu pagar masjid untuk dijadikan mainan anak-anak kota Madinah.…” (H.R. Ahmad).
Jika Nabi SAW mau, iblis tersebut kan diikat di tiang masjid dan bisa dijadikan mainan anak-anak. Artinya bisa dilihat bahkan disentuh. Dalam hadits tersebut pun, Rasulullah bisa menyentuh dan mencekik Iblis.
Utsman bin al-Ash pernah datang ke pada Rasulullah Saw sambil berkata: “Ya Rasulullah,sesungguhnya syaithan telah menghalang-halangi antara saya dengan shalat dan membaca (al-Qur’an) saya, dengan cara menjelma dalam wujud Ali”. Mendengar hal itu Rasulullah SAW bersabda: “Syaithan yang mengganggu kamu itu bernama Khinzib. Apabila kamu merasakan datangnya, maka berlindunglah kepada Allah dari godaannya dan meludahlah ke sebelah kiri sebanyak tiga kali”. Utsman berkata: “Lalu aku melaksanakan petunjuk Rasulullah Saw tadi, sehingga Allah mengusir syaithan itu dari saya” (H.R. Muslim).
Demikian pul hadits panjang yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam Shahihnya nomor 2311. Dikisahkan bahwa Abu Hurairah menangkap jin yang hendak mencuri harta zakat lalu dilepaskan. Kejadian itu berulang tiga kali. Dan pada kali ketiga, Abu Hurairah tak mau melepaskan hingga setan tersebut mengatakan satu rahasia kepadanya gar jika hendak tidur hendaknya membac ayat kursi. Dengan bacaan itu, manusia tidak akan diganggu selama tidurnya. Abu Hurairah melepaskan dan melaporkan kejadian itu kepada Rasulullah. Rasulullah membenarkan dan mengatakan bahwa setan itu berkata jujur saat itu meski dia adalah pendusta.
Selain itu, fakta-fakta bahwa banyak orang telah melihat penampakan hantu baik dengan mata telanjang maupun melalui kamera bisa menjadi pendukung keberadaan jin dan kemampuan mereka menampakkan diri. Tidak semua kisah penampakan jin benar, sebagian hanyalah kisah fiktif untuk membuat sensasi. Namun ‘ala kulli hal, sebagai seorang mukmin kita wajib percaya adanya makhluk bernama jin. Kita juga wajib percaya bahwa dunia mereka memiliki persinggungan dengan dunia manusia. Mereka juga memiliki kemampuan menampakkan diri. Semua itu didasarkan pada hadits-hadits yang shahih.
Alasan mereka menampakkan diri bisa jadi karena ingin mendapatkan penghormatan dari manusia. Dengan menampakkan diri, sebagian manusia akan takut bahkan ada yang takutnya menjerumuskannya ke dalam syirik. Percaya adanya jin dan kemampuannya menampakan diri adalah bagian dari iman. Sementara takut kepada jin dan melakukan perbuatan syirik berupa menyembah jin dengan sesaji dan lain lain adalah perbuatan yang bisa merusak keimanan.
Jadi, percaya akan adanya penampakan jin atau biasa disebut hantu merupakan bagian dari iman. Sebaliknya, tidak percaya adanya jin merupakan kekufuran terhadap ayat dan hadits tentang hal tersebut. Soal bagaimana menyikapi adanya penampakan, hendaknya kita berlindung kepada Allah, membaca ayat kursi dan bertawakkal kepada-Nya.
baca juga: Mental Syirik
Satu hal sebagai catatan, hantu adalah jin yang menampakkan diri, bukan arwah leluhur. Arwah manusia setelah mati berada di alam kubur. Sebagian mendapat nikmat dan sebagian lagi disiksa malaikat. Tidak ada yang dibiarkan gentayangan. Wallahua’lam. (taufikanwar)
# penampakan hantu # penampakan hantnu # penampakan hantu # penampakan hantu
Pingback: Al Quran, Keajaiban Dunia yang Terabaikan - arrisalah
Pingback: Faktor Kemunculan Khawarij - arrisalah