Zakat atas ONH
Tanya :
Ustadz, saya dan istri sudah mendaftar haji, mendapatkan seat, dan insya Allah akan diberangkatkan pada tahun 2020. Apakah saya harus membayar zakat atas ONH (Ongkos Naik Haji) yang sudah saya bayarkan tersebut? Saya bingung karena mendapatkan informasi yang berbeda dari dua orang; ada yang bilang harus membayar dan ada yang bilang tidak harus. Jazakumullah khayran atas jawabannya. (Ahmad Hanief—Magetan)
Jawab :
الْحَمْدُ للهِ وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى رَسُوْلِ اللهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ وَالاَهُ
Para ulama kontemporer seperti Syaikh ‘Abdul’aziz bin ‘Abdullah bin Baz, Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin, para ulama yang tergabung dalam Lajnah Daimah, dan para ulama anggota Majma’ al-Fiqhi Rabithah ‘Alam Islamiy memutuskan adanya zakat dalam uang kertas. Dasar yang dipakai adalah firman Allah:
وَالَّذِينَ يَكْنِزُونَ الذَّهَبَ وَالْفِضَّةَ وَلَا يُنْفِقُونَهَا فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَبَشِّرْهُمْ بِعَذَابٍ أَلِيمٍ يَوْمَ يُحْمَى عَلَيْهَا فِي نَارِ جَهَنَّمَ فَتُكْوَى بِهَا جِبَاهُهُمْ وَجُنُوبُهُمْ وَظُهُورُهُمْ هَذَا مَا كَنَزْتُمْ لِأَنْفُسِكُمْ فَذُوقُوا مَا كُنْتُمْ تَكْنِزُونَ
“Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya di jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih. Pada hari dipanaskan emas perak itu dalam neraka Jahannam, lalu dibakar dengannya dahi mereka, lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada mereka, ‘Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri. Maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu!’.” (At-Taubah: 34-35)
Frase “dan tidak menafkahkannya di jalan Allah” mengisyaratkan emas dan perak yang dimaksud adalah emas perak yang berfungsi sebagai alat tukar. Oleh karena hari ini alat tukar yang umum berlaku adalah uang, maka ada zakat padanya.
Dalil yang lain adalah as-Sunnah. Dari ‘Abdullah bin ‘Abbas bahwa Nabi saw berpesan kepada Mu’adz bin Jabal saat beliau mengutusnya ke Yaman,
فَأعْلِمْهُمْ أنَّ اللهَ افْتَرَضَ عَلَيْهِمْ صَدَقَةً فِي أمْوَالِهِم، تُؤْخَذُ مِنْ أغْنِيَائِهِمْ وَتُرَدُّ عَلَى فُقَرَائِهِم
“Beritahu mereka bahwa Allah mewajibkan zakat atas harta mereka, diambil dari orang-orang kaya di antara mereka dan dikembalikan kepada orang-orang fakir dari mereka!” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Tidak ada perbedaan pendapat mengenai masuknya uang dalam kategori harta dan oleh karenanya wajib dizakati.
Selain ayat dan hadits di atas—sebenarnya masih banyak ayat dan hadits lain yang dijadikan pijakaan—jika zakat atas uang ditiadakan, maka konsekuensinya adalah tidak ada pada uang; baik riba nasiah maupun riba fadhal. Sebab dianggapnya ada riba pada uang adalah karena ia disamakan dengan emas dan perak yang pada keduanya ada riba. Maka, ada zakat pada uang.
Nishab dan Kadar Zakat Uang
Para ulama yang mewajibkan zakat pada uang menyatakan bahwa nishab uang sama dengan nishab emas atau perak. Saat salah satu dari nishab keduanya tercapai lebih dulu, maka saat itulah zakat wajib dilaksanakan. Ada kemungkinan—meskipun kecil—nishab emas lebih dulu dicapai daripada nishab perak.
Para ulama tidak mematok nishab zakat uang dengan emas, tetapi mana dari nishab keduanya yang lebih dulu tercapai, itulah nishabnya; lantaran—menurut mereka—hal itu akan lebih mendatangkan maslahat buat para mustahiq zakat (mereka yang berhak menerima zakat). Semakin kecil nishabnya semakin cepat mereka mendapatkan bagian zakat. Juga, akan semakin banyak orang yang membayar zakat.
Para ulama menyatakan bahwa nishab emas adalah 85 gram dan nishab perak adalah 550 gram. Harga emas dan perak hari ini (29 Maret 2015) pergramnya adalah Rp. 503.000 untuk emas dan Rp. 10.400 untuk perak. Maka nishab emas adalah 85 x 503.000 = Rp. 42.755.000 dan nishab perak adalah 550 x 10.400 = Rp. 5.720.000
Mengenai zakatnya, para ulama yang mewajibkannya sepakat 2,5 %. Sekedar ilustrasi, jika seseorang memiliki uang Rp. 50.000.000, maka zakatnya adalah 2,5 % x 50.000.000 = Rp. 1.250.000; dan itu harus dikeluarkan perhaul sekali selama jumlah uang masih di atas nishab emas atau perak.
Status ONH
Meskipun saudara Ahmad Hanief tidak menginformasikan biaya ONH yang telah dibayarkan, umumnya biaya yang telah dibayarkan tersebut lebih dari Rp. 5.720.000. Maka dari itu, saudara Ahmad Hanief masih berkewajiban untuk mengeluarkan zakat atas ONH tersebut setiap satu haul (satu tahun dengan kalender hijriyah) sekali sampai tahun keberangkatan.
Mungkin ada yang menanyakan, bukankah uang itu sudah dibayarkan kepada Badan Penyelenggara Haji? Benar, sudah dibayarkan. Namun status kepemilikannya belum benar-benar berpindah sampai uang tersebut digunakan. Penggunaan itu adalah setelah dibelikan tiket dan dibayarkan untuk memenuhi keperluan akomodasi haji selama di tanah suci; dan umumnya itu dibayarkan pada tahun dimana seorang jamaah berangkat. Hal ini dikuatkan, jika seseorang—karena satu dan lain hal—tidak jadi berangkat haji, maka uang itu dikembalikan kepadanya.
Wallahu a’lam bish-shawab.