Menjelang Pernikahan
Ada yang harap-harap cemas menjelang datangnya hari pernikahan. Beberapa malah dihinggapi rasa ragu atas pilihannya, padahal lamaran sudah dilakukan dan diterima, bahkan tanggal pernikahan sudah ditetapkan. Normalkah apa yang saya alami ini Ustadz? tanya beberapa ikhwah dan akhawat kepada saya. Lalu apa yang harus saya lakukan?
Sebagai amal shalih yang agung, wajar jika ada keraguan yang menyeruak di dalam hati ketika keinginan menjalaninya muncul. Ada kekhawatiran jika kita tidak bisa memikul tanggung jawabnya kelak. Ada setan yang mencoba menggagalkan niat suci kita jika melihat besarnya manfaat pernikahan sebagai sarana penunduk pandangan dan penjaga kehormatan diri. Untuk itu, saat kita telah memantapkan diri memasuki gerbang pernikahan, kita bisa mengiringinya dengan berbagai aktivitas berikut agar bisa berjalan dengan lancar. Menuai banyak kemudahan dan keberkahan.
Yang pertama tentunya adalah niat yang baik, karena pernikahan adalah Sunnah Rasulullah yang harus kita teladani. Niat baik itu adalah keinginan untuk membahagiakan pasangan dengan cara menjadikan pernikahan kita sebagai ibadah kepada Allah. Agar kita ringan menjalankan kewajiban, mengalah demi kebaikan yang lebih besar, juga memaafkan pasangan jika dia melakukan kesalahan. Agar juga kita kuat menghadapi berbagai rintangan dan sabar menjalani prosesnya yang bisa jadi sangat panjang.
Niat ini akan membingkai seluruh aktivitas terpilih, menentukan nilainya di sisi Allah, juga memengaruhi perasaan yang mengiringinya. Alih-alih mengeksploitasi pasangan demi kesenangan sendiri, niat yang baik juga membuat kita bisa bermuhasabah saat timbul berbagai hal yang tidak mengenakkan. Dan niat yang tulus untuk menjaga kehormatan diri dengan pernikahan, menjadi sebab wajibnya pertolongan Allah atas pelakunya. Hal yang tentu saja akan menguatkan mental dan meringankan beban jiwa.
Yang kedua adalah senantiasa belajar mendalami ajaran Islam tentang pernikahan. Bukan saja ilmu yang benar akan memudahkan kita memilih jenis tindakan, menemukan solusi persoalan, ia juga akan mendatangkan rasa takut kepada Allah dari melakukan kezhaliman kepada pasangan. Ilmu juga akan menenangkan hati sebab perasaan berjalan di atas kebenaran akan muncul, disertai pengharapan akan ridha Allah agar jika pun pernikahan tidak berjalan sesuai harapan, ia tidak sia-sia sebab bernilai ibadah di sisiNya.
Ilmu yang sebaiknya senantiasa kita lazimi. Bukan saja karena terbatasnya kemampuan ilmiah kita, yang karenanya harus terus ditambahi, juga karena kebutuhan akan ilmu untuk bisa mengatasi persoalan rumah tangga yang kompleks dan terus berkembang akan terus meningkat. Kita bisa berhenti dan kebingungan menghadapi persoalan jika kita berhenti belajar.
Berikutnya adalah mencoba bersikap dewasa dan menjauhi sikap kekanak-kanakan. Selain karena status kita memang sudah berubah, dari lajang menjadi berpasangan, juga karena berbagai konsekuensi yang mengiringi perubahan status ini, akan mendatangkan tanggung jawab di sisi Allah kelak.
Kini, kita tidak bisa lagi bersikap egois, mau menang sendiri dan melupakan kenyataan bahwa kita telah berpasangan. Sedang pasangan kita adalah manusia biasa yang juga punya hati dan perasaan, juga sejumlah pengharapan kebahagiaan dari pernikahan yang dijalaninya bersama kita. Meninggalkan sikap arogan, individualis, juga kepedulian akan pemenuhan hak pasangan, alih-alih hanya menuntut hak kita.
Termasuk di dalamnya pemahaman bahwa setelah menikah, orang yang kita hormati akan bertambah. Disamping orang tua, kita juga harus menghormati mertua, juga menyayangi anggota keluarga lainnya. Kita harus belajar memosisikan diri terhadap masing-masing dengan benar dan proporsional. Sehingga kita tidak mengecewakan pasangan karena gara-gara menyakiti orang tua dan keluarga besarnya. Tentu saja dengan pengecualian jika persoalannya memang melanggar syariat.
Di sisi lain, kita juga harus siap mental dengan benturan kepentingan, perbedaan karakter dan kebiasaan, kekerabatan, kondisi finansial, hingga persoalan seksual. Bersiap untuk memahami pasangan dan melakukan kerja sama dengannya dalam rangka tolong menolong dalam kebaikan dan takwa. Juga menjalani prosesnya yang sangat panjang.
BACA JUGA : Nyaman Bersamaku
Berikutnya adalah memohon kekuatan kepada Allah dengan doa dan tawakkal. Bisa jadi, banyaknya kekhawatiran dan keresahan menjelang pernikahan muncul karena pijakan kita belum kuat. Memasrahkan semuanya kepada Allah dan bertawakal kepadaNya adalah langkah terbaik yang bisa kita lakukan. Apapun yang terjadi besok, insyaallah kita siap menghadapi. Dan bukankah Allah telah menjanjikan jalan keluar bagi hamba yang bertawakal?
Abu Said, mantan budak Abi Usaid, bercerita bahwa saat dia menikah dahulu masih berstatus sebagai budak. Dia mengundang beberapa orang sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk hadir di pernikahannya. Di antara mereka ada Ibnu Mas’ud, Abu Dzar, dan Hudzaifah. Ketika datang waktu shalat, mereka mempersilakan Abu Said untuk menjadi imam. Seusai shalat, mereka mengajari Abu Said, “Apabila kamu bertemu pertama kalinya dengan istrimu, lakukanlah shalat 2 rakaat, kemudian mintalah kepada Allah kebaikan dari semua yang datang kepadamu, dan berlindunglah dari keburukannya. Kemudian lanjutkan urusanmu dengan istrimu.” (HR. Ibn Abi Syaibah 30352 dan dishahihkan al-Albani dalam Adab az-Zifaf).
Nah, sudah siap memasuki pernikahan?
Pingback: Saat Konflik Mendera - arrisalah
Pingback: Kepemimpinan yang Mandul - arrisalah