Hukum Khitan dengan Laser
Akhir-akhir ini banyak kalangan menanyakan hukum khitan dengan laser.Sebagian ahlul ilmi mengharamkannya, sebagian yang lain membolehkan. Bagaimana sebenarnya Islam menghukumi masalah ini?
Pengertian Laser.
Menurut sebagian ahli Laser (Light Amplification By Stimulated Emission Of Radiation) adalah sebuah alat yang menggunakan efek mekanika kuantum, pancaran terstimulasi, untuk menghasilkan sebuah cahaya yang koheren dari medium “lasing” yang dikontrol kemurnian, ukuran, dan bentuknya. Sederhananya, laser itu merupakan sinar panas yang dihasilkan dari loncatan atom akibat stimulasi energi dari radiasi listrik.Cahaya panas ini bisa digunakan untuk memotong kulit dan jaringan, menghancurkan pigmen warna kulit, dan pengobatan lainnya dalam dunia kedokteran dengan risiko pendarahan minimal dan waktu penyembuhan cepat.
Bagaimana dengan tehnologi laser dalam khitan? Menurut para ahli, sebenarnya layanan khitan laser yang banyak tidak menggunakan alat operasi laser, tetapi hanya menggunakan alat pemotong listrik bertegangan tinggi (seperti solder) atau dalam istilah medis dinamakan Elektrocautery,yang kemudian dipahami secara keliru sebagai khitan laser.
Adapun media panas yang digunakan untuk memotong jaringan kulit/kulup bukanlah panas dari cahaya, tapi panas yang berasal dari elemen logam. Alat seperti ini digolongkan sebagai Low Frequent Electro Cauter (LFEC) dan tidak memiliki standarisasi keamanan secara medis, bahkan cara kerjanya mirip seperti setrika.
Baca Juga: Bahagianya Menyambut Kelahiran Si Buah Hati
Operasi khitan dengan alat pemotong listrik ini tidak dianjurkan, karena selain penyembuhan lebih lama dan buruk, juga bisa menimbulkan jaringan parut yang lebih banyak pada bekas luka. Penggunaan LFEC dalam operasi dapat memproduksi efek luka bakar yang luas dan dalam pada jaringan kulit. Luka bakarnya bisa sampai 0,5 cm. Semua jaringan dan pembuluh darah akan terbakar dalam dan luas. Kalaupun khitan (sirkumsisi) dilakukan dengan benar, scar (kulit abnormal) yang ditimbulkan akan berbekas berupa geratan permanen atau membuat kulit keriput.(http://j.mp/aSAFXK)
Hukum Khitan dengan menggunakan electro cauter
Jika telah terbukti bahwa khitan yang selama ini dianggap menggunakan laser ternyata menggunakan elektro cauter, maka pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana hukum khitan dengan menggunakan alat tersebut? Padahal Rasulullah SAW melarang seseorang berobat dengan menggunakan al Kay(besi panas).
Sebelum menjawab pertanyaan di atas, kita sebutkan terlebih dahulu hadist-hadist yang berkenaan dengan masalah ini, yaitu:
Pertama:Diriwayatkan dari Ibnu Abbas R.A, dari Nabi SAW. Bersabda:
الشِّفَاءُ فِي ثَلاَثَةٍ فِي شَرْطَةِ مِحْجَمٍ أَوْ شَرْبَةِ عَسَلٍ أَوْ كَيَّةٍ بِنَارٍ وَأَنَا أَنْهَى أُمَّتِي عَنْ الْكَيِّ
“Terapi pengobatan itu ada tiga cara, yaitu; berbekam, minum madu dan kay (menempelkan besi panas pada daerah yang terluka), sedangkan aku melarang ummatku berobat dengan kay. (HR. Bukhari, no: 5680).
Kedua:Diriwayatkan dari Jabir bin Abdullah RA:
عن جابر بن عبد الله قال: رُمِي سَعْدُ بْنِ مُعَاذ فِيْ أَكْحَلِه فحَسَمَه رَسُوْلُ اللهِ ـ صلى الله عليه وسلم ـ بِيَدِهِ بمِشْقَصٍ، ثُمَّ وَرِمَتْ فحَسَمَه اَلثاَّنِيَةَ
“ Sa’ad bin Mu’adz terkena bidikan panah di urat tangannya, kemudian Rasulullah SAW membedahnya dengan tombak yang dipanasi dengan api, setelah itu luka-luka itu membengkak, kemudian dibedahnya lagi “(HR. Muslim)
Ketiga: Dari Jabir bin AbdullahRA, bahwasanya ia berkata:
أَنَّ النبَِّيَّ ـ صلى الله عليه وسلم ـ إِلَىأُبَىِّبْنِكَعْبٍطَبِيبًافَقَطَعَمِنْهُعِرْقًاثُمَّكَوَاهُعَلَيْهِ
Bahwasanya Rasulullah saw, pernah mengirim seorang tabib kepada Ubay bin Ka’ab. Kemudian tabib tersebut membedah uratnya dan menyundutnya dengan al kay ( besi panas) “(HR Muslim, no: 4088)
Para ulama menyimpulkan dari hadist-hadits diatas, bahwa berobat dengan alkay tidak haram. Tapi, hukumnyamakruh, jika ada obat lain.Karena di dalam al kay mengandung penyiksaan terhadap dirinya. (Salim bin ‘Ied al-Hilali, Ensiklopedi Larangan menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah, Pustaka Imam Syafi’i, 2006, 3/202-204.)
Berkata al Hafidh Ibu Hajarmenegaskan, “Adapun fakta beliau meninggalkannya, dan memuji siapa saja yang meninggalkannya, tidak menunjukkan larangan.Tapi, sedakarmenunjukkan bahwa hal itu lebih baik ditinggalkan”. Apalagi jika ada alternatif lain untuk berobat.(Fathul Bari, Kairo, Dar ar Royan,1987 M: 10/ 164)
Ibnu Qayyim mengatakan, “Adapun perbuataan beliau yang menggunakan al Kay menunjukkan kebolehannya.Sedangkan ketidaksenangan beliau tidak menunjukkan larangan.Pujian beliau kepada orang yang meninggalkannya menunjukkan bahwa meninggalkan al Kay lebih baik.Larangan ituberlaku jika ada pilihan pengobatanlain atau jika metode ini tidak diperlukan.”(Zaad al Ma’ad, Beirut, Muassasah al Risalah, : 4/ 65-66)
Apakah Pengobatan al Kay menafikan Tawakal?
Diriwayatkan dari al-Mughirah bin Syu’bah r.a, dari Nabi saw. beliau bersabda:
مَنْاكْتَوَىأَوْاسْتَرْقَىفَقَدْبَرِئَمِنْالتَّوَكُّلِ
“Barangsiapa melakukan pengobatan dengan cara kay atau meminta diruqyah berarti ia tidak bertawakal,” (Shahih, HR at-Tirmidzi, no: 2055 dan Ibnu Majah, no: 3489).
Sebagian orang, salah memahami hadist di atas. Mereka katakan bahwa pengobatan dengan al kay hukumnya haram, karena menafikan rasa tawakal kepada Allah SWT. Karena itu, Ibnu Qutaibah telah menjawab pernyataan di atas dan menjelaskan bahwa al Kay ada dua bentuk:
Bentuk yang pertama adalah al Kay untuk orang yang sehat, supaya tidak terkena sakit.Tradisi semacam ini banyak dilakukan oleh orang ajam dan orang Arab jahiliyah. Ada semacam keyakinan bahwa cara itu bisa menjaga kesehatan dan menjauhkan dari berbagai penyakit. Kadang, metode ini diterapkan pada unta-unta mereka jika terjadi wabah penyakit .
Inilah bentuk al Kay yang dilarang oleh Rasulullah saw karena menafikan tawakal kepada Allah swt. Karena menganggap bahwa dengan menyandarkan kepada kekuatan api, mereka tidak akan terkena sakit.
Bentuk Kedua: adalah pengobatan untukluka atau pendarahan yang luar biasa. Al Kay seperti inilah yang berpotensi untuk bisa menyembuhkan, dengan izin Allah. Sebab Rasulullah sendiri pernah mengobati dengan cara al Kay terhadap As’ad bin Zurarah di lehernya (HR Tirmidzi) . (lihat Ta’wil Mukhtalafal al Hadits, 329)
Kesimpulan
Dari penjelasan di atas, kita bisa menyimpulkan bahwa khitan dengan menggunakan Elektro Cauter hukumnya makruh. Hal itu berdasarkan dua hal:
Pertama: menurut keterangan para ulama bahwa operasi dengan menggunakan besi panas tidak dianjurkan, jika ada pengobatan lain. Padahal, khitan masih bisa dilakukan dengan menggunakan pisau atau gunting dengan cara manual.
Kedua:Selain itu, menurut pandangan medis bahwa khitan dengan Elektro Cauter banyak membawa efek negatif pada kesehatan kulit, sebagaimana yang telah diterangkan di atas. Wallahu A’lam
Pingback: MAJALAH_HUJJAH