Meraih Pahala Syahid Meski Belum Berjihad
Keluarga besar Pondok Pesantren Miftahul Huda Sambi Boyolali berduka karena musibah yang terjadi pada pertengahan bulan Januari lalu. Lima santri mereka yang sedang duduk di kelas dua tsanawiyah meninggal dunia karena tenggelam di sungai. Kronologinya, sepuluh santri berjalan melalui tepian saluran irigasi dengan bergandengan tangan.
Tiba-tiba seorang di antara mereka terpeleset, sehingga sembilan santri lainnya ikut terseret masuk ke dalam bak kontrol irigasi. Pengelola pondok pesantren dibantu warga setempat berusaha melakukan tindakan penyelamatan. Lima di antaranya dapat ditolong, sedangkan lima santri yang lain terjebak di dalam pusaran air bak kontrol irigasi. Setelah berhasil diangkat, kelimanya tidak bisa diselamatkan nyawanya.
Musibah tersebut merupakan ujian berat bagi keluarga pesantren, apalagi bagi orang tua para santri yang menjadi korban. Perasaan sedih dan terpukul begitu dirasakan oleh mereka. Tentu saja, karena mereka telah kehilangan anak-anak didik dan putra-putra yang tentu amat dicintainya, untuk selamanya. Apalagi mereka tergolong masih anak-anak, atau pasnya anak-anak yang baru menginjak usia remaja.
Umurnya kira-kira sebaya dengan umur Nabi Ismail saat diperintahkan untuk disembelih. Al Quran menyebutnya dengan istilah falamma balagha ma’ahus sa’ya (maka tatkala anak itu sampai pada umur yang sanggup berusaha bersama-sama nabi Ibrahim), maksudnya saat menginjak usia remaja dan sudah bisa diajak bekerja. Mufassir menyebutkan kira-kira berumur 13 tahun.
Namun yang menentramkan hati, mereka meninggal dunia dalam kondisi yang baik (husnul khatimah) insya Allah. Karena, selain berstatus sebagai thalabul ilmy, mereka meninggal dalam keadaan tenggelam, dan meninggal dalam keadaan seperti itu mendapat pahala syahid.
Makna Syahid
Syahid secara bahasa merupakan turunan dari kata sya-hi-da yang artinya bersaksi atau hadir. Saksi kejadian, artinya hadir dan ada di tempat kejadian. Ulama berbeda pendapat tentang alasan mengapa mereka disebut syahid. Al Hafidz Ibnu Hajar menyebutkan pendapat ulama tentang makna syahid. Diantaranya, karena orang yang mati syahid hakekatnya masih hidup, seolah ruhnya menyaksikan, artinya hadir. Ada juga yang berpendapat, karena Allah dan para malaikatnya bersaksi bahwa dia ahli surga. Pendapat lainnya, karena ketika ruhnya keluar, dia menyaksikan bahwa dirinya akan mendapatkan pahala yang dijanjikan.
Macam-Macam Syahid
Kata syahid adalah istilah syar’i, digunakan untuk menyebut orang yang meninggal di medan jihad dalam rangka menegakkan kalimat Allah. Namun Rasulullah saw juga menyebutkan istilah syahid bagi mereka yang meninggal di luar medan jihad:
الشَّهَادَةُ سَبْعٌ سِوَى الْقَتْلِ في سَبِيلِ اللَّهِ الْمَطْعُونُ شَهِيدٌ وَالْغَرِقُ شَهِيدٌ وَصَاحِبُ ذَاتِ الْجَنْبِ شَهِيدٌ وَالْمَبْطُونُ شَهِيدٌ وَصَاحِبُ الْحَرِيقِ شَهِيدٌ والذي يَمُوتُ تَحْتَ الْهَدْمِ شَهِيدٌ وَالْمَرْأَةُ تَمُوتُ بِجُمْعٍ شَهِيدٌ
“Mati syahid itu ada tujuh, selain yang terbunuh di jalan Allah: Meninggal karena tha’un, meninggal karena tenggelam, meninggal karena sakit tulang rusuk, meninggal karena sakit perut, meninggal karena terbakar, meninggal karena tertimpa benda keras, dan wanita yang meninggal karena mengandung atau melahirkan bayinya juga syahid.” (HR. Abu Daud).
Tujuh syahid yang dimaksud oleh hadits di atas adalah Syahid Akhirat saja, bukan Syahid Dunia Akhirat. Hal itu dikarenakan mati syahid ada tiga macam; Syahid Dunia Akhirat, Syahid Akhirat saja, dan Syahid Dunia saja.
Syahid Dunia Akhirat, adalah seorang muslim yang gugur di medan perang/jihad untuk meninggikan Kalimatullah. Syahid golongan ini tidak dimandikan dan tidak dishalati, tapi langsung dikebumikan dengan darah yang ada padanya dengan pakaian yang dikenakannya.
Syahid Dunia saja, maksudnya orang yang gugur dalam jihad tetapi niat jihadnya bukan karena Allah, seperti berjihad karena riya’, sum’ah, mendapat ghanimah dan lain lain. Syahid golongan ini diperlakukan seperti syahid dunia akhirat dari segi tidak dimandikan dan tidak dishalati, tetapi di akhirat tidak mendapatkan apa-apa.
Syahid Akhirat saja, adalah orang-orang yang wafat karena sebab-sebab yang dinyatakan oleh nash seperti sakit perut/diare, tertimpa reruntuhan, terbakar, tenggelam, melahirkan dan lain-lain, seperti yang disebutkan hadits di atas. Sehingga mereka mendapatkan pahala mati syahid namun tetap diperlakukan seperti mayat muslim pada umumnya, yakni dimandikan, dan dishalati.
Syahid Tanpa Jihad?
Kenapa orang yang meninggal dunia selain di medan jihad bisa mendapatkan gelar syahid? Al Hafidz Al Aini mengatakan,
“Mereka mendapat gelar syahid secara status, bukan hakiki. Dan ini karunia Allah untuk umat ini, dimana Dia menjadikan musibah yang mereka alami (ketika meninggal dunia) sebagai pembersih atas dosa-dosa mereka, dan ditambah dengan pahala yang besar, sehingga mengantarkan mereka mencapai derajat dan tingkatan para syuhada hakiki. Karena itu, mereka tetap dimandikan, dan ditangani sebagaimana umumnya jenazah kaum muslimin.”
Imam Suyuthi menyebutkan bahwa Syahid Akhirat merupakan kekhususan bagi umat Nabi Muhammad saw. Umat sebelumnya tidak ada yang mendapatkan pahala Syahid Akherat, mereka mendapatkan pahala Syahid Dunia Akherat saja yaitu saat meninggal terbunuh di medan perang.
Pahala Syahid
Allah memberikan pahala istimewa kepada orang yang meninggal dunia dalam keadaan syahid. Rasulullah menyebutkan:
“Orang yg mati syahid mendapatkan enam hal di sisi Allah: Diampuni dosa-dosanya sejak pertama kali darahnya mengalir, diperlihatkan kedudukannya di surga, diselamatkan dari siksa kubur, dibebaskan dari ketakutan yg besar, dihiasi dgn perhiasan iman, dinikahkan dengan bidadari dan dapat memberikan syafaat kepada tujuh puluh orang kerabatnya.” (HR. Ibnu Hibban)
Subhanallah, begitu mulianya orang yang dipilih oleh Allah meninggal dunia dalam keadaan syahid. Sedih, memang iya, namun semoga keluarga tidak terus menerus berlarut dalam kesedihan. Mestinya mereka bahagia, karena anak-anak mereka telah dipilih oleh Allah meninggal dunia dalam keadaan syahid. Bahkan mendapatkan dua pahala syahid sekaligus, insyaAllah. Pertama, meninggal karena tenggelam. Kedua, status mereka sedang thalabul ilmi. Rasulullah saw pernah menyebutkan:
“Barangsiapa keluar dari rumahnya dalam rangka mencari ilmu maka ia fi sabilillah (berada di jalan Allah) hingga kembali.” (HR. Tirmidzi)
BACA JUGA : Berteman Dengan Orang Shalih
Ulama’ menyebutkan, meski thalibul ilmi (penuntut ilmu) belum berangkat jihad ke medan perang, namun kesibukan mereka dalam mengkaji ilmu akan mendapatkan pahala sebagaimana pahalanya mujahid. Wallahu a’lam.
Semoga untaian kata-kata di atas bisa menjadi pelipur lara bagi keluarga yang ditinggalkan -dan juga bagi siapa saja yang mendapatkan ujian semisal- sehingga bisa sabar dan tabah dalam menghadapi musibah tersebut.
Ya Allah, jadikanlah sisa hidup kami sebagai penambah amal kebaikan dan dan jadikanlah kematian kami sebagai penghenti dari melakukan amal keburukan. Aamiin.
Pingback: Hukum Jihad Bagi Wanita - arrisalah
Pingback: Syahid di Malam Pertama - arrisalah