Karunia Cinta Khadijah
Pada sebuah kesempatan, Rasulullah membut coretan berupa 4 garis. “Tahukah kalian garis apa ini?” kata beliau kepada para sahabat. Mereka pun menggeleng sembari mengatakan bahwa hanya Allah dan rasulnya yang tahu. Beliau lalu menjelaskan bahwa empat garis itu adalah isyarat untuk menjelaskan wanita terbaik yang kelak akan menjadi penghuni jannah. Mereka yaitu, “Khadijah binti Khuwailid, Fatimah binti Muhammad, Asiyah binti Muzahim istri firaun dan Maryam binti Imran.”
Benar, Khadijah dalam daftar tersebut adalah istri pertama Rasulullah. Dia menempati peringkat teratas daftar wanita terbaik bukan karena nepotisme atau kedekatan dengan suaminya yang menjadi rasul. Melainkan karena bakti dan dedikasi yang ia sumbangkan untuk perjuangan Rasulullah. Sebuah peran yang tidak mudah karena menghajatkan pengorbanan.
Pernikahan antara Rasulullah dengan Khadijah tidak terjadi secara kebetulan, melainkan sebuah takdir yang penuh hikmah. Sebab, seorang wanita yang baik akan dipilihkan lelaki yang baik pula. Begitu pula sebaliknya. Selain itu, Rasulullah adalah manusia luar biasa, sehingga wanita yang menjadi pendamping hidupnya tentu bukan wanita biasa-biasa.
Di masa Arab Jahiliyah, orang-orang Makkah mengenal Khadijah sebagai saudagar wanita kaya yang pandai mengelola bisnis niaga. Orang-orang juga menghormatinya karena ia putri Khuwailid bin Asad, salah satu tokoh Makkah yang disegani. Meski menyandang status bangsawan, Khadijah tetap membumi, ia tetap bergaul dengan santun dan rendah hati. Dari sifat-sifatnya yang terpuji, orang-orang Makkah menyebutnya dengan At-Thahirah atau sang wanita suci.
Tak mengherankan, karena memiliki banyak kelebihan banyak lelaki tertarik meminangnya. Namun, laki-laki yang beruntung menjadi suaminya adalah Abu Halah Hindun bin Nabbas bin Zurarah At-Tamimi. Pernikahan pertamanya ini membuahkan dua orang putra: Hindun bin Abi Halah dan Halah bin Abi Halah. Kelak, anak sulungnya mengikuti jejaknya masuk Islam.
Setelah Abu Halah meninggal, Khadijah diperistri oleh Atiq bin Abid bin Abdullah al-Makhzumi. Pada pernikahan yang kedua ini, Khadijah dianugerahi seorang putri bernama Hindun binti Atiq. Namun, pernikahan ini kandas karena perceraian. Setelah itu, Khadijah memilih hidup sendiri selama bertahun-tahun sebelum takdir mempertemukannya dengan jodoh terakhirnya, Muhammad bin Abdillah Al-Amin.
Awalnya, Khadijah mendengar nama Muhammad sebagai orang yang dikenal memiliki integritas tinggi. Karena itu, Khadijah tertarik bekerja sama dengannya untuk menjualkan barang dangannya ke Syam. Khadijah bahkan menawarkan imbalan yang lebih tinggi dibanding yang didapat para pedagang Quraisy lain.
Rasulullah berniaga ke Syam ditemani Maisarah, budak laki-laki Khadijah. Dalam perjalanan itu, Maisarah melihat mukjizat-mukjizat ajaib. Seperti awan yang selalu menaungi dari panas matahari. Ketika singgah di kota Bushra di Syam, seorang pendeta bernama Nasthur mengatakan bahwa orang yang bersamanya saat itu akan menjadi nabi.
“Tahukah kamu. Lelaki yang sedang berteduh di bawah pohon itu tiada lain kecuali seorang nabi.” Kata Nasthur menunjuk ke arah Rasulullah.
Nasthur berani memastikan hal itu karena melihat tanda kenabian berupa warna merah di mata Muhammad SAW. Pendeta Nasthur mengatakan, “Dialah nabi terakhir. Para pendeta kami menemukan sifat-sifatnya dalam kitab-kitab suci kami.”
Maisarah dengan penuh antusias menceritakan sisi menarik dari sosok muhammad kepada majikannya. Cerita itu menumbuhkan rasa suka di hati Khadijah yang terus berbunga menjadi rasa cinta yang mendorongnya untuk menikah dengan muhammad. Namun, ia malu mengungkapkannya. Lewat teman karibnya, Nafisah bin munabbih, Khadijah menyampaikan maksud hatinya. Pernikahan pernuh berkah itu pun akhirnya terwujud dengan disaksikan para tokoh dari Bani Hasyim dan tetua Suku Mudhar. Pernikahan itu terjadi 2 bulan setelah Rasulullah pulang dari berniaga ke Syam. Maharnya berupa 20 ekor unta betina.
Khadijah adalah contoh ideal untuk wanita yang melengkapi kehidupan seorang tokoh besar. Para nabi pengemban risalah adalah orang yang memiliki hati yang keras dan tangguh, lantaran berhadapan dengan realitas keras yang harus diubah. Karena itu mereka butuh orang yang melengkapi kehidupan mereka dengan kelembutan, penerimaan dan dukungan. Dan semua peran itu dilakukan dengan maksimal oleh Khadijah.
Atas semua pengorbanannya, Khadijah mendapat pujian langsung dari Allah. Ketika Rasulullah sedang bermunajat di Gua Hira, malaikat Jibril datang menyampaikan pesan.
“Wahai utusan Allah. Khadijah menuju ke tempat ini membawa periuk berisi lauk dan makanan atau minuman. Jika dia sudah sampai, sampaikan salam dari Allah dan dariku kepadanya. Sampakan kabar gembira kepadanya, bahwa Allah menyiapkan untuknya sebuah rumah yang terbuat dari permata di jannah.”
Khadijah yang mendapat titipan salam dari Allah pun menjawab, “Innallaha huwassalam. Waala jibril as-salam. Waalaika ya rasulallah as-salam. Sesungguhnya Allah dzat yang memberi keselamatan. Semoga keselamatan dilimpahkan kepada Jibril dan juga kepada anda wahai Rasulullah.”
BACA JUGA : Mulia Dan Terhormat
Para ulama menilai ucapan Khadijah di atas menjadi sebagai bukti kecerdasannya. Di mana ketika menjawab salam dari Allah tidak menggunakan kalimat. “Wa alaihi salam” yang artinya semoga keselamatan juga terlimpahkan kepadanya. Kalimat tersebut sebenarnya adalah doa dan harapan agar orang yang menyampaikan salam mendapat keselamatan serupa. Padahal, Allah adalah dzat yang memberi keselamatan. Kepadanya manusia meminta keselamatan, dan atas izinnya keselamatan itu terwujud. Karena itu, Khadijah menilai tidak tepat menggunakan kalimat jawaban yang biasa. Kalimat balasan yang tepat untuk menjawab salam dari Allah yaitu pujian dan sanjungan, Innahu huwas salam. Khadijah ternyata sudah memahami hal ini sebelum Rasulullah mengajarkan kepadanya.
Berbagai kelebihan dalam diri Khadijah membuat Rasulullah benar-benar jatuh cinta. Rasa cinta ini terus membara meski sang istri telah tiada. Bahkan, Aisyah menjadi cemburu dengan Khadijah meski ia belum pernah bertemu sama sekali dengan istri pertama Rasulullah tersebut.
Suatu ketika Rasulullah menyanjung kebaikan Khadijah. Aisyah yang cemburu dengan spontan mengatkaan, “Terlalu sering anda menyebut namanya. Da seorang wanita yang sudah tua. Allah telah menggantikan untukmu wanita yang lebih baik darinya.”
Rasulullah menjawab, “Allah tidak menggantikannya dengan seorang wanitapun yang lebih baik darinya. Dia telah beriman kepadaku ketika orang-orang kafir kepadaku. Dia telah membenarkan aku tatkala orang-orang mendustakan aku. Dia telah membantuku dengan hartanya tatkala orang-orang menahan hartanya tidak membantuku. Dan Allah telah menganugerahkan darinya anak-anak tatkala Allah tidak menganugerahkan kepadaku anak-anak dari wanita-wanita yang lain.”
Pada kesempatan yang lain, Rasulullah menyembelih sekor kambing. Setelah dagingnya dipotong-potong, beliau membungkus beberapa potongan daging dan meminta agar dihadiahkan kepada beberapa teman dekat Khadijah.
Aisyah pun mengatakan, “seakan-akan di dunia ini tidak ada wanita yang lain kecuali Khadijah.”
Rasulullah pun mengatakan. “Inni ruziqtu hubbaha. Sungguh, Allah telah menganugerahkan kepadaku rasa cinta kepada Khadijah.” []