Ruqyah, dengan Teknik Jin Catcher
Patut disyukuri bahwa istilah ruqyah, syar’iyyah telah dikenal oleh masyarakat dan dipercaya sebagai solusi yang bisa mengalihkan dari kecenderungan berobat ke dukun. Dan yang jelas, umat mengerti bahwa ada cara syar’i untuk mengatasi gangguan jin maupun sihir, hal yang membuat umat semakin yakin terhadap kesempurnaan Islam.
Hati-hati Tawassu’ dalam Ruqyah
Pun begitu, sebagaimana dalam persoalan lain setan senantiasa mencari celah masuk untuk merusak kebaikan. Modusnya dengan dua sisi ekstrim; aagar ada yang antipati dan yang lain kelewat dan berlebih-lebihan dalam meyakini maupun beraksi. Tak terkecuali dalam hal ruqyah syar’iyyah. Kita tahu bahwa tatkala istilah dan praktik ruqyah syar’iyyah mulai semarak, para dukun yang ingin laku mulai numpang tenar dengan memakai istilah itu dalam penanganan terhadap pasien yang berobat kepadanya. Cukup dengan memoles dan mengemas cara yang biasa dilakukan dengan bacaan ayat-ayat al-Qur’an.
BACA JUGA: Pertolongan Pertama Dengan Ruqyah
Kemudian di sisi lain, para aktifis ruqyah syar’iyyah tak sedikit yang tergoda untuk tawassu’ (memperlebar) dalam hal cara dan teknik ruqyah yang begitu banyak kreasinya. Hingga masing-masing peruqyah mengklaim menemukan jurus tertentu, teknik mujarab dan klaim-klaim lain yang perlu diuji secara syar’i, di samping berpotensi menimbulkan ujub dan syuhrah (gila popularitas).
Dan tak sedikit klaim-klaim tersebut muncul berdasarkan pengakuan jin atas pengaruh ruqyah yang dilakuka oleh peruqyah. Padahal, karakter dasar mereka adalah ‘kadzuub’, pembohong. Sementara kita tidak bisa konfirmasi, atau mendatangkan saksi yang bisa dipercaya. Sedangkan kita bergaul dengan manusia yang tampak fisiknya, lebih mudah dikonfirmasi, pun masih sering tertipu.
Ketika peruqyah melakukan kreasi dalam hal ruqyah, mendasarkan pada hadits,
“Tidak mengapa ruqyah yang tidak ada unsur kesyirikan di dalamnya.” (HR Muslim)
Sementara, awal dari hadits tersebut kurang mendapat perhatian, yakni kalimat,
“Perlihatkan kepadaku (Nabi) seperti apa ruqyah yang kamu lakukan…!” (HR Muslim)
Maknanya, Nabi merasa perlu untuk mengecek, di antara sekian ruqyah yang biasa dilakukan oleh orang Arab mana yang masuk dalam kategori boleh, dan mana yang masuk dalam kategori larangan. Dalam konteks kekinian, tunjukkan cara ruqyah tersebut kepada para ulama yang paham syariat, adakah sisi-sisi penyimpangan padacara ruqyah tersebut. Jika tidak, maka semua orang bisa berkreasi sesuai kehendaknya. Meskipun hadits tersebut kemudian diakhiri dengan kalimat penutup, “tidak mengapa ruqyah yang tidak ada unsur kesyirikan.”
Tapi setidaknya peruqyah membatasi cara-cara ruqyah yang telah dikenali sebagai cara ruqyah, tidak terlalu tawassu’ hingga cara yang dilakukannya keluar dari karakter ruqyah yang masyru’(yang disyariatkan). Ukuran “tidak mengandung kesyirikan” yang dimaksud juga masuk di dalamnya perkara-perkara yang mengantarkan kepada kesyirikan maupun perkara yang bertentangan dengan syariat dan akidah Islam.
Sekarang ini saking kreatifnya sebagian peruqyah, hingga cara-cara yang dilakukan mendekati kemiripannya dengan cara para dukun. Pada saat yang sama para dukun dalam penampakannya semakin mendekati cara-cara yang dilakukan oleh peruqyah. Akhirnya, makin kaburlah batas-batas ruqyah syar’iyyah (ruqyah yang syar’i) dan ruqyah ghairu syar’iyyah (ruqyah yang tidak syar’i)
Fenomena Jin Catcher
Satu di antara sekian kasus ruqyah yang membingungkan umat adalah apa yang disitilahkan dengan metode ruqyah Jin Catcher. Di mana aksi yang dilakukannya adalah memindahkan si jin pengganggu pada tubuh pasien yang disebut sebagai Jin Catcher. Yakni jasad tempat memindahkan jin yang mengganggu. Kalau dalam dunia supranatural, teknik Jin Catcher, prinsipnya sama dengan Teknik Mediumisasi yang biasa kita saksikan di salah satu acara di televisi.
Ada seorang ibu-ibu pasien ditanya tentang teknik ruqyah seperti ini, “Ustadznya tidak sendirian Pak, berdua sama temannya. Alhamdulillah, saya seneng Pak, Ustadznya pinter, jin itu dipindahkan ke tubuh temannya, terus dihajar ditubuh temennya tersebut , Jin itu cerita panjang lebar tentang sakit yang saya alami, masa lalu saya, dan semuanya persis dengan apa yang saya alami. Jin itu didakwahi dan disuruh tobat tapi gak mau, akhirnya dibunuh, Pak.”
Tapi anehnya, selepas itu si pasien tidak merasakan adanya perubahan apapun dari keluhannya. Tak ada pembuktian valid ketika itu; apakah benar-benar ada jin di tubuh pasien, apakah jin benar-benar berpindah ke jin cacther, dan apakah benar-benar jin tersebut sudah terbunuh? Adakah jaminan bahwa orang itu tidak menipu, atau jinnya tidak menipu dengan pasang aksi dian seakan telah terbakar atau terbunuh?
Sekilas cara seperti ini tidak ada unsur kesyirikan, tapi memindahkan jin ke tubuh orang lain buanlah cara yang dikenal secara masyru’ maupun ma’quul, baik secara sya’i maupun secara logis tidak masuk, dan inilah karakter perdukunan. Anehnya lagi, jika dia bisa mengeluarkan dari tubuh pasien, kenapa pula harus dimasukkan ke tubuh temannya? Semoga Allah melindungi kita dari kesesatan yang tersembunyi dan terang-terangan, aamiin. (Abu Umar Abdillah)
Pingback: Testimoni dari Jin - arrisalah