Paranormal Para Perusak Iman
Kami tidak membenarkan dukun dan peramal, juga siapa saja yang mengklaim sesuatu yang bertentangan dengan al-Kitab, as-Sunnah, dan Ijma’ umat.
Praktik paranormal, dukun, peramal, tukang sihir, dan yang sejenisnya sudah ada sejak zaman Nabi Muhammad saw, bahkan sebelum zaman beliau. Pada masa Abu Ja’far ath-Thahawiy semua praktik itu masih ada dan sampai zaman sekarang pun masih ada. Seperti pada zaman ath-Thahawiy, beberapa praktik dinisbatkan kepada orang yang diklaim atau mengklaim diri sebagai wali Allah, sekarang pun demikian. Padahal para ulama telah sepakat mengenai keharamannya.
Biasanya bentuk praktik mereka adalah mengabarkan posisi barang yang hilang atau diambil orang lain, meramal nasib dengan melihat posisi bintang-bintang, meramal masa depan, memberitahukan siapa yang akan menjadi jodoh seseorang, mengubah nasib, dan lain sebagainya. Ada juga yang sampai menimpakan mudarat kepada orang lain. Semua bentuk perbuatan ini hukumnya haram.
Dalil Keharaman
Keharaman berbagai macam praktik mereka ini disebut dalam al-Qur`an dan as-Sunnah. Di antaranya:
“Dan di sisi Allah saja semua kunci (ilmu) gaib. Tidak ada yang tahu selain Dia.” (Al-An’am: 59)
“Katakanlah, tidak ada yang mengetahui perkara gaib di langit dan di bumi selain Allah.” (An-Naml: 65)
Ayat-ayat di atas menunjukkan secara tegas bahwa yang mengetahui perkara gaib hanyalah Allah. Maka siapa pun yang mengklaim diri memilikinya atau meyakini bahwa ada orang yang memilikinya, sadar atau tidak ia telah menolak ayat-ayat di atas.
Sedangkan dari Rasulullah saw, Imam Muslim meriwayatkan dari Hafshah ra bahwa beliau bersabda,
“Barangsiapa yang mendatangi peramal lalu ia bertanya kepadanya, sholatnya tidak diterima selama 40 malam.”
Abu Dawud meriwayatkan dari Abu Hurayrah ra bahwa Nabi saw bersabda,
“Barangsiapa yang mendatangi dukun lalu ia percaya kepada apa yang dikatakannya, sungguh ia telah kafir kepada apa yang diturunkan kepada Muhammad saw.”
Dengan sanad yang shahih Imam Ahmad meriwayatkan dari Abu Hurayrah juga bahwa Nabi saw bersabda,
“Barangsiapa yang mendatangi dukun atau peramal lalu ia bertanya kepadanya dan percaya kepadanya, sholatnya tidak diterima selama 40 malam.”
Tingkatan Dosa
Percaya atau membenarkan kata-kata dukun bertingkat-tingkat dosanya. Ada yang sampai ke tingkatan kufur dan ada pula yang merupakan dosa besar. Yang merupakan kufur adalah mempercayai kabar gaib yang dikatakannya. Termasuk perkara yang gaib di sini adalah perkara yang akan terjadi pada masa yang akan datang. Misalnya peramal mengatakan, “Kamu akan menikahi laki-laki/perempuan dari daerah tertentu, kamu akan mati di daerah ini.”
BACA JUGA: Doa Penangkal Syirik
Barangsiapa yang percaya kepada kata-kata seperti ini, maka ia telah kafir. Sebab ia telah mengkafiri firman Allah tersebut di atas (yakni an-Naml: 65).
Sedangkan percaya kepada kata-kata dukun tentang perkara gaib yang sifatnya nisbi (ada orang yang mengetahuinya) seperti posisi barang hilang, barang yang dicuri, dan lain sebagainya), maka ini tidak sampai ke tingkatan kufur. Meskipun demikian, ia berada dalam bahaya besar. Seberapa besar bahayanya, cukuplah peringatan dari Nabi saw bahwa shalatnya tidak akan diterima selama 40 hari.
Ada juga di antara para ulama yang menggeneralisir, percaya kepada ucapan dukun adalah perbuatan kufur. Namun yang lebih kuat adalah diperinci seperti tersebut di atas. Dasarnya, dalam hadits disebut tentang tidak diterimanya shalat selama 40 hari. Ini menunjukkan orang yang melakukannya masih punya iman. Sebab jika tidak punya iman, mestinya shalatnya tidak diterima selamanya. Dasar berikutnya, orang-orang yang datang kepada dukun atau peramal umumnya tahu bahwa para dukun dan peramal mendapatkan kabar gaib dari jin. Maknanya, mereka tidak meyakini bahwa dukun/peramal memiliki ilmu gaib secara mutlak.
Pada matan disebut juga tentang orang yang mengklaim sesuatu yang menyelisihi al-Qur`an, as-Sunnah dan Ijma’; bahwa kita tidak boleh membenarkan ucapannya. Baik dukun, peramal, atau orang yang mengklaim sesuatu yang bertantangan dengan al-Qur`an, as-Sunnah, atau Ijma’. Apa pun yang menyelisihi al-Qur`an, as-Sunnah, atau Ijma’ tak boleh dibenarkan, meskipun ada hakikatnya. Sama seperti dukun yang terkadang apa yang dikabarkannya ada hakikatnya dan benar-benar terjadi.
Kabar Curian
Barangsiapa yang mengklaim diri memiliki ilmu gaib, sungguh ia termasuk setan atau saudara-saudaranya setan. Allah berfirman,
“Dan (Ingatlah) hari di waktu Allah menghimpunkan mereka semuanya (dan Allah berfirman), ‘Hai golongan jin, sesungguhnya kamu telah banyak menyesatkan manusia!’ Lalu berkatalah kawan-kawan meraka dari golongan manusia, ‘Wahai Rabb kami, sesungguhnya sebagian dari kami telah mendapat kesenangan dari sebagian (yang lain) dan kami telah sampai pada waktu yang telah Engkau tentukan bagi kami.’ Allah berfirman, ‘Neraka itulah tempat diam kamu, sedang kamu kekal di dalamnya, kecuali kalau Allah menghendaki (yang lain)!’ Sesungguhnya Rabbmu Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui. (Al-An’am: 128)
Ayat ini menjelaskan bahwa baik manusia maupun jin telah sama-sama saling menikmati interaksi yang Rabb-ku bangun. Setan jin jin menikmati ibadah dan taqarrub manusia kepadanya. Dan sebaliknya, manusia menikmati kabar-kabar gaib yang disampaikan oleh jin.
Mengenai kebenaran yang disampaikan oleh dukun setelah mendapatkan bisikan dari jin, hal itu dikarenakan saat Allah mewahyukan kepada malaikat akan berbagai kejadian di masa yang akan datang, dan para malaikat itu menyampaikannya kepada malaikat lain yang bertugas untuk melaksanakannya, beberapa jin mencuri dengar. Maka, kabar itu disampaikan oleh para jin kepada para dukun dengan imbalan kesesatan mereka dan ibadah mereka kepada mereka. Allah berfirman,
“Kecuali setan yang mencuri-curi (berita) yang dapat didengar (dari malaikat) lalu dia dikejar oleh semburan api yang terang.” (al-Hijar: 18)
Shalat yang Tidak Diterima
Para ulama berbeda pendapat mengenai shalat 40 yang tidak diterima, apakah maknanya tidak diterima tetapi gugur kewajiban ataukah tidak gugur kewajiban, meskipun seseorang mengerjakannya. Pendapat yang kuat dalam masalah ini adalah tidak diterima tetapi gugur kewajiban, sebab ulama telah berijmak bahwa orang yang melakukannya tidak wajib mengulang shalatnya yang 40 hari itu. Ini menunjukkan gugurnya kewajibannya, tetapi ia tidak mendapatkan pahalanya.
Hukum Paranormal dan Dukun
Mengenai hukum dukun atau peramal, jika orang yang bertanya dan membenarkan saja diancam dengan shalatnya selama 40 hari tidak diterima dan bisa jadi sampai ke tingkatan kafir, lantas bagaimana dengan yang ditanya?
Jika dalam melakukan praktik perdukunan dan peramalannya paranormal atau dukun atau peramal meminta bantuan kepada jin/setan, maka ini adalah perbuatan kufur. Para ulama seperti Imam Abu Hanifah, Imam Malik, dan Imam Ahmad berpendapat, mereka telah kafir. Kecuali dalam beberapa kasus, menurut Imam Ahmad, tidak sampai perbuatan kufur.
Menurut Imam Syafi’i, jika perbuatannya mengandung unsur kekafiran seperti beribadah kepada setan, memanggil setan dan mengajak bicara dengannya, menyembelih binatang tertentu untuknya, memenuhi keinginannya dengan menyalakan dupa/kemenyan dan lain sebagainya maka ini adalah kekafiran. Sedangkan jika tidak melakukan hal itu, maka itu termasuk dosa besar. Namun jika ia meyakini kebolehannya, maka itu juga kekafiran.
Wallahu a’lam.
Pingback: Keterbatasan dan Peran Akal - arrisalah