Mereguk Lezatnya Shaum Ramadhan
Shaum memang mengharuskan seseorang menahan diri dari berbagai keinginan. Shaum membuat pelakunya lapar dan haus seharian. Namun dibalik itu, Allah sediakan kompensasi yang membuat hati orang mukmin bergembira menjalani Ramadhan. Kegembiraan yang mampu mengalahkan segala bentuk kelelahan dan kesusahan saat menjalani shaum. Karena itulah, para salafush shalih dahulu betul-betul merasakan lezatnya shaum melebihi kelezatan yang dirasakan oleh orang-orang yang mengenyam kelezatan makanan yang disukainya.
Seperti Amir bin Abd al-Qais yang menangis saat menghadapi dekatnya kematian lalu ditanya, “Apakah Anda takut menghadapi kematian sehingga Anda menangis?” Beliau menjawab, “Kenapa aku tidak boleh menangis, dan siapa pula yang lebih berhak menangis daripada saya, hanya saja demi Allah saya menangis bukan karena takut mati atau ingin berlama-lama tinggal di dunia. Akan tetapi aku menangis karena harus berpisah dengan shaum di hari yang panas dan shalat malam di musim dingin.”
Hal serupa dikatakan oleh Abdurrahman bin al-Aswad an-Nakha’i yang menjelang wafatnya berkata, “Alangkah sedihnya berpisah dengan shalat dan shaum.” Begitulah jiwa yang mengetahui dan meyakini istimewanya ibadah shaum.
Bagaimana tidak, Allah memuji orang yang shaum dan akan membalas sendiri atas jerih payah orang yang meninggalkan keinginan nafsunya demi mengutamakan pengabdiannya kepada Allah. Rasulullah bersabda,
“Setiap amal anak Adam dilipatgandakan pahalanya, satu kebaikan yang dilipatkan sepuluh kali lipat hingga 700 kali lipat. Allah berfirman, “Kecuali shaum, karena shaum itu untuk-Ku, dan Aku yang akan membalasnya. Ia telah meninggalkan syahwatnya, makanannya dan minumannya karena-Ku.” (HR Bukhari dan Muslim)
Bagaimana mana seseorang tidak tersanjung dengan pujian Allah ini. Di balik bau mulut yang tidak enak sebagai efek shaum Ramadhan, ternyata di sisi Allah lebih wangi baunya daripada minyak misk. Rasulullah bersabda,
“Bau mulut orang yang shaum lebih harum di sisi Allah daripada minyak misk. Malaikat memintakan ampun bagi mereka hingga berbuka. Allah menghiasi jannah-Nya setiap hari kemudian berfirman, ‘Sebentar lagi hamba-hamba-Ku yang shalih akan lepas dari beban dan gangguan, dan akan mendatangimu.” (HR Ahmad)
Yakni bau mulut orang shaum lebih harum di sisi Allah daripada bau misk, karena sesuatu yang muncul sebagai efek dari ibadah kepada Allah dan ketaatan kepada-Nya itu dicintai di sisi Allah. Dengannya Dia akan menggantikan sesuatu yang lebih baik, lebih utama dan lebih istimewa. Seperti juga orang yang syahid terbunuh di jalan Allah karena ingin menjadikan kalimat Allah menjadi tinggi, dia akan dibangkitkan pada hari kiamat sedang darahnya masih mengalir, warnanya merah darah namun baunya adalah misk. Allah juga membanggakan orang-orang yang berhaji ketika wukuf dengan firman-Nya,
“Lihatlah hambahamba- Ku, mereka mendatangiku meski harus kusut dan berdebu.” (HR Ahmad dan Ibnu Hibban).
Bagaimana kita tidak senang menjalankan shaum, sedangkan malaikat akan memintakan ampun bagi bagi orang yang shaum hingga datangnya waktu berbuka. Padahal malaikat adalah hamba yang dimuliakan di sisi Allah, doa-doanya pastilah dikabulkan oleh Allah. Rasa lapar hanya sebentar, haus hanya sementara dan keletihan segera sirna.
Bersamaan dengan itu, Allah menghias jannah untuk menggantikan kesusahan orang yang shaum dengan kenikmatan. Hingga Dia berfirman, “Sebentar lagi hamba-hamba-Ku yang shalih akan lepas dari beban dan gangguan…” Dan masih banyak lagi fadhilah dari shiyam Ramadhan. Hanya saja, shaum memiliki adab yang wajiib dijaga sehingga seseorang memperoleh faedah yang optimal dengan shaumnya.
Orang yang shaum adalah orang yang menjaga anggota badannya dari dosa, menjaga lisannya dari katakata keji dan dusta, menjaga perutnya dari makanan dan minuman yang haram, dan menjaga kemaluannya dari tindakan keji. Jika dia berbicara, maka ia berbicara tentang apa yang tidak merusak shaumnya. Jika dia berbuat, maka perbuatan tersebut adalah sesuatu yang tidak menggerogoti pahala shaumnya.
Sehingga apa yang diucapkannya senantiasa bermanfaat dan baik. Begitupula dengan amal perbuatannya. Inilah shaum yang disyariatkan, bukan hanya sekadar menahan lapar dan haus saja. Selayaknya orang yang shaum tidak terlalu banyak makan di waktu malam. Jika seseorang kenyang di awal malam, maka dia tidak lagi dapat memanfaatkan sisa malamnya.
Begitupula jika perut seseorang terlalu penuh ketika sahurnya, maka dia tidak lagi dapat memanfaatkan sebagian besar waktu siangnya. Karena terlalu kenyang menyebabkan malas. Di samping itu, menjadi hilanglah maksud dari shaum jika ternyata berlebihan ketika makan.
Sedangkan maksud diperintahkannya shaum adalah agar seseorang merasakan lapar dan meninggalkan apa yang disukainya. Mengakhirkan makan sahur lebih diutamakan daripada mengawalkannya, yakni memulai shaum tatkala terbit fajar. Allah berfirman,
“Dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar.” (QS Al-Baqarah 187)
Sebagian orang menyelisihi hal itu. Mereka begadang di malam hari kemudian makan sahur lalu tidur satu atau dua jam sebelum terbitnya fajar. Mereka menghimpun beberapa kesalahan. Mereka telah shaum sebelum waktu shaum, bisa jadi mereka meninggalkan shalat jama’ah shubuh, atau bahkan mereka shalat setelah habis waktunya, mereka tidak shalat melainkan setelah terbit matahari, sungguh ini musibah besar. Wal iyadzu billah. (Abu Umar Abdillah)