Karamah Wali Allah
(109) Kami juga percaya kepada karamah para wali dan riwayat-riwayat yang shahih dari orang-orang yang terpercaya tentang mereka.
Kejadian yang dialami oleh manusia pada umumnya adalah kejadian yang biasa. Kejadian yang menggambarkan sisi kelemahan makhluk. Orang mengabarkan apa yang diketahuinya dengan cara yang biasa. Orang lain melakukan sesuatu yang dimampuinya. Hal ini berbeda dengan Allah yang segala kesempurnaan ada pada-Nya.
Ada kondisi khusus dimana manusia mengalami kejadian luar biasa. Kejadian yang berhubungan langsung dengan salah satu dari tiga perkara yang merupakan pangkal kesempurnaan. Ketiga perkara itu adalah ilmu (al-‘ilmu), kemampuan (al-qudrah), dan ketidakbutuhan terhadap sesuatu (al-ghina). Kesempurnaan yang sejatinya dimiliki oleh Allah.
Ilmu Allah meliputi segala sesuatu. Kuasa Allah tak terbatas terhadap segala sesuatu. Dan Allah tidak butuh sesuatu pun dari makhluk-Nya.
Saat mengutus Rasul, Allah memerintahkannya untuk menyatakan bahwa ia tidak memiliki salah satu dari ketiga perkara yang merupakan pangkal kesempurnaan itu. Allah berfirman,
“Katakanlah (hai Muhammad), ‘Aku tidak mengatakan kepadamu bahwa perbendaharaan Allah ada padaku. Dan aku tidak mengetahui yang gaib dan aku tidak pula mengatakan padamu bahwa aku malaikat. Aku hanya mengikuti yang diwahyukan kepadaku.’.” (al-An’am: 50)
Namun demikian, adakalanya kejadian luar biasa terjadi pada Rasul. Terkait dengan ilmu, Rasul mengabarkan tentang hal gaib dan sesuatu yang belum terjadi. Terkait kemampuan, dari jari-jemari Rasul terpancar air. Terkait dengan ketidakbutuhan terhadap sesuatu, orang yang hendak melukai Rasul tak mampu mengangkat pedang. Kejadian luar biasa yang terjadi pada diri Rasul atau Nabi ini disebut dengan mukjizat.
Selain pada diri seorang Rasul, kejadian luar biasa dapat juga dialami oleh manusia biasa. Jika kejadian itu dialami oleh seorang yang shalih, maka itu adalah mukjizat. Sedangkan jika kejadian itu dialami oleh seorang pendosa—lantaran dosanya—maka itu adalah ahwal syaithaniyah (perbuatan atau tipu daya setan).
Kasyaf dan Ta’tsir
Para ulama memiliki istilah untuk kejadian luar biasa yang mencakup tiga perkara: ilmu, kuasa, dan ketidakbutuhan ini. Kasyaf adalah istilah untuk kejadian luar biasa yang berhubungan dengan ilmu. Kasyaf terjadi dengan bisikan, yakni seseorang mendengar suara yang tidak didengar oleh orang lain atau lewat penglihatan, baik dalam tidur maupun berjaga. Seangkan ta’tsir adalah istilah untuk kejadian luar biasa yang berhubungan dengan kemampuan dan ketidakbutuhan.
Baik kasyaf maupun ta’tsir, masing-masing ada dua. Kasyaf kauni dan kasyaf syar’i; serta ta’tsir kauni dan ta’tsir syar’i. Yang demikian itu karena menurut para ulama macam-macam kasyaf dan ta’tsir berkaitan dengan kalimat Allah, sementara kalimat Allah ada yang kauniyah dan ada yang syar’iyah.
Kalimat kauniyah adalah apa yang ditetapkan oleh Allah telah, sedang, dan akan terjadi. Allah berfirman,
“Sesungguhnya urusan-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu Dia hanya berkata kepadanya, ‘Jadilah!’ maka jadilah sesuatu itu.” (Yasin: 82)
Kalimat syar’iyah adalah kalimat Allah yang berupa perintah, larangan, dan kabar dari Allah. Kalimat syar’iyah adalah al-Qur`an dan syariat yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw. Bagian hamba sehubungan dengan itu adalah mengilmui, mengamalkan, serta menyeru orang lain agar melakukan hal yang serupa dengan yang dilakukannya.
Kasyaf dalam kalimat kauniyah adalah mengetahui berbagai peristiwa yang umumnya orang tidak tahu, misalnya peristiwa yang terjadi di daerah lain pada waktu yang sama. Kasyaf dalam kalimat syar’iyah adalah mengetahui berbagai perintah dan larangan yang umumnya orang tidak tahu, seperti ilmunya para ulama. Ta’tsir dalam kalimat kauniyah adalah melakukan sesuatu yang umumnya orang tidak mampu sehubungan dengan dirinya atau orang lain, misalnya mengobati orang yang sakit.
Ta’tsir dalam kalimat syar’iyah adalah melakukan sesuatu sehingga dirinya sendiri atau orang lain menjadi taat kepada Allah, misalnya menasihati seseorang sehingga orang yang dinasihati menjadi orang yang sangat takut kepada Allah dan hal itu berlangsung terus.
Belum Tentu Karamah
Jika pada diri seseorang terjadi sesuatu yang luar biasa, belum tentu kejadian itu merupakan karamah dari Allah bagi dirinya. Sebab, selain datang dari Allah, sesuatu yang luar biasa bisa datang dari setan. Tentu saja ini juga seizin Allah. Hikmahnya, kurang lebih sama dengan hikmah diciptakannya Iblis dan setan.
Oleh karena itulah para ulama memberikan catatan yang menjelaskan perbedaan antara karamah dan tipu daya setan. Karamah adalah buah dari keimanan dan ketakwaan, sedangkan tipu daya setan adalah buah dari kemaksiatan, kesyirikan, dan kebid’ahan. Perkara yang menguatkan datangnya karamah adalah bacaan al-Qur`an, pengamalan isinya, dan banyak beribadah kepada Allah.
Adapun tipu daya setan dikuatkan dan diperoleh dengan bersemedi di kuburan, gua, memuja arwah orang-orang yang sudah menginggal dunia, mendengarkan lagu-lagu, musik, dan hal-hal yang melalaikan dari dzikir kepada Allah.
Dalam tafsirnya jilid 1/326, Ibnu Katsir mengutip pernyataan Imam asy-Syafi’i berkata, “Jika kalian melihat seseorang berjalan di atas air dan terbang di atas udara maka janganlah terpedaya olehnya hingga kalian menimbang perkaranya di atas Al-Qur’an dan As-Sunnah.”
Dalam Fathul Bari jilid 7/383, Ibnu Hajar al-‘Asqalani berkata, “Sesungguhnya yang terpatri di kalangan orang awam bahwasanya keajaiban menunjukkan barang siapa yang melakukannya adalah termasuk wali-wali Allah. Ini merupakan kesalahan dari orang yang mengatakannya. Karena sesungguhnya keajaiban terkadang muncul melalui tangan orang yang berada di atas kebatilan seperti tukang sihir, dukun, dan pendeta. Karenanya orang yang hendak menjadikan keajaiban sebagi bukti kewalian membutuhkan pembeda.
Dan pembeda yang paling utama yang mereka sebutkan adalah dengan menguji keadaan pemilik keajaiban tersebut. Jika orang tersebut berpegang teguh dengan perintah-perintah syariat dan menjauhi larangan-larangan syariat maka keajaiban tersebut merupakan tanda kewaliannya, dan barang siapa yang tidak demikian maka keajaiban tersebut bukanlah tanda kewalian.”
Hikmah karamah
Sesungguhnya tidak adanya hal yang luar biasa dalam hal kauniyah, baik yang terkait dengan ilmu, kuasa maupun ketidakbutuhan kepada sesuatu bukanlah suatu hal yang berbahaya bagi seorang muslim. Orang yang tidak mengetahui perkara yang gaib, tidak ditundukkan kepadanya sesuatu pun dari dunia, nilainya di sisi Allah tidaklah berkurang. Bahkan bisa jadi hal itu lebih baik baginya daripada jika ia mendapatkan hal yang luar biasa. Sebab hal yang luar biasa, jika tidak diikuti dengan komitmen agama, hanyalah membinasakan orang yang mendapatinya.
Perkara luar biasa yang bermanfaat adalah yang mengikuti agama, membuat seseorang lebih beragama. Sama seperti kekuasaan, harta, dan dunia. Ketiganya bermanfaat jika mengikuti agama dan membuat seseorang lebih beragama.
Di antara hikmah diberikannya karamah kepada para wali Allah adalah agar orang-orang yang menyaksikannya semakin yakin kepada kuasa Allah dan adanya alam akhirat sehingga mereka pun menjadi orang-orang yang zuhud terhadap dunia. Di samping itu karamah adalah bentuk pemuliaan Allah terhadap wali-Nya dengan mendatangkan pertolongan padanya di saat mendesak.
Harapan yang keliru
Sayangnya, banyak orang yang menjadikan hadirnya perkara luar biasa sebagai tujuannya beragama. Ini sama halnya dengan banyak orang yang menjadikan kekuasaan, harta, dan dunia sebagai tujuannya dalam beragama. Padahal, jika seseorang melepaskan diri dari keinginan-keinginan duniawi, berkonsentrasi bagaimana menjadi hamba Allah yang sempurna, dan beragama dengan sebaik-baiknya; pada saat ia membutuhkan, perkara yang luar biasa itu akan datang. Jika pun tidak, itu sama sekali tidak menunjukkan agamanya berkurang, tetapi Allah memang sedang mengujinya agar imannya semakin tebal. Allah berfirman,
“Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan membukakan jalan keluar baginya.” (Ath-Thalaq: 2)
“Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan menjadikan kemudahan baginya dalam urusannya.” (Ath-Thalaq: 4)
Penolakan Mu’tazilah
Mu’tazilah mengingkari adanya karamah para wali. Kata mereka, “Jika karamah itu ada, maka akan terjadi kerancuan dengan mu’jizat.”
Ini adalah pendapat yang keliru. Sebab, saat seorang wali Allah mendapatkan karamah sehingga ia mengabarkan sesuatu yang luar biasa atau melakukan sesuatu yang luar biasa, ia tidak akan mengklaim diri sebagai nabi. Jika ia mengklaim diri sebagai nabi, maka hal luar biasa pada dirinya itu bukanlah karamah, melainkan ahwal syaithaniyah. Tipuan setan.
Wallahu a’lam.