Wajah-Wajah Yang Beruntung
Dalam sebuah perkumpulan bersama shahabat, Rasulullah bertanya, “Siapakah yang berani menghadapi Ka’ab bin al-Asyraf? Ia benar-benar telah menyakiti Allah dan Rasul-Nya.”
Beberapa shahabat pun maju. Mereka adalah Ubbad bin Bisyr, Abu Nailah, al-Harits bin Aus, dan Abu Abbas bin Jabr dengan dipimpin oleh Muhammad bin Maslamah.
Dalam riwayat yang lain, ketika Rasulullah menanyakan hal tersebut, Muhammad bin Maslamah bangkit dan menjawab, “Aku wahai Rasulullah. Apakah engkau suka jika aku membunuhnya?”
“Ya,” jawab beliau.
“Perkenankan aku untuk menyampaikan siasat,” pinta Muhammad bin Maslamah.
“Katakanlah!”
Skenario menjebak Ka’ab pun dilaksanakan. Pada hari yang telah dipilih, Muhammad bin Maslamah mendatangi Ka’ab dan berkata, “Muhammad saw telah meminta shadaqah kepada kami, namun ia juga telah banyak menolong kami.” Saat itu seolah ia tidak suka kepada Rasulullah.
“Kamu pasti akan merasa bosan menghadapinya,” jawab Ka’ab.
“Kami telah mengikutinya. Kami tidak akan meninggalkannya sebelum tau kemana ia akan membawa urusannya. Untuk itu, beri kami pinjaman beberapa gantang.”
“Baik, serahkan dulu jaminannya.”
“Jaminan apa yang kamu inginkan?” tanya Muhammad bin Maslamah.
“wanita-wanita kalian,” jawab Ka’ab.
“Bagaimana mungkin kami menjaminkan wanita-wanita kami sementara anda adalah penduduk Arab yang paling tampan.”
“kalau begitu anak-anak kalian.”
“kami tidak mungkin menjaminkan anak-anak kami. Bisa-bisa kami dicemooh.”
Saat itu ada yang berkata, “memang harus ada jaminan untuk pinjaman beberapa gantang, tapi itu merupakan aib bagi kami. Bagaimana bila kami menjaminkan senjata kami.” Ka’ab menyetujui permintaan Muhammad bin Maslamah dan kawan-kawannya.
Ia pun berpamitan dan berjanji akan kembali lagi. Sebelum beranjak pergi, Abu Nailah yang datang sebagaimana Muhammad bin Maslamah menambahi, “Aku juga mempunyai beberapa rekan lain yang sependapat denganku. Aku akan datang bersama mereka untuk menemui Anda. Aku mohon Anda mau bersikap ramah kepada mereka.”
Sampai di sini rencana yang mereka susun berhasil. Ka’ab tidak menolak bila mereka datang lagi dengan membawa senjata. Pada malam purnama, 14 Rabiul awal 3 H, Muhammad bin Maslamah dan kawan-kawan berkumpul di hadapan Rasulullah. Beliau mengantar mereka hingga di Baqi’ al-Gharqad dan memberikan sedikit pengarahan. “Pergilah atas nama Allah. Ya Allah tolonglah mereka!” Demikian pesan Rasulullah sebelum beliau pulang.
Sesampainya di dekat benteng Ka’ab, Abu Nailah memangil-manggil Ka’ab. Ka’ab pun bangkit untuk menemui mereka. sebelum Ka’ab sampai di hadapan mereka, Abu Nailah berkata kepada rekan-rekannya, “Apabila dia sudah tiba, aku akan memeluk kepalanya dan menciumnya. Saat itu, tikamlah ia dari belakang.” Setelah Ka’ab datang, mereka mengobrol sebentar lalu Abu Nailah berkata, “Wahai Ibnu Asyraf, maukah engkau berjalan-jalan bersama kami ke celah bukit, lalu kita bisa mengobrol di sana menghabiskan sisa malam ini?” ka’ab pun mengiyakan permintaan mereka dan berjalan bersama mereka tanpa rasa curiga sedikitpun.
“Aku tidak pernah merasakan malam yang seindah dan seharum ini sebelumnya,” kata Abu Nailah.
Ka’ab terpedaya dengan apa yang didengarnya. “Aku pun mempunyai seorang wanita Arab yang paling harum baunya.”
“Kalau begitu, bolehkah aku mencium aroma rambutmu? Tanya Abu Nailah. “Boleh saja,” jawab Ka’ab.
Abu Nailah pun menyusupkan tangannya ke rambut Ka’ab dan megang kepalanya. Saat pegangannya sudah kuat, ia berteriak, “Diamlah musuh Allah.” Pedang rekan-rekan Abu Nailah pun menghunjam ke tubuh Ka’ab, namun ia mampu berkelit hingga tak satupun melukai tubuhnya. Melihat hal tersebut, Muhammad bin Maslamah segera memungut belatinya dan menusukkan ke punggung Ka’ab.
Setelah berhasil membunuh Ka’ab, mereka pun pulang. Namun, Harits bin Aus terluka karena terkena sabetan pedang. Darah yang terus mengalir dari tubuh Harits membuatnya semakin melemah. Rekan-rekanya pun berinisiatif untuk membopongnya. Sesampainya di Baqi’ mereka berteriak dengan keras hingga didengar oleh Rasulullah. Mengetahui tugas mereka berhasil, Rasulullah ikut bertakbir dan menemui mereka. “Wajah-wajah yang beruntung,” seru Rasulullah.
“Begitupula wajah engkau ya Rasulullah,” jawab mereka. beliau pun memuji Allah atas terbunuhnya Ka’ab.
Tentang Ka’ab bin Al-Asyraf
Ka’ab bin al-Asyraf adalah tokoh Yahudi dari kabilah Thai’ yang sangat mendendam terhadap Islam dan kaum muslimin. Ia dikenal sebagai salah seorang penyair dari kalangan Yahudi. Bentengnya berada di sebelah tenggara Madinah, tepatnya di bagian belakang perkampungan Bani Nadhir. Ia sering mengajak orang untuk memerangi dan membunuh Rasulullah. Ketika pertama kali mendengar kabar kemenangan kaum muslimin, ia taburkan kebencian kepada Rasulullah dan kaum muslimin. Ia tumbuhkan semangat kesukuan kepada suku Quraisy dan ia ajak mereka untuk menyerang kaum Muslimin. Di Madinah, ia menggubah syair-syair yang menjelek-jelekkan istri para shahabat.