Persiapkan Diri Lahir Kembali
Dari tanah manusia pertama tercipta. Dari sperma yang menjijikkan proses anak Adam bermula. Kemudian lahir dalam keadaan lemah tak berdaya, tidak pula mengerti apa-apa. Namun saat menginjak dewasa, tiba-tiba sebagian besar mereka menjadi penentang Pencipta-Nya. Tidak mau tunduk aturan yang digariskan oleh-Nya, merasa mampu mencari jalan yang membahagiakan dirinya tanpa bimbingan-Nya. Mengira bahwa mereka dibiarkan hidup begitu saja; tanpa diawasi Pencipta-Nya dan tidak pula dimintai tanggung jawab atas segala tindakan yang pernah dilakukannya.
Lahir Kembali adalah Pasti
Bahkan di antara manusia yang ingkar berkata, “mana mungkin manusia yang telah mati dan telah menjadi tulang belulang akan dibangkitkan kembali?” Inilah kesombongan yang terbungkus oleh kebodohan yang nyata.
Allah telah menunjukkan kebodohan mereka, dan menyebut mereka melupakan kejadian awalnya. Allah Ta’ala berfirman,
“Dan dia membuat perumpamaan bagi Kami, dan dia lupa kepada kejadiannya, ia berkata, “Siapakah yang dapat menghidupkan tulang-belulang yang telah hancur luluh?” Katakanlah, “Ia akan dihidupkan oleh Rabb yang menciptakannya kali pertama” ( QS Yasin 78-79)
Ini merupakan bantahan sangat telak dari Allah untuk mereka. Yang mengandung jawaban sempurna, menegakkan hujjah yang nyata dan telah mematahkan kerancuan berpikir mereka. Mereka lupa bagaimana kejadian awal dirinya. Apakah mereka tidak berpikir, Allah yang kuasa menciptakan manusia pertama kali, maka Allah kuasa pula mengembalikan manusia ke wujud aslinya meski setelah menjadi tulang-belulang yang berantakan.
Imam Abu Dawud dan al-Baihaqi meriwayatkan hadits dari Abu Razin al-Aqli,
“Aku bertanya, wahai Rasulullah, bagaimana Allah mengemablikan makhluk seperti semula? Manakah bukti mengenai hal itu dalam ciptaan-Nya?” Beliau menjawab,
“Pernahkah kamu melewati lembah kaummu yang tandus, kemudian kamu melewatinya lagi telah berubah menjadi hijau?” Ia menjawab, “Ya.” Beliau bersabda, “Itulah kekuasaan Allah dalam kekuasaannya.” (HR Abu Dawud dan Baihaqi)
Sungguh perumpamaan yang gamblang. Kita lihat tanah yang gersang tak ada tumbuhan maupun tanaman, lalu setelah turun hujan, tanah itu dipenuhi oleh tanaman, seperti musim hujan yang telah berlalu di tahun-tahun sebelumnya. Ada pula biji-biji tanaman yang tertahan di dalam tanah, ketika tersiram air hujan akhirnya menjadi hidup kembali menjadi tanaman seperti sebelumnya.
Allah menegaskan pula dalam firman-Nya,
“Dan Allah, Dialah yang mengirimkan angin; lalu angin itu menggerakkan awan, maka kami halau awan itu ke suatu negeri yang mati lalu kami hidupkan bumi setelah matinya dengan hujan itu.Demikianklah kebangkitan itu.” (QS Fathir 9)
Maka Allah yang mampu menghidupkan tanaman setelah matinya, Allah kuasa pula menghidupkan manusia setelah matinya.
Bagaimana Manusia Lahir Kembali
Seperti tanaman-tanaman yang tumbuh setelah turunnya hujan, begitulah manusia nanti dilahirkan kembali di akhirat. Jika tanaman akan tumbuh kembali karena biji-bijian atau sesuatu yang tersisa darinya, maka manusia juga akan tumbuh kembali dari sesuatu yang tersisa dari tubuhnya, yakni ajbu adz-dzanab atau tulang ekor. Mari kita hayati, bagaimana proses itu terjadi.
Hari Kiamat ditandai dengan tiupan sangkakala pertama, maka menjadi luluhlantaklah alam semesta. Tak ada lagi tanda-tanda kehidupan, tak lagi tersisa nyawa binatang, jin dan manusia. Hingga berlalu beberapa lama yang disebutkan dalam hadits bahwa jeda antara tiupan sangkakala pertama dan kedua adalah ‘arba’un’, yakni empat puluh. Hanya saja perawi tidak mengetahui satuannya; 40 hari, bulan atau tahun. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda,
“(Jeda) antara tiupan pertama dan kedua adalah empat puluh.” (HR Bukhari)
Ketika itu orang-orang bertanya kepada Abu Hurairah yang meriwayatkan hadits itu, “Apakah yang dimaksud adalah empat puluh hari?” Beliau berkata, “Aku tidak tahu.” Mereka bertanya lagi, “Apakah empat puluh tahun?” Beliau menjawab, “Aku tidak tahu.” Mereka bertanya lagi, “Apakah empat puluh bulan?” Beliau menjawab, “Aku tidak tahu.” (HR Bukhari)
Ketika itu, Allah mengawali tanda-tanda kehidupan dengan turunnya hujan. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda,
“Kemudian Allah menurunkan air hujan dari langit. Lalu (jasad-jasad) mereka akan tumbuh seperti tumbuhnya sayuran. Jasad manusia akan hancur kecuali satu tulang yaitu ‘ajbu adz-dzanab. Dari tulang itulah manusia akan tumbuh kembali pada hari kiamat.”
Al-Imam An-Nawawi rahimahullah berkata dalam Syarah Muslim, “Ajbu adz-dzanab adalah tulang yang sangat kecil, terletak di bagian bawah tulang ekor dan dia adalah ujungnya. Tulang itulah yang pertama kali tercipta dari anak keturunan Adam, dan yang akan tetap ada (tidak hancur) sehingga dia dibangkitkan darinya.”
Maka tatkala hujan telah turun, sangkakala kedua ditiup sebagai pertanda kehidupan kedua dimulai. Manusia akan bangkit dari kuburnya, seperti tanaman yang tumbuh di musim hujan. Merekapun menunggu apa yang akan terjadi selanjutnya. Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda,
“Lalu ditiuplah sangkakala untuk kali berikutnya, tiba-tiba mereka bangkit dari kuburnya dalam keadaan menanti (apa yang akan terjadi). Kemudian dikatakan kepada mereka: ‘Wahai sekalian manusia! Kemarilah kalian semua menuju Rabb kalian’.” (HR. Muslim)
Kondisi Manusia Saat Lahir Kembali
Pantaslah kita bertanya, kiranya seperti apa saat manusia lahir kembali setelah matinya. Dahulu, saat manusia lahir ke dunia, tak satupun yang merasa pernah memesan sebelumnya; ingin lahir dari rahim ibu yang mana dan ingin memiliki fisik setampan apa. Akan tetapi, ketika di dunia ini, manusia bisa memesan dan berusaha, ingin seperti ia lahir untuk kali kedua setelah matinya. Yakni saat manusia dibangkitkan lagi dari kuburnya, dan mereka akan dibalas sesuai amal usahanya. Saat itu, manusia lahir kembali dengan rupa yang berbeda-beda; ada yang dibangkitkan dalam keadaan cacat, ada pula yang sempurna fisiknya. Ada yang dibangkitkan dalam keadaan terhormat dan yang dibangkitkan dalam keadaan terhina.
“Pada hari itu, manusia keluar dari kuburnya dalam keadaan bermacam macam, supaya diperlihatkan kepada mereka (balasan) pekerjaan mereka.” (QS az-Zalzalah 6)
Maka bukanlah orang yang rugi itu adalah orang yang cacat lahir kedunia, tapi orang yang rugi sesungguhnya
adalah orang yang cacat saat bangkit dari kuburnya, lalu menderita selamanya di akhiratnya. Cacat dunia hanyalah ujian sementara, sedangkan cacat akhirat adalah derita yang tak ada ujung akhirnya.
Akan ada nantinya manusia yang lahir kembali dalam keadaan buta, padahal di dunia dahulu ia bisa melihat dengan kedua matanya,
“Kemudian akan kami kumpulkan ia dalam keadaan buta
(QS Thaha 124 – 125)
Bahkan ada lagi yang kondisinya lebih parah dari itu, manusia yang cacat total; buta matanya, bisu mulutnya dan tuli kedua telinganya. Dan bahkan mereka berjalan dengan wajahnya sebagai wujud betapa mereka menderita dan terhina. Allah Ta’ala berfirman,
“Dan Kami akan mengumpulkan mereka pada hari kiamat (diseret) atas muka mereka dalam keadaan buta, bisu dan pekak.” (QS. Al-Isra’: 97)
Berita mengerikan itu membuat para sahabat bertanya kepada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, “Wahai Nabi, bagaimana orang kafir bisa digiring (menuju mahsyar) dalam keadaan diseret di atas wajahnya?” Beliau bersabda,
“Bukankah Dzat yang menjadikan dia bisa berjalan di atas kedua kakinya ketika hidup di dunia, Dia juga Mahakuasa untuk menjadikannya berjalan di atas wajahnya pada hari kiamat?” (HR Bukhari dan Muslim)
Sekarang pilihannya tergantung kita, apakah ingin lahir kembali di akhirat dalam keadaan sempurna dan terhormat, ataukah rela kelak lahir dalam kondisi cacat dan terhina. Allahumma inna nas’alukal ‘aafiyah fid dunya wal akhirah. (Abu Umar Abdillah)