Darul Arqam
Pernah ada masa di mana Islam menjadi kelompok terlarang. Orang yang memeluknya harus siap bertaruh nyawa. Inilah yang terjadi saat Islam pertama kali bersemi di Makkah. Kala itu, Jumlah orang yang masuk Islam bisa dihitung dengan jari. Mereka memang kelompok kecil tapi memiliki cita-cita besar.
Dari kelompok kecil yang disebut As-Sabaiqunal Awwalun atau generasi pertama shahabat nabi itu terdapat nama Al-Arqam bin Abi Arqam. Ia masuk Islam lewat dakwah Abu Bakar As-Shiddiq. Menurut riwayat, setelah masuk Islam, Abu Bakar mengajak Ustman bin Afan, Thalhah bin Ubaidillah, Zubair Bin Awam dan Sa’ad Bin Abi Waqas. Mereka masuk Islam pada hari ke-3. Keesokan harinya, Abu Bakar kembali membawa sahabatnya; Ustman bin Mahdhun, Abu Ubaidah bin Jarah, Abu Salamah Bin Abi Asad dan Al-Arqam bin Abi Arqam menemui Rasulullah SAW untuk mengikrarkan kalimat syahadat.
Masuk Islam di kota yang menjadi pusat kesyirikan bukan tanpa risiko. Rasulullah SAW menyadari hal itu. Karenanya, beliau menjalankan dakwahnya dengan rahasia atau sirriyah. Rasulullah SAW menutup rapat-rapat dakwahnya hingga tiap orang yang masuk Islam tidak tahu berapa jumlah saudaranya seiman. Bahkan, sahabat senior seperti Saad Bin Abi Waqqash mengira dirinya orang ke-3 yang masuk Islam. Sedangkan Abu Dzar dan Amru bin Abasah menyangka dirinya orang ke-4 yang masuk Islam.
Amru bin Abasah menceritakan pengalamannya bertemu Rasulullah SAW. Ia bertanya kepada Nabi SAW, “Siapa yang sudah mengikutimu?”
“Satu orang merdeka dan satu orang budak.” Jawab Rasulullah SAW sambil menunjuk dua sahabat di sebelahnya.
“Aku ke sini untuk menjadi pengikutmu.” Kata Amru bin Abasah
“Sungguh, kamu belum bisa masuk Islam saat ini. Kamu tahu bagaimana keadaanku dan situasi masyarakat di sini. Pulang ke perkampunganmu. Jika kamu mendengar berita aku telah menyiarkan Islam secara terang-terangan, temui aku kembali.” Kata Rasulullah SAW kepadanya.
Rasulullah SAW menyembunyikan identitas para pengikutnya demi menjaga keselamatan mereka. Karena orang musyrik Makkah tidak ragu melakukan kekerasan kepada orang-orang yang dianggap mencela agama nenek moyang.
Menurut Ibnu Masud, saat itu hanya tujuh orang yang diketahui masuk Islam. Mereka yaitu; Rasulullah SAW, Abu Bakar, Ammar bin Yasir, Sumayyah ibunda Ammar, Suhaib bin Sinan, Bilal bin Rabbah, Miqdad bin Al-Aswad.
Pada tahap berikutnya Rasulullah SAW membutuhkan tempat untuk menjalankan kegiatan pembinaan. Tempat tersebut harus aman dan tidak mengundang kecurigaan penduduk Makkah. Saat itu, Al-Arqam bin Abi Arqam menyediakan rumahnya sebagai pusat kegiatan kaum muslimin.
Ada beberapa pertimbangan kenapa Nabi memilih Darul Arqam atau rumah Al-Arqam. Pertama, orang musyrik Makkah tidak tahu bahwa Al-Arqam bin Abi Arqam telah masuk Islam. Kedua, Darul Arqam terletak di bukit Shafa. Jarak rumah itu dengan Ka’bah dan Masjidil Haram sangat dekat. Ketiga, sahabat nabi yang termasuk ahli badar ini berasal dari bani Makhzum. Klan dari kabilah Quraisy ini dikenal paling memusuhi dan menjadi pesaing bani Hasyim. Tak ada satupun pemuka Quraisy berpikir bahwa Nabi mau masuk rumah Al-Arqam. Apalagi menerimanya sebagai pengikut. Keempat, usia Al-Arqam bin Arqam yang masih remaja. Saat masuk Islam umurnya baru 16 tahun. Orang Quraisy justru mengira tempat perkumpulan kaum muslimin di rumah pengikut Nabi yang senior.
Seperti itulah Rasulullah SAW yang jeli membaca situasi. Darul Arqam dipilih sebagai tempat pertemuan kaum muslimin. Selama lebih dari tiga atau empat tahun Rasulullah SAW berdakwah secara rahasia di tempat itu tanpa pernah termonitor orang-orang Quraisy.
Darul Arqam berperan penting dalam sejarah penyebaran Islam. Di rumah inilah Rasulullah SAW membina para kadernya. Mereka menggelar majelis pertemuan rutin. Rasulullah SAW hadir untuk mengajarkan ayat-ayat Al-Quran dan mengenalkan mereka tentang ajaran Islam. Lewat pertemuan itu, Rasulullah SAW juga bisa mendengar keluh kesah ummatnya. Saat mereka terdzalimi oleh orang quraisy, Rasulullah SAW hadir sebagai penguat semangat yang selalu mengingatkan tujuan besar dan balasan yang akan diterima di akhirat kelak.
Darul Arqam menjadi saksi perkembangan dakwah Islam. Di tempat itu Rasulullah SAW pernah mengumpulkan 39 shahabatnya selama sebulan penuh. Setelah itu, turun perintah Allah untuk mendakwahkan Islam dengan jahriyah atau terang-terangan. Perintah itu ditandai dengan ayat:
“Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari orang-orang yang musyrik.” (QS. Al-Hijr: 94)
Darul Arqam juga kerap berfungsi sebagai tempat perlindungan dan persembunyian dari kejaran orang kafir Quraisy. Pernah suatu ketika Abu Bakar mengajak Rasulullah SAW dan para sahabatnya mengikrarkan keimanan mereka di depan Ka’bah. Rasul mengingatkan saat itu kaum muslimin belum siap. Namun, tekad putra Abu Quhafah itu telah bulat. Kemudian Abu Bakar bersama nabi meninggalkan Darul Arqam menuju ka’bah. Di tempat suci yang dipenuhi ratusan berhala tersebut, untuk pertama kalinya dalam sejarah Islam, Abu Bakar berkhutbah. Ia mengajak para pendengarnya mengucapkan kalimat syahadar dan meninggalkan kesyirikan. Orang Quraisy di sekitar KA’BAh langsung berang. Mereka beramai-ramai menghajar Abu Bakar hingga nyaris meninggal. Dalam kekacauan itu, Rasulullah SAW aman dari amukan massa dengan bersembunyi di Darul Arqam.
Setelah itu orang Quraisy meningkatkan kewaspadaan. Mereka berusaha mencari tahu siapa lagi yang telah masuk Islam. Para shahabat pun semakin berhati-hati dalam melaksanakan syiar Islam. Untuk shalat berjamaah saja, mereka harus menyelinap ke tempat sepi di celah-celah bukit.
Pernah terjadi, Saad bin Abi Waqqas dan beberapa shahabatnya ketahuan sedang shalat berjamaah. Orang-orang Quraisy langsung mengecam dan mencaci maki mereka. Selesai shalat, Saad mengambil cambuk dan memukul wajah orang musyrik tersebut hingga berdarah. Perkelahian itu menjadi masalah besar. Orang Quraisy tidak terima dan memburu Saad untuk memberinya pelajaran. Dalam kondisi bahaya tersebut, saad menyelamatkan diri di Darul Arqam. Di tempat itu, Allah menyelamatkannya dari amukan orang kafir Quraisy. [ali]