Indahnya Kepasrahan
Kita membutuhkan bukti-bukti karena menyukai kenyataan, apalagi yang segera karena kita bersifat tergesa. Semua yang datang sesuai harapan dalam tempo cepat sangatlah menyenangkan, hingga yang sebaliknya terasa sangat menyakitkan. Bukan selalu salah memang, meski tidak juga selalu benar. Di sinilah kewaspadaan sangat diperlukan. Agar kita tidak salah memaknai kenyataan yang ada.
Sebab, kita sering mencari pembenaran akan enggannya kita menempuhi jalan panjang, proses berliku, sampai lamanya waktu. Hingga kemenangan pun ingin kita raih dengan cara termudah, lancar, sesegera mungkin, atau seandainya bisa, meringkas tahapan dari awal ke akhir hanya dengan selangkah saja. Semua tawaran percepatan menjadi sangat menarik, hingga hukum penahapan bahkan tidak kita lirik.
Pada akhirnya, selain menjadi sangat tidak sabar, kita sering lupa bahwa kemenangan bisa saja tertunda waktunya, atau datang dalam bentuk yang tidak kita kenali sebab tak serupa dengan angan-angan kita. Atau bahkan diakhirkan di akhirat nanti atas nama Allah yang sempurna ilmu-Nya. Sehingga semua rencana-Nya mengandungi hikmah yang sempurna juga, meski tidak paralel dengan harapan kemanusiaan kita.
Memang, ada beberapa hal yang segera memberi hasil. Hari ini kita menanam, esok hari musim panennya datang. Melimpah ruah yang membuat hati bungah. Dekatnya kemenangan yang sangat kita suka, dan kita mengira bahwa hal itu akan berlaku dalam semua. Padahal kita tahu, Allah-lah Penentu segalanya. Menuntaskan semua rencana-Nya tanpa ada satu pihak pun yang kuasa menolak. Dan mengingkarinya hanyalah kesia-siaan.
Tapi di sana, sunatullah berjalan dengan kemestian proses. Bahwa selalu ada waktu untuk meraih hasil, dan ia adalah mayoritasnya. Sehingga apa yang kita tanam sekarang, tidaklah ia memberikan kematangan buahnya, kecuali dalam tahun-tahun berbilang, dan ia bisa menjadi sangat panjang. Pada saat itulah, harapan akan kesegeraan hasil hanyalah kesia-siaan belaka. Yang tidak menambah apa-apa selain sakitnya jiwa.
Bukankah bagi hamba yang mengaku beriman, tidak ada yang lebih buruk daripada kecewa akan Sang Mahakuasa?
Maka marilah kita menyadari, bahwa tugas kita adalah membaguskan proses, agar ia bersesuaian dengan syarat keikhlasan dan peneladanan Rasul. Seraya menebalkan keyakinan bahwa tidak ada yang sia-sia di hadirat-Nya, agar kita mampu istiqamah di jalan panjang yang terjal berliku, bahkan ketika orang lain menyangsikan dan ada terselip bimbang di dada kita. Dan inilah ujian iman dan kesabaran yang sebenarnya.
Sebab suka tidak suka, terkadang pilihan kebenaran meniscayakan lambatnya pertolongan Allah, dengan kesempurnaan hikmah yang seringkali tidak mampu kita mengerti, atau kuasa kita jangkau hakikatnya meski hanya secuil. Sebab semua indah pada waktunya. Dan Dia-lah yang paling tahu kapan saat itu tiba.
Jadi, biarkanlah proses ini mengalir mengikuti sunatullah. Kita pasrahkan semua hasil, kapan dan apapun itu, kepada Allah, agar kepasrahan ini menjadi indah dan menyamankan jiwa raga. Alangkah eloknya!