Ayah Pemilik Tanda
Syahdan, Yusuf pun sempat tertarik atas ajakan wanita itu. Sebagai lelaki normal, keadaan yang ada sangatlah menggoda iman. Jelita, menyediakan diri di kamar tertutup pintu berlapis-lapis, penjagaan yang ketat, kesempatan yang terbuka luas, hingga kenyataan bahwa dirinya tetaplah manusia biasa yang sudah mencapai kematangan biologisnya. Hanya Allah jualah yang bisa menyelamatkan dirinya dari tipu daya keji ini.
Allah menjelaskannya di dalam surat Yusuf ayat 24, “Sesungguhnya wanita itu bermaksud (melakukan perbuatan itu) dengan Yusuf, dan Yusufpun bermaksud (melakukan pula) dengan wanita itu andaikata dia tidak melihat tanda (dari) Rabbnya. Demikianlah, agar Kami memalingkan dari padanya kemungkaran dan kekejian. Sesungguhnya Yusuf itu termasuk hamba-hamba Kami yang terpilih.”
Ya, burhan (tanda) dari Rabbnya-lah yang menjadikan Yusuf mengurungkan niat melakukan perbuatan terkutuk itu. Sebuah kesadaran yang hadir di saat-saat genting menghadapi pilihan melenakan, menjanjikan kenikmatan instan, atau ketergesaan yang seringkali membuahkan penyesalan di kemudian hari. Sebuah kendali diri yang sangat efektif saat akal tidak bisa lagi berfikir jernih, saat nafsu amarah menguasai diri.
Alangkah dahsyatnya burhan ini! Betapa inginnya kita memilikinya agar tetap terjaga di dalam kebaikan dan tidak tergoda berbagai tawaran menggiurkan. Karena kita menyadari, betapa berat menjaga keistiqamahan diri sepanjang waktu. Apalagi dunia masa kini menjanjikan jebakan-jebakan setan yang memudarkan iman dan menenggelamkan akal sehat, membuat akhirat kemudian menjadi terasa jauh. Dan ini terjadi nyaris tanpa henti, tanpa pernah kita tahu titik kritisnya.
Sebagai sebuah capaian, self control (kontrol diri) yang hebat ini jelas tidak muncul begitu saja. Ia adalah buah keberhasilan tarbiyah yang dimulakan prosesnya, dengan kejelasan konsep dan kedisiplinan yang tinggi dalam aplikasinya. Tarbiyah yang benar-benar berfungsi mengubah seseorang menjadi labih baik, dan bukan sekadar tarbiyah palsu yang memukau secara normatif namun gagal memberikan output yang berkualitas. Tarbiyah sebenarnya, sebagaimana ia seharusnya menjalankan fungsinya.
Lalu, apakah burhan yang dimaksud ini?
Sebagian dari tafsiran burhan dari Rabbnya dalam ayat di atas adalah bahwa Yusuf melihat wajah ayahnya, Ya’qub alaihis salam, sedang menggigit jari sambil berkata, Yusuf! Yusuf! Apakah kamu akan mengerjakan tindakan orang-orang bodoh, padahal kamu telah tercatat sebagai salah satu Nabi? Dalam riwayat lain, Yusuf melihat Ya’qub memukul dadanya.Sehingga Allah mencabut setiap syahwat yang ada di setiap persendiannya.Ya, burhan itu adalah kehadiran bayangan ayah dalam benak si anak saat menghadapi situasi yang sulit dan rumit.
Lihatlah bagaimana penjelasan para ulama dalam hal ini. Sebuah konsep parenting yang sangat penting, bahwa pendidikan anak yang kuat ternyata dilakukan oleh seorang ayah. Penanaman akidah, pembentukan karakter, penetapan standar moral, hingga pendisiplinan ibadah dan hal-hal positif lainnya, ternyata tidak bisa dipisahkan dari keterlibatan para ayah. Dalam bayangan saya, Yusuf, jauh sebelum akhirnya dibuang oleh saudara-saudaranya, memiliki kebersamaan dan mendapatkan pendidikan yang berkualitas dari sang ayah, Nabi Ya’qub ‘alaihi salam.
Sebagai ayah, kita jelas tidak bisa mengabaikan pesan ini, berperan secara aktif membentuk anak-anak kita menjadi shalih-shalihah. Menganggapnya tidak penting, atau menyerahkannya begitu saja kepada pihak lain, adalah tindakan penuh resiko yang bisa jadi mengindikasikan ketidakpedulian atau sikap pengecut. Sebab, selain hal itu bisa memberikan hasil yang mengecewakan, sebenarnya tidak ada yang lebih baik daripada pendidikan seorang ayah. Karenaayah-lah yang akan mempertanggungjawabkannya di sisi Allah kelak, sehingga, mestinya, dialah pihak yang paling berkepentingan atas hasil tarbiyah atas anak-anaknya.
Dan untuk menjadi ayah pemilik tanda ini, kita harus memiliki kejelasan visi dan konsep pendidikan anak-anak. Bagaimana konsep ini bisa berjalan dengan baik atau hanya tertinggal dalam angan-angan, juga sangat ditentukan oleh pilihan berbagai tindakan kita dalam aplikasi kesehariannya. Dan hal ini tidak bisa ditunda-tunda lagi karena tarbiyah ini akan memberi hasil maksimal, insyaallah, jika dimulai sedini mungkin. Sehingga penundaannya berarti kehilangan kesempatan emas, momentum terbaiknya.
Jika semua ayah memiliki kesadaran fungsi sebagai pemilik burhan ini, niscaya banyak anak-anak yang tumbuh dalam kebaikan dan memberikan kebaikan bagi sekitarnya. Mengurangi keburukan dan kejahatan karena mereka memiliki pengendali yang bersemayam di dalam diri. Dan hal itu adalah perasaan tidak nyaman saat akan melakukan satu keburukan, karena wajah ayah yang mulia itu selalu membayangi mereka.
Maka, marilah kita menjadi para ayah pemilik tanda. Yang peduli akan keshalihan keturunan kita, dan bukan hanya menjadi ayah-ayah biologis yang seringkali menjadi beban peradaban sebab tidak berkontribusi apa-apa selain meninggalkan generasi penerus yang menimbulkan kerusakan dan kejahatan di dunia.
Semoga Allah memampukan kita memikul tanggung jawab ini. Mengambilnya dengan amanah dan menunaikannya sebaik mungkin. Insyaallah, Yusuf-Yusuf yang lain akan segera hadir dan memakmurkan bumi dengan keshalihan. Yusuf-Yusuf yang memiliki ayah-ayah pilihan, para ayah pemilik tanda. Semoga!