Hadiah Ruhiyah Terindah
Pernah sangat kecewa dengan pasangan dan hampir putus asa menghadapinya? Semua upaya telah kita coba namun tak juga setitik harapan akan adanya penyelesaian. Alih-alih menyesali kesalahan, meminta maaf, atau berusaha bersama mencari solusi, dia malah membela diri dengan alasan mengada-ada, lucu, dan membingungkan. Dia yang pernah sangat menawan, kini tampak sangat menyebalkan. Suasana rumah menjadi sangat tidak nyaman. Lalu, sampai kapan lagi kita bisa bertahan?
Andai kita percaya, ada banyak hal yang memang tidak bisa diselesaikan dengan logika. Dan saat semua jalan logis yang kita ketahui telah dicoba tanpa hasil, bukankah layak mencoba ranah baru yang penuh kepasrahan, namun seringkali menyamankan? Jalan ruhani bernama doa. Sebab terkuat untuk menghindari keburukan dan mendapatkan kebaikan, begitu menurut Ibnu Qayyim. Sebuah penegasan ibadah yang bukan saja indah, namun juga memberikan pengalaman batin yang dalam.
Dalam sebuah riwayat al-Hakim, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasalam pernah bersabda, “Doa adalah senjata hamba yang beriman, tiang agama, serta cahaya langit dan bumi.” Sayangnya, senjata ini jarang digunakan, apalagi dilazimi. Termasuk dalam upaya penyelesaian masalah keluarga. Sehingga kesaktiannya sering hanya menjadi cerita, namun jauh dari nyata. Padahal, doa adalah tradisi iman yang mestinya dibiasakan dalam keseharian kita. Ia bukan untuk diabaikan, atau hanya diucapkan ketika sudah buntu mencari jalan.
Alangkah bagusnya jika kebiasaan saling mendoakan ada di setiap keluarga muslim. Doa seorang istri untuk suami, atau sebaliknya. Juga doa orangtua untuk anak-anak dan juga sebaliknya. Apalagi jika doa-doa yang dilantunkan adalah doa tulus karena cinta dan kepedulian. Yaitu doa yang terucap tanpa diminta dan tanpa sepengetahuan pihak yang didoakan. Doa yang, insyaallah, mustajabah dan diamini malaikat.
Dalam sebuah riwayat Muslim, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasalam pernah bersabda, “Tidak ada seorang muslim pun yang mendoakan kebaikan bagi saudaranya (sesama muslim) tanpa sepengetahuannya, melainkan malaikat akan berkata, ‘Dan bagimu juga kebaikan yang sama.’” Dan jika kita begitu rajin berdoa untuk kebaikan sesama muslim dan muslimat, sesama mukmin dan mukminat, bukankah keluarga sangat berhajat kepada doa-doa seperti ini, lebih dari apa yang bisa kita bayangkan?
Ketika ini yang terjadi, doa bisa menjadi sebab terbesar tersebarnya barakah di dalam keluarga kita. Kasih sayang dan kecintaan di antara anggota keluarga betul-betul akan tumbuh seiring penghargaan dan penerimaan yang mewujud ke dalam doa-doa itu. Menjadi spirit ruhani yang makin mengeratkan hubungan emosi yang sudah terjalin. Menutrisi jiwa yang rindu akan ikatan kuat kepada Sang Pencipta alam. Menuntun akal kita kepada mahkamah di luar kemampuan jangkauannya. Dan kita harus percaya, itu luar biasa indah.
Namun, selain melaziminya dalam keseharian kita, ada beberapa hal yang layak untuk kita ketahui agar doa kita memberikan hasilnya secara maksimal. Sebab doa tidak berdiri sendiri serupa rangkaian kata tanpa jiwa. Ada banyak aspek yang akan memberi ‘nyawa’ pada doa agar menjadi kuat penuh khasiat. Bukan sekadar yang penting melafalkannya tanpa peduli bagaimana ia bisa memengaruhi diri kita. Sebab sebagai sekumpulan kata, doa bisa saja meluncur dari lisan bagaikan hafalan. Kata-katanya terdengar namun tanpa sadar. Bunyinya setepat doa para nabi, namun bukan dari hati. Doa kosong dari jiwa yang kosong. Mekanik sehingga tidak menarik!
Seringkali, doa tidak memberi hasil seperti yang kita inginkan karena beberapa sebab. Bisa karena ia sendiri adalah doa yang lemah. Tidak disukai Allah karena berisi permusuhan atau kemaksiatan. Atau doanya lemah tanpa pijakan hati yang tenang dan khusyuk saat melesat menuju langit. Sebab Allah tidak akan menerima doa dari hati yang lalai dan main-main. Ibarat anak panah yang meluncur dari tali yang lunglai kehilangan elasitisitasnya. Ia tak akan kemana-mana meski si pemanah telah mencoba sekuat tenaga.
Sebab yang lain adalah adanya penghalang tak kasat mata yang menyebabkan doa kita tidak akan pernah sampai ke tujuan. Yang meski tak terlihat, sangat efektif menggagalkan semua harapan. Yaitu makanan dan pakaian haram, kezhaliman, dosa yang menutupi hati, atau kelalaian kronis akan zat Allah.
Setelah semua hal itu kita perhatikan, jika ditambah dengan doa-doa pilihan seperti dicontohkan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasalam dan lantunannya di waktu-waktu mustajabah, insyaallah, pengabulannya adalah sebuah keniscayaan. Tinggal sekarang bagaimana kita bersabar dan tidak tergesa-gesa ingin melihat hasilnya, juga berkeyakinan penuh akan pengabulannya. Dan yang tidak kalah penting adalah bersiap-siap jika pengabulan Allah tidak seperti yang kita bayangkan. Sebab Allah lebih tahu bentuk pengabulan seperti apa yang paling baik untuk kita. Dia lebih tahu tentang apa yang kita butuhkan daripada pengetahuan kita akan kebutuhan kita sendiri.
Jadi, kapan kita mulai saling mendoakan di antara anggota keluarga meski tanpa sepengetahuan mereka? Biarlah ia menjadi hadiah ruhiyah terindah yang penuh barakah. Amiin!