Bukan Tempat Melepas Lelah
Orang sering menyebut kubur sebagai “tempat peristirahatan terakhir”. Ungkapan ini bisa dimaklumi karena secara kasat mata, orang yang mati tidak lagi bergerak. Hanya saja, yang diam tak bergerak itu jasadnya, adapun ruhnya, benarkah setelah mati ruh manusia akhirnya beristirahat?
Rasulullah saw punya jawabannya. Kita simak hadits berikut ini:
عَنْ أَبِى قَتَادَةَ بْنِ رِبْعِىٍّ الأَنْصَارِىِّ أَنَّهُ كَانَ يُحَدِّثُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – مُرَّ عَلَيْهِ بِجِنَازَةٍ فَقَالَ « مُسْتَرِيحٌ ، وَمُسْتَرَاحٌ مِنْهُ » . قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا الْمُسْتَرِيحُ وَالْمُسْتَرَاحُ مِنْهُ قَالَ الْعَبْدُ الْمُؤْمِنُ يَسْتَرِيحُ مِنْ نَصَبِ الدُّنْيَا وَأَذَاهَا إِلَى رَحْمَةِ اللَّهِ ، وَالْعَبْدُ الْفَاجِرُ يَسْتَرِيحُ مِنْهُ الْعِبَادُ وَالْبِلاَدُ وَالشَّجَرُ وَالدَّوَابُّ
Dari Abu Qatadah bin Rib’I al Anshari, beliau meriwayatkan bahwa suatu ketika ada jenazah lewat dihadapan Rasulullah SAW, lalu beliau bersabda, “ Ada orang yang istirahat, ada yang teristirahatkan darinya.” Para Shahabat bertanya, “ Wahai Rasulullah, apa maksud “orang yang istirahat” dan “yang teristirahatkan darinya”? Rasulullah menjawab, “ Hamba yang beriman –jika meninggal- maka dia istirahat dari kelelahan dan siksaan hidup di dunia menuju rahmat Allah. Sedang hamba yang pendosa (fajir), hamba-hamba yang lain, negeri yang dia tempati, berikut pepohonan dan hewan ternak akan berisirahat dari –keburukan-nya.” (HR. Bukhari Muslim)
Penjelasan yang menakjubkan. Jadi yang akan beristirahat adalah hamba mukmin yang shalih. Sedang yang thalih (durhaka) lagi zhalim, yang akan beristirahat adalah semua yang disekitarnya.
Benar-benar istirahat
Bagi hamba yang beriman lagi shalih, kematian layak disebut sebagai peristirahatan. Mengapa? Karena dengan iman dan amal shalihnya, ruhnya benar-benar istirahat dari segala macam beban dan persoalan hidup di dunia. Saat di dunia, seorang mukmin harus terus menerus berjuang melawan setan dengan nafsu sebagai kudanya. Dia harus berusaha menjinakan dan menaklukkan nafsunya agar bisa mendepak setan yang menungganginya. Padahal, nafsu ibarat kuda liar yang mudah tergiur oleh umpan setan. Karena bersama setan dia diberi kebebasan, sedang bersama hamba yang beriman dia harus jadi budak yang taat secara mutlak.
Perjuangan melawan dua partner klop di atas bukanlah perjuangan mudah. Nafsu tak pernah tidur, sedang setan tak pernah lelah dan bosan untuk menggelitik lalu menungganginya. Di lain sisi, iman sang hamba yang menjadi senjata pusakanya sifatnya yazid wa yanqush, kadang bertambah kadang melemah. Perjuangan melelahkan pun tak pelak harus dilakoni, sepanjang hayat. Belum lagi jika dia harus berhadapan pula dengan setan manusia yang godaaanya lebih terasa, atau ancaman dan gangguannya juga lebih memerihkan jiwa dan raga. Perjuangan pun kian berat bebannya.
Maka, jika akhirnya seorang hamba beriman harus dicabut ruhnya oleh malakul maut, sebenarnya saat itulah waktu istirahat baginya tiba. Tentu, jika iman di dada tak terampas oleh musuh saat berperang di medan laga. Alam kubur menjadi tempat melepas segala lelah, menanti hari kiamat tiba hingga akhirnya peristirahatan terakhir di jannah akan mengakhiri rasa letih, atas rahmat dari Allah.
Lelah di atas lelah
Adapaun bagi hamba yang zhalim, yang akan beristirahat saat kematiannya tiba bukanlah dirinya. Tapi justru orang-orang disekelilingnya, negerinya, pepohonan dan bahkan hewan ternak di sekitarnya. Imam Ibnu Hajar al Asqolani menjelaskan di dalam kitab Fathul Bari, maksudnya, jika ada orang fajir yang mati, maka orang-orang disekitarnyalah yang akan beristirahat dari segala kejahatan dan keburukan perilakunya.
Orang-orang disekitarnya akan beristirahat dari tindak pencurian jika dia pencuri, pembunuhan jika dia pembunuh, premanisme jika dia preman, korupsi dan krisis ekonomi jika dia pejabat korup, dan istirahat dari semawrutnya kondisi negeri jika dia adalah pemimpin yang tak pernah menghiraukan tuntutanan Allah dalam mengatur negerinya.
Adapun isitrahatnya negeri adalah istirahat dari segala musibah dan adzab yang Allah turunkan karena para pendurhaka itulah yang mengundang murka-Nya. Negeri pun ditimpa musibah dan kemalangan. Sedang istirahatnya pohon dan binatang ternak, bukan lain karena mereka terhalang mendapatkan air hujan karena kemungkaran yang dia lakukan. Selain juga musibah dan bencana alam yang juga turut mereka rasakan.
Jika orang disekitarnya, negerinya, berikut pepohonan dan binatang ternak berisitrahat setelah kematiannya, ruh hamba yang zhalim malah menghadapi situasi sebaliknya. Bukannya istirahat, dia justru baru memulai sebuah perjalanan yang melelahkan, sangat melelahkan bahkan. Apalagi zhalim lagi kafir alias tidak beriman, siksa neraka akan menyuguhkan segala jenis rasa sakit yang melelahkan jiwa dan raga, tanpa jeda. Inilah gambaraanya,
وَقَالَ الَّذِينَ فِي النَّارِ لِخَزَنَةِ جَهَنَّمَ ادْعُوا رَبَّكُمْ يُخَفِّفْ عَنَّا يَوْمًا مِنَ الْعَذَابِ . قَالُوا أَوَلَمْ تَكُ تَأْتِيكُمْ رُسُلُكُمْ بِالْبَيِّنَاتِ قَالُوا بَلَى قَالُوا فَادْعُوا وَمَا دُعَاءُ الْكَافِرِينَ إِلَّا فِي ضَلَالٍ
“Dan orang-orang yang berada dalam naar berkata kepada penjaga-penjaga naar Jahannam:”Mohonkanlah pada Rabbmu supaya Dia meringankan azab dari kami barang sehari. Penjaga Jahannam berkata:”Dan apakah belum datang kepadamu rasul-rasulmu dengan membawa keterangan-keterangan?” Mereka menjawab:”Benar, sudah datang”. Penjaga-penjaga Jahannam bekata: “Berdo’alah kamu”. Sedang do’a orang-orang kafir itu hanyalah sia-sia belaka. ” (QS. Ghafir; 49-50)
Pengajuan cuti dari siksa tertolak. Para penduduk neraka yang sudah sangat lelah dengan siksa itu memohon agar semua itu diakhiri dengan kematian. Tapi sayang, di sana kematian sudah tidak ada. Disebutkan di dalam al Quran,
وَنَادَوْا يَا مَالِكُ لِيَقْضِ عَلَيْنَا رَبُّكَ قَالَ إِنَّكُمْ مَاكِثُونَ . لَقَدْ جِئْنَاكُمْ بِالْحَقِّ وَلَكِنَّ أَكْثَرَكُمْ لِلْحَقِّ كَارِهُونَ
“Mereka berseru:”Hai Malik, biarlah Rabbmu membunuh kami saja”.Dia menjawab:”Kamu akan tetap tinggal (di naar ini)”. Sesungguhnya Kami benar-benar telah membawa kebenaran kepada kamu tetapi kebanyakan di antara kamu benci kepada kebenaran itu. (QS. Az Zukhruf:77-78)
Nah, diri kita termasuk yang manakah? Wallahul musta’an, tentunya kita berharap menjadi mustarih. Saat ajal menjelang, iman masih tebal meski pernah berkurang, nafsu tetap berada dibawah kendali dan dengan rahmat Allah, setan terhalangi untuk mencuri iman terakhir kali. Amin. (T. anwar)
Pingback: Masuk dan Keluar dari Tempat Setan - arrisalah