Hukum Menindik Telinga, Hidung, Lidah dan Pusar
Sebagian besar masyarakat kita sudah terbiasa menindik telinga anak perempuan, khususnya ketika masih kecil. Apa alasan mereka ? Paling tidak, ada tiga jawaban:
Pertama, sebagian besar dari mereka mengatakan bahwa tujuan menindik telinga adalah meletakkan anting-anting di telinganya agar tampil lebih cantik.
Kedua, sebagian lagi melihat dari sisi seksual, bahwa perempuan yang telinganya tidak ditindik, syahwat seksualnya masih kuat. Dikhawatirkan, tidak terkendali, oleh karenanya supaya stabil, telinganya ditindik untuk kebaikan dirinya dan suaminya.
Ketiga, sebagian kecil masyarakat menganggapnya tidak hanya terbatas pada faktor kecantikan, tetapi diyakini sebagai salah satu ritual yang diwariskan nenek moyang mereka untuk kemashlatan anak perempuan tersebut.
Hukum Menindik Telinga
Para ulama berbeda pendapat dalam masalah ini:
Pendapat Pertama
Mengatakan bahwa menindik telinga anak perempuan hukumnya haram. Ini pendapat Madzab Syafi’iyah, Ibnu al Jauzi dan Ibnu Uqail dari Hanabilah. (Mughni Muhtaj : 4/296, Tuhfatu al-Habib : 2/ 508, Ihya Ulumuddin : 2/341, Fathu al-Bari : 10/48)
Mereka berdalil sebagai berikut:
Dalil Pertama, menindik telinga termasuk dalam katagori merubah ciptaan Allah, karena telinga pada asalnya utuh, tidak boleh dilubangi kecuali ada mashlahat di dalamnya. Allah berfirman,
وَلَأُضِلَّنَّهُمْ وَلَأُمَنِّيَنَّهُمْ وَلَآمُرَنَّهُمْ فَلَيُبَتِّكُنَّ آذَانَ الْأَنْعَامِ وَلَآمُرَنَّهُمْ فَلَيُغَيِّرُنَّ خَلْقَ اللَّهِ وَمَنْ يَتَّخِذِ الشَّيْطَانَ وَلِيًّا مِنْ دُونِ اللَّهِ فَقَدْ خَسِرَ خُسْرَانًا مُبِينًا (119)
“ Dan aku benar-benar akan menyesatkan mereka, dan akan membangkitkan angan-angan kosong pada mereka dan akan menyuruh mereka (memotong telinga-telinga binatang ternak), lalu mereka benar-benar memotongnya, dan akan aku suruh mereka (merubah ciptaan Allah), lalu benar-benar mereka merobahnya”. Barang siapa yang menjadikan setan menjadi pelindung selain Allah, maka sesungguhnya ia menderita kerugian yang nyata.” (Qs. an-Nisa’: 119)
Baca Juga: Hukum Mencukur dan Menggundul Rambut Bagi Wanita
Ayat di atas menunjukkan haramnya merubah ciptaan Allah, termasuk di dalamnya memotong dan melubangi telinga, hidung dan lidah, walupun untuk menaruh perhiasan, karena itu termasuk bisikan syetan.
Dalil Kedua, menindik telinga termasuk menyakiti anak perempuan dengan alasan yang tidak benar. Dalam kaidah fiqh disebutkan,
لا ضرر ولا ضرار
“ Tidak boleh memberikan kemudharatan kepada diri sendiri dan kepada orang lain. “
Berkata Imam al-Ghazali di dalam Ihya Ulumuddin : 2/341: “ Saya tidak melihat adanya keringanan di dalam melubangi telinga anak perempuan, hanya untuk sekedar memasangkan anting-anting emas. Karena ini termasuk melukainya sampai sakit, dan ini wajib diqishas (dibalas).“
Dalil Ketiga, menghiasi anak dengan anting-anting bukan sesuatu yang darurat, sehingga dibolehkan melukai telinganya.
Pendapat Kedua
Menindik telinga hukumnya boleh. Ini Madzhab Hanafiyah, Malikiyah dan Hanabilah. (al-Bahru ar-Raiq : 8/232, Syareh az-Zurqani : 4/210, al-Inshaf : 1/125)
Diantara dalil mereka sebagai berikut,
Dalil Pertama, hadist Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya beliau berkata,
. خَرَجَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَصَلَّى ثُمَّ خَطَبَ – وَلَمْ يَذْكُرْ أَذَانًا وَلا إِقَامَةً – ثُمَّ أَتَى النِّسَاءَ فَوَعَظَهُنَّ وَذَكَّرَهُنَّ وَأَمَرَهُنَّ بِالصَّدَقَةِ فَرَأَيْتُهُنَّ يَهْوِينَ إِلَى آذَانِهِنَّ وَحُلُوقِهِنَّ يَدْفَعْنَ إِلَى بِلالٍ ثُمَّ ارْتَفَعَ هُوَ وَبِلالٌ إِلَى بَيْتِهِ .
“ Suatu hari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar, maka beliau shalat, kemudian berkhutbah, tanpa terdengar adzan ataupun iqamah, kemudian mendatangi para wanita. Beliau menasehati dan mengingatkan, serta memerintahkan mereka untuk bersedekah, maka saya melihat mereka mengulurkan tangan ke telinga-telinga dan leher-leher mereka (untuk mencopot perhiasan) dan mereka berikan kepada Bilal. Kemudian beliau dan Bilal pergi menuju rumah beliau. ( HR. Bukhari, 4951 dan Muslim, 884)
Hadits di atas menerangkan bahwa para sahabiyat memakai perhiasan anting-anting yang ada pada telinga mereka. Ini menunjukkan bahwa melubangi telinga untuk tempat anting-anting hukumnya boleh.
Dalil Kedua, hadits Aisyah radhiyallahu ‘anha bahwasanya beliau berkata,
جَلَسَ إِحْدَى عَشْرَةَ امْرَأَةً فَتَعَاهَدْنَ وَتَعَاقَدْنَ أَنْ لا يَكْتُمْنَ مِنْ أَخْبَارِ أَزْوَاجِهِنَّ شَيْئًا … قَالَتْ الْحَادِيَةَ عَشْرَةَ : زَوْجِي أَبُو زَرْعٍ وَمَا أَبُو زَرْعٍ أَنَاسَ مِنْ حُلِيٍّ أُذُنَيَّ … قَالَتْ عَائِشَةُ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : كُنْتُ لَكِ كَأَبِي زَرْعٍ لأُمِّ زَرْعٍ
“ Terdapat sebelas wanita yang duduk berkumpul, mereka sepakat dan berjanji untuk tidak menyembunyikan sedikitpun tentang sifat-sifat suami-suami mereka…berkatalah wanita yang kesebelas : “ Suamiku adalah Abu Zar’in, siapakah Abu Zar’in itu ? Dialah yang memberatkan telingaku dengan perhiasan (sampai bergerak-gerak)”. …Berkata Aisyah, bersabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kepadanya : “ Aku bagimu, seperti Abu Zar’in bagi Ummu Zar’in” (HR. Bukhari, 4893 dan Muslim, 2448).
Hadits di atas menunjukkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mengingkari perbuatan Abu Zar’in yang memberikan perhiasan pada telinga istrinya, bahkan beliau sendiri ingin berbuat seperti perbuatan Abu Zar’in kepada istrinya.
Dalil Ketiga: Menindik telinga untuk memakaikan anting-anting padanya terdapat maslahat bagi wanita. Dan itu tidak terlalu membahayakan baginya, sehingga dibolehkan. Karena wanita mempunyai fitrah untuk selalu ingin berhias, sebagaimana firman Allah,
أَوَمَنْ يُنَشَّأُ فِي الْحِلْيَةِ وَهُوَ فِي الْخِصَامِ غَيْرُ مُبِينٍ
“ Dan apakah patut (menjadi anak Allah) orang yang dibesarkan dalam keadaan berperhiasan sedang dia tidak dapat memberi alasan yang terang dalam pertengkaran.”(Qs. az-Zukhruf : 18)
Baca Juga: Hukum Menyemir Rambut
Ibnul Qayyim di dalam Tuhfatu al-Maudud bi Ahkami al-Maulud (1/209 ) : “Cukup sebagai dalil bolehnya (menindik telinga anak perempuan) adalah pengetahuan Allah dan Rasul-Nya tentang perbuatan yang dilakukan para sahabat, dan persetujuannya tentang masalah ini. Jika hal itu dilarang , tentu akan dijelaskan di dalam al- Qur’an dan as-Sunnah”
Melubangi Hidung, Lidah dan Pusar
Adapun melubangi hidung, lidah dan pusar untuk memakaikan padanya perhiasan, sebagian besar ulama tidak membolehkan, sebagian yang lain membolehkan pada hidung jika hal itu masuk dalam katagori kebiasan masyarakat tertentu. Sedang melubangi pusar dan lidah hampir semua ulama tidak membolehkannya, karena termasuk kebiasaan perempuan-perempuan nakal.
Berkata Syekh Ibnu al-Utsaimin di dalam Majmu’ al-Fatawa ( 11/no. 69 ) : “ Adapun melubangi hidung, maka saya belum menemukan perkataan ulama yang membahasnya. Tetapi saya berpendapat bahwa melubangi hidung masuk dalam katagori mutilasi dan merusak anggota badan. Barangkali ulama lain mempunyai pendapat yang berbeda. Jika seorang perempuan hidup di negara yang menganggap anting-anting pada hidung sebagai salah satu bentuk berhias dan mempercantik diri, maka tidak apa-apa dia melakukannya.“
Baca Juga: Hukum Mendonorkan Organ Tubuh
Berkata Syekh Abdul Muhsin al-Abbad di dalam Syareh Abu Daud : “ Adapun melubangi pusar dan lidah dan sejenisnya dari anggota tubuh, saya belum mendapatkan perkataan dari para ulama tentang masalah ini. Tetapi yang lebih mendekati kebenaran, bahwa hal itu dilarang, karena dua hal ; pertama, bahwa hal ini masuk dalam katagori mutilasi dan penyiksaan, yang kedua, biasanya perempuan tidak familiar berhias dengan cara seperti ini. Bahkan cara seperti ini dianggap merusak, bukan berhias. Adapun suaminya tidak melarang hal itu, bukanlah suatu alasan syar’i, apalagi jika hal ini dianggap kebiasaan perempuan-perempuan rusak di negara-negara yang sudah rusak akhlaqnya.
Kesimpulan
Dari keterangan di atas, bisa disimpulkan bahwa pendapat yang lebih kuat adalah pendapat mayoritas ulama, bahwa menindik telinga anak perempuan untuk memakaikan perhiasan (anting-anting) hukumnya boleh. Namun jika ada sebagian masyarakat tidak mau menindik telinga anak perempuan sebagai sifat kehati-hatian, dan menganggap bahwa menaruh perhiasan di telinga dengan cara menindiknya adalah sesuatu yang tidak penting, maka tentunya ini lebih baik, untuk menghindari perbedaaan pendapat ulama, sebagaimana yang diterangkan di atas.
Adapun melubangi hidung, lidah dan pusar pada umumnya perempuan tidak menganggapnya sebagai tempat memakaikan perhiasan padanya. Sehingga dihukumi makruh pada hidung, dan haram pada pusar dan lidah. Wallahu A’lam.
Oleh: Dr. Ahmad Zain An-Najah, MA/Fikih kontemporer
Pingback: Majalah Islam Arrisalah|Majalah Muslim Arrisalah