4 Alasan Kaum Muslimin Dilarang Mengikuti Perayaan Natal
Mendekati penghujung tahun di tiap tahunnya, selalu saja ada polemik mengenai perayaan natal. Ada sebagian kaum muslimin yang berujar bahwa tidak mengapa mengucapkan “selamat hari natal”, “Merry Christmas” dan bentuk ucapan lainnya kepada saudara, tetangga maupun teman yang beragama Nashrani. Lebih dari itu, ada sebagian yang ikut-ikutan meramaikan perayaan ini dengan membuat hiasan pohon cemara yang dihiasi dengan pernak-pernik dan lampu berwarna-warni di rumah-rumah mereka. Alasannya karena menghormati dan ikut merasa bahagia dengan hari raya tersebut.
Bagi sebagian orang Islam yang tidak mau ikut merayakan atau sekedar mengucapkan kata-kata selamat kepada saudara Nashrani pun mendapat label ‘intoleran’ dan ‘anti kebhinnekaan’. Padahal belum tentu yang bilang begitu sudah toleran dan berkebhinnekaan.
Dalam Islam, hari raya merupakan bentuk syiar dan pengagungan. Artinya, bila seorang muslim mengikuti hari raya diluar Islam, secara tidak langsung ia ikut mengagungkan perayaan tersebut. Belum lagi ketika mengucap, “selamat natal”, artinya ia mengakui akan kelahiran Yesus Kristus dalam versi mereka. Yang mana, hal-hal ini sangat riskan dan bisa mencederai akidah seorang muslim.
Setidaknya ada empat dalil yang mengharamkan seorang muslim mengikuti perayaan orang-orang kafir, termasuk hari raya natal, Valentine, Easter day (hari Paskah), April Mop dan lainnya;
1.Tasyabbuh
Rasulullah bersabda,
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
“Barangsiapa ikut-ikutan dengan suatu kaum, maka ia termasuk dalam golongan mereka.” (HR. Abu Dawud)
Sahabat Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu berkata: “Siapa yang mengikuti perbuatan orang-orang kafir, kelak di hari kiamat ia akan merugi bersama orang-orang kafir tersebut. Siapa yang mengikuti perbuatan kekufuran seseorang, perbuatan tersebut bisa juga membuat orang yang mengikutinya menjadi kafir dan siapa yang mengikuti perbuatan dosa besar seseorang, maka perbuatannya tersebut akan membuatnya terkena dosa besar juga.”
Tidak semua bentuk ikut-ikutan dengan orang kafir itu dilarang. Sebagaimana Syaikh Shalih al-Munajjid menjelaskan ada tasyabbuh yang haram dan ada juga bentuk mengikuti yang tidak dilarang. Adapun yang dilarang adalah segala perbuatan peribadatan dan syariat yang mengandung keyakinan dan tidak pernah ada syariat dalam Islam yang membolehkan. Sedangkan menggunakan atau mengikuti mereka dalam urusan dunia yang bukan merupakan bentuk ibadah dan syariat, maka selama ada manfaatnya tidaklah mengapa.
2.Bentuk Loyal Pada Kekufuran
Mengikuti perayaan mereka, artinya mengamini dan mendukung keyakinan yang mereka bawa. Padahal mereka sendiri telah mengingkari apa yang kita yakini. Allah berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا عَدُوِّي وَعَدُوَّكُمْ أَوْلِيَاءَ تُلْقُونَ إِلَيْهِم بِالْمَوَدَّةِ وَقَدْ كَفَرُوا بِمَا جَاءَكُم مِّنَ الْحَقِّ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil musuh-Ku dan musuhmu menjadi teman-teman setia yang kamu sampaikan kepada mereka (berita-berita Muhammad), karena rasa kasih sayang; padahal sesungguhnya mereka telah ingkar kepada kebenaran yang datang kepadamu,……”(QS. al-Mumtahanah: 1)
3.Hari Raya Adalah Pengagungan dan Keyakinan Dalam Sebuah Agama
Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
إن لكل قوم عيدا، وهذا عيدنا
“Sesungguhnya tiap-tiap kaum itu memiliki hari raya, dan adapun hari ini (hari raya idul fitri) adalah hari raya kita (kaum muslimin).” (HR. Muslim)
Islam memilki hari raya, begitu juga mereka orang-orang diluar Islam juga memiliki semisalnya. Siapa yang mencari-cari hari raya diluar ketetapan Islam, maka ia telah memuliakan hari raya tersebut, demikian juga ia telah mengagungkan dan meyakini sebagaimana orang-orang kafir meyakininya dengan sepenuh hati.
4.Sifat Orang Mukmin Tidak Menghadiri Majelis Kekufuran
Allah berfirman,
وَالَّذِينَ لَا يَشْهَدُونَ الزُّورَ
“Dan orang-orang yang tidak memberikan persaksian palsu……………”(QS. al-Furqan: 72)
Sebagian para ulama’ diantaranya; Dhahak, Thawus dan Muhammad bin Sirin mereka menafsirkan ayat ini dengan hari raya orang-orang kafir. Sifat orang beriman yang tersebut dalam ayat ini adalah mereka yang menjauhi perayaan hari raya orang-orang kafir dan tidak memiliki kecondongan untuk mengikuti.
Hal ini dikuatkan oleh Imam Malik yang mengutip hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam,
” من كان يؤمن بالله واليوم الآخر فلا يجلس على مائدة يدار عليها الخمر “
“Siapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, hendaknya ia tidak menghadiri perkumpulan yang didalamnya disajikan khamr. (HR. Muslim)
Sebagaimana diketahui, hampir di tiap tempat perayaan orang-orang kafir, disana disajikan minuman keras dan berbagai hidangan lain yang mengandung unsur haram lainnya.
Menambahkan hal ini, Ibnul Qayyim rahimahullahu dalam kitab Ahkamu Ahli Dzimmi Ia berkata,
“Mengucapkan selamat pada perayaan orang non muslim adalah perbuatan haram menurut syariat. Seperti mengucap, “Semoga terberkati di harimu ini” dan semisalnya. Seperti halnya ia telah mengucap selamat untuk sujud pada salib. Hal ini lebih besar dosanya di sisi Allah, bahkan lebih besar dari mengucap selamat pada orang yang meminum khamr atau membunuh seseorang. Siapa yang mengucap keselamatan pada pelaku bid’ah, maksiat, atau bahkan kekufuran, maka sejatinya ia telah mengundang murka Allah.”
Demikian beberapa nash syar’I sebagai landasan akan haramnya mengikuti dan ikut meramaikan perayaan hari-hari besar orang kafir. Semoga Allah senantiasa memberikan kita keistiqamahan untuk tetap berada di jalan yang Ia ridhai. (dari Islamqa.info)
Baca Juga:
Hari Raya, Syiar dan Identitas Keyakinan
Pingback: Tafsir “Kafir” Versi Mun’im Sirry - hujjah.net