Waspadai Kemunafikan Saat Islam Menghadapi Tekanan
Puji syukur kepada Allah atas limpahan nikmat dan karunia-Nya. Shalawat dan salam semoga tercurah kepada nabi dan rasul-Nya, Muhammad SAW, juga para shahabat dan para pengikutnya. Hendaknya kita tingkatkan ketakwaan kita kepada Allah dengan berusaha menjalankan semua perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.
Jamaah Jumat Rahimakumullah
Suatu ketika Imam asy Syafi’i ditanya, “Sebaiknya kita berdoa memohon agar diuji atau agar diberi kemenangan dan kedaulatan?” Imam Asy Syafi’i pun menjawab, “Kalian tidak akan mendapat kemenangan sebelum diuji dengan bala’?”
Jamaah Jumat Rahimakumullah
Inilah sunnah ilahi. Sunnah ini telah berlaku sejak jaman dahulu dan akan tetap berlaku atas umat in sampai kiamat nanti. Lihatlah Nabi Nuh AS. Sebelum mendapatkan kedamaian dan kemenangan, Nabi Nuh harus bersabar dengan tekanan kaumnya yang semakin keras. Kapal besar yang Beliau buat benar-benar menjadi bahan untuk membully dan melecehkan diri Beliau. Sebutan pembohong, gila, tak masuk akal dan bahkan tantangan agar adzab segera datang, menghunjam pendengaran Beliau setiap hari. Namun setelah masa terberat itu, Beliau pun dapat hidup tenang, hanya bersama orang-orang beriman.
Lihatlah pula Nabi Musa dan bani Israil. Sebelum mendapatkan kemerdekaan, Nabi Musa dan Bani Israil harus berhadapan dengan sebuah masa yang benar-benar sulit. Setelah berhasil mengajak Bani Israel pergi dari Mesir, ternyata situasi justru semakin tak karuan. Firaun mengerahkan semua balatentaranya untuk mengejar Bani Israil. Sampai akhirnya Bani Israil terkepung; di depan mereka terbentang lautan dan dibelakang mereka tentara Firaun. Kanan maupun kiri pun tak bisa digunakan untuk melarikan diri karena mereka hanya berjalan kaki sementar tentara Firaun adalah pasukan kavaleri. Sebagian mereka sampai berputus asa dan berkata, “Inna lamudrakuun” Kita pasti tertangkap. Namun di saat itulah Allah belahkan lautan untuk mereka. Menjadi jalan melarikan diri, bahkan dengannya Allah hancurkan Firaun dan semua tentaranya.
Lihatlah pula Nabi Muhammad dan shahabatnya. Sebelum mendapatkan kemenangan, bahkan atas kekuasaan Romawi dan Persia, Rasulullah dan shahabat harus melewati masa-masa yang luar biasa sulitnya. Tekanan, diskriminasi, pengusiran, tindak kesewenangan, uji coba pembunuhan hingga pembunuhan-pembunuhan sadis pun mereka alami. Sampai-sampai sebagian orang berkata, “Mata nashrullah?” “Kapankah pertolongan Allah akan datang?” Namun setelah masa terberat berlalu, datanglah kemenangan dari Allah. Umat Islam mendapatkan kedaulatannya hingga mampu membuktikan bahwa Islam adalah rahmatan lil ‘alamin. Ketika Islam berkuasa, orang-orang shalih memimpin, dunia dapat merasakan betapa penuh rahmat agama ini.
Jamaah Jumat Rahimakumullah
Inilah ujian yang sulit bagi umat ini. Sebelum mendapat kemenangan, kedaulatan dan kemerdekaan, umat Islam akan diuji dengan beragam ujian. Sulitnya lagi, semakin dekat dengan kemenangan, ujian akan semakin berat. Allah jadikan musuh-musuh Islam kuat dan mampu berbuat semena-mena. Dengan kekuatan dan kekuasaan yang mereka miliki, mereka mampu melakukan apapun yang diinginkan. Tak hanya di satu tempat, bahkan seakan, seluruh dunia memusuhi Islam. Persis seperti yang pernah dialami para pendahulu kita. Sekedar pembubaran pengajian, organisasi Islam atau dihalanginya ibadah dan aktifitas keislaman, barulah permulaan ujian jika dibandingkan dengan ujian yang telah dialami para shahabat Nabi.
Mengapa Allah memberikan ujian ini? Bukankah Allah Maha Mampu untuk langsung memberikan kemenangan bagi umat ini? Mengapa pula dahulu, Allah tumbangkan kekuasaan Islam di Turki, lalu membiarkan umat ini berjuang dari awal dan diuji seperti ini lagi?
Jamaah Jumat Rahimakumullah
Ada hikmah agung dari semua ujian yang Allah berikan ini. Hikmah pertama, inilah “ad duulah”, pergiliran masa yang telah Allah tetapkan atas manusia. Ada kalanya hamba-hamba-Nya yang beriman menang dan berkuasa, ada masanya pula mereka lemah dan ditindas. Jika saja Allah menangkan musuh-musuh Islam terus menerus, tentulah hamba-hamba-Nya yang beriman akan berputus asa. Namun jika hamba-hamba-Nya yang beriman diberikan kekuasaan terus menerus, niscaya kemunafikan akan merajalela. Orang-orang yang sebenarnya benci dengan Islam namun tak mampu melawan terang-terangan akan menusuk dari dalam.
Allah berfirman;
وَتِلْكَ الْأَيَّامُ نُدَاوِلُهَا بَيْنَ النَّاسِ وَلِيَعْلَمَ اللَّـهُ الَّذِينَ آمَنُوا وَيَتَّخِذَ مِنكُمْ شُهَدَاءَ ۗ وَاللَّـهُ لَا يُحِبُّ الظَّالِمِينَ
“Dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu Kami pergilirkan diantara manusia (agar mereka mendapat pelajaran); dan supaya Allah membedakan orang-orang yang beriman (dengan orang-orang kafir) supaya sebagian kamu dijadikan-Nya (gugur sebagai) syuhada’. Dan Allah tidak menyukai orang-orang yang zalim.” (QS. Ali Imran :140)
Hikmah kedua, masa ini adalah masa tamhish, masa penyaringan. Ketika kondisi musuh-musuh Islam seperti disebutkan dalam ayat:
“(Yaitu) ketika mereka datang kepadamu dari atas dan dari bawahmu, dan ketika tidak tetap lagi penglihatan(mu) dan hatimu naik menyesak sampai ke tenggorokan dan kamu menyangka terhadap Allah dengan bermacam-macam purbasangka. Disitulah diuji orang-orang mukmin dan digoncangkan (hatinya) dengan goncangan yang sangat. Dan (ingatlah) ketika orang-orang munafik dan orang-orang yang berpenyakit dalam hatinya berkata: “Allah dan Rasul-Nya tidak menjanjikan kepada kami melainkan tipu daya”.(al Ahzab: 10-12)
Inilah masa penyaringan, menyaring iman sejati dari iman yang bercampur nifak. Masa-masa ini adalah masa-masa yang sulit bagi kaum munafik untuk tidak menunjukkan jati diri. Sulit bagi mereka untuk tetap yakin dan berjuang. Sulit bagi mereka untuk tidak berputus asa lalu memalingkan keberpihakan kepada lawan. Sulit bagi mereka untuk tidak mengatakan, bahwa kemenangan Islam hanyalah omong kosong. “ Ma wa’adanallah warasuluhu illa ghurura? Allah dan Rasul-Nya tidak menjanjikan kepada kami melainkan tipu daya””. Sulit bagi mereka untuk tidak mengatakan, tidak ada perintahnya kita berjuang mati-matian membela agama sementara Allah maha Kuasa. Agama macam apa yang menyulitkan pemeluknya hingga harus membelanya dengan mengorbankan nyawa?
Inilah masa tamyiz. Allah berfirman:
لِيَمِيزَ اللَّـهُ الْخَبِيثَ مِنَ الطَّيِّبِ وَيَجْعَلَ الْخَبِيثَ بَعْضَهُ عَلَىٰ بَعْضٍ فَيَرْكُمَهُ جَمِيعًا فَيَجْعَلَهُ فِي جَهَنَّمَ ۚ أُولَـٰئِكَ هُمُ الْخَاسِرُونَ ٣٧
“Supaya Allah memisahkan (golongan) yang buruk dari yang baik dan menjadikan (golongan) yang buruk itu sebagiannya di atas sebagian yang lain, lalu kesemuanya ditumpukkan-Nya, dan dimasukkan-Nya ke dalam neraka Jahannam. Mereka itulah orang-orang yang merugi.” (QS. Al Anfal; 37)
Maka hendaknya kita berhati-hati. Jangan sampai kita menjadi golongan yang terbuang dari tamyiz dan tamhish keimanan. Menjadi sampah yang teronggok bersama musuh-musuh Islam. Di neraka jahanam. Sekuat tenaga, kita apstkan diri kita berada di pihak para pembela al haq. Berada pada barisan kaum beriman. Sesulit apapun, seberat apapun. Waspadai kemunafikan, sekecil apapun. Mukmin sejati adalah mukmin yang paling waspada terhadap penyakit nifak. Para shahabat Nabi adalah manusia-manusia yang paling takut dan khawatir terhadap kemunafikan.
Jamaah Jumat Rahimakumullah
Menghadapi masa-masa penuh fitnah dan ujian iman seperti ini, hendaknya kita berhati-hati. Tidak ada cara lain selain memperbanyak bekal keilmuan tentang Islam dengan metode pemahaman yang benar agar keyakinan dan persepsi kita tidak mudah dibengkokkan. Tinggalkanlah perkataan-perkataan manusia-manusia liberal yang menafsirkan quran dengan cara penafsiran bibel. Kembalilah kepada para ulama yang ikhlas dan gigih memperjuangkan agama-Nya dan mendakwahkan ilmunya. Memperbanyak bekal iman agar tak mudah goyah menghadapi fitnah, karena ilmu saja tidak cukup. Betapa banyak orang yang sebenanarnya tinggi ilmunya namun justru terperdaya muslihat lawan dan berbalik membela mereka. Dan tentu saja, memperbanyak doa agar pertolongan dan kemenangan dari Allah segera datang. Ad ad dua’ silahul mukmin, doa adalah senjata utama orang beriman. Apalah kita ini tanpa pertolongan dari Allah? Dengan apa kita bisa menang jika tanpa pertolongan dari Allah, sementara jumlah mukmin sejati selalu lebih sedikit daripada kaum munafik dan manusia yang ingkar?
Wallahul musta’an. Hanya kepada Allahlah tempat memohon pertolongan.
Oleh: Taufik Anwar
Khutbah Lainnya:
Pingback: Khutbah Jumat: Islam Akan Menang, Bersama Atau Tanpa Kita