Turun Ke Langit Dunia Di Akhir Malam Yang Sepertiga
Rasul shallallahu’alaihi wasallam bersabda :
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ يَنْزِلُ رَبُّنَا تَبَارَكَ وَتَعَالَى كُلَّ لَيْلَةٍ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا حِينَ يَبْقَى ثُلُثُ اللَّيْلِ الْآخِرُ يَقُولُ مَنْ يَدْعُونِي فَأَسْتَجِيبَ لَهُ مَنْ يَسْأَلُنِي فَأُعْطِيَهُ مَنْ يَسْتَغْفِرُنِي فَأَغْفِرَ لَهُ
Dari Abu Hurairah radliallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Rabb kita -Tabaaraka wa Ta’ala- turun di setiap malam ke langit dunia pada sepertiga malam terakhir dan berfirman: “Siapa yang berdo’a kepadaKu pasti Aku kabulkan dan siapa yang meminta kepadaKu pasti Aku penuhi dan siapa yang memohon ampun kepadaKu pasti Aku ampuni.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Nuzul (turun) termasuk dari sifat af’aliyah (sifat yang berkaitan dengan perbuatan) yang Allah akan berbuat demikian jika menghendaki. Wajib bagi setiap muslim untuk menetapkan sifat af’aliyah Allah berupa nuzul, dan Allah turun setiap malam pada seprtiga malam yang akhir. Ahlus sunnah wal jama’ah dalam masalah ini adalah tasbit bila tamsil dan tanzih bila ta’thil. Maknanya, menetapkan sifat af’aliyah Allah yang nuzul tanpa menyerupakan turunnya Allah dengan turunnya makhluk dan mensucikan Allah Ta’ala dengan menetapakan secara hakiki tanpa memalingkan dengan makna yang menyimpang.
Sesat Dengan Mentamtsil Dan Menta’thil
Sifat nuzul ini sebagaimana sifat af’aliyah yang lain yang layak bagi Allah Azza wa Jalla bukanlah seperti turunnya makhluk, kita tidak mengetahui tata cara Allah turun, tetapi kita menetapkan sebagaimana khabar yang shahih dari Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam, mengimaninya dan tidak mentakwilkan (menyelewengkan maknanya) dan tidak memisalkan turunnya Allah dengan turunnya makhluk.
Kelompok yang menyimpang dalam masalah ini adalah dengan mentakwilkan nuzulnya Allah dengan makna yang turun adalah perintahNya, bukan Allah Ta’ala’yang turun, ada juga yang metakwilkan yang turun adalah malaikat Allah. Hal ini tidaklah sejalan dengan hadits Rasulullah yang shahih yang menyatakan ketika Allah turun kelangit dunia, Allah berfirman : “Siapa yang berdo’a kepadaKu pasti Aku kabulkan dan siapa yang meminta kepadaKu pasti Aku penuhi dan siapa yang memohon ampun kepadaKu pasti Aku ampuni.”
Jika yang turun adalah perintah Allah atau malaikat Allah, maka sangatlah tidak layak bagi malaikat Allah dan perintah Allah berkata : siapa yang memohon ampun kepadaku maka aku ampuni, siapa yang meminta kepadaku maka akan aku beri. Maka ini adalah takwilan yang batil. Yang benar adalah bahwa Allah lah yang turun dan hanya Allah lah yang bisa mengampuni, memberi dan mengabulkan.
Kemudian ada juga yang memberikan syubhat kepada setiap muslim dengan perkataan : bagaimana mungkin Allah turun pada setiap malam, padahal di bumi yang kita huni ini ketika satu daerah mengalami malam maka akan di susul pada tempat-tempat yang lain, maknanya Allah terus menerus selalu turun.
Hal ini sangatlah mudah untuk di jawab, yaitu dengan jawaban bahwa Allah lah yang menciptakan langit dan bumi, menciptakan malam dan siang, akan tetapi Allah tidaklah terikat dengan hukum cipataanNya, berbeda dengan manusia yang diciptakan di dunia, maka ia akan tunduk dan terhukumi dengan hukum ciptaanNya yang berupa malam dan siang.
Mereka yang mempunyai pemikiran dan perkataan batil tersebut hendak menyamakan Allah dengan penciptaanNya yang mereka semua terhukumi dengan siang dan malam, Maha Suci Allah dari terhukumi oleh makhluknya, tapi Allah lah yang meliputi dan menguasai semua ciptaanNya termasuk siang dan malam.
BACA JUGA : Wajib Berjamaah Haram Berfirqah
Allah Ta’ala berfiman :
“Dan Dialah yang berkuasa atas sekalian hamba-hamba-Nya. dan Dialah yang Maha Bijaksana lagi Maha mengetahui.” (QS. Al An’am : 18)
Maka kita katakan kepada setiap orang yang hendak merusak aqidah islam, dengan perkataan yang semisal dengan perkataan imam malik, an nuzulu ma’luum wal kaifiyatu majhul (turunnya Allah adalah suatu yang maklum, dan tata caranya adalah suatu yang tidak mampu kita ketahui).
Sepertiga Malam Yang Akhir
Mengetahui aqidah yang benar dalam pembahasan Allah turun ke langit dunia pada sepertiga malam yang akhir, melazimkan seorang muslim untuk menindak lanjuti pemahamanya dengan amal shaleh. Yaitu menghidupkan malam dengan berdiri mengerjakan qiyamul lail, bedoa dan memohon ampun kepada Allah Ta’ala.
Allah subhanahu wata’ala menciptakan langit berlapis-lapis, sebagaiman firmaNya :
“Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah menciptakan tujuh langit bertingkat-tingkat?” (QS. Nuh : 15)
Dan pada malam itu, Allah Subhanahu wata’la turun ke langit yang paling dekat dengan dunia, kemudian berfirman dalam hadits qudsi :
مَنْ يَدْعُونِي فَأَسْتَجِيبَ لَهُ مَنْ يَسْأَلُنِي فَأُعْطِيَهُ مَنْ يَسْتَغْفِرُنِي فَأَغْفِرَ لَهُ
“Siapa yang berdo’a kepadaKu pasti Aku kabulkan dan siapa yang meminta kepadaKu pasti Aku penuhi dan siapa yang memohon ampun kepadaKu pasti Aku ampuni.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Inilah waktu yang mustajab bagi setiap hamba yang mendamba keampunan, pemenuhan hajat dan permintaan rizki, dan siapakah yang tidak butuh ampunan Allah dan pengabulan doa?. Allah Ta’ala menerima taubat dan ampunan hamba pada setiap waktu, namun terdapat waktu dan keadaan khusus yang mustajab, diantaranya adalah sepertiga malam yang akhir, waktu di hari jum’at dan pada saat sujud di waktu shalat.
Agar terbantu untuk bangun malam Sebaiknya seorang muslim tidur lebih awal, dan ini adalah suatu hal yang harus dibiasakan, karena kemudahan bangun malam akan datang dengan pembiasaan setelah rahmat dari Allah kepadanya. Apalah keuntungan dari melebihkan jam tidur bagi muslim, yang ada adalah kerugian dan pengharaman terhadap kebaikan yang banyak atas dirinya sendiri.
Dengan bangun malam, maka seseorang dapat beristighfar di waktu sahur, karena istighfar di waktu sahur mempunyai kekhususan tersendiri, bahkan ini termasuk sifat hamba Allah yang bertaqwa, sebagaimana difirmankan Allah :
“Di dunia mereka sedikit sekali tidur diwaktu malam. Dan selalu memohonkan ampunan diwaktu pagi sebelum fajar.” (QS. Adz Dzariat : 17-18)
Cukuplah dengan keyakinan bahwa Allah turun kelangit dunia pada sepertiga malam yang akhir dan dua nash di atas menjadikan dirinya lebih semangat untuk menghidupkan malam-malamnya. Ya Rab..mudahkanlah kepada kami untuk bangun malam dan bermunajat kepadaMu.
Hadits Mutawatir
Hadits yang diriwayatkan imam Bukhari dan Muslim dari sahabat Abu Hurairah tentang turunnya Allah kelangit dunia pada sepertiga malam yang akhir merupakan hadits yang mutawatir, yaitu hadits yang banyak diriwayatkan oleh sahabat Nabi, dan sahabat Nabi adalah suatu masyarakat terbaik yang dipilih Allah untuk menemani Nabi dalam menyampaikan risalah Islam. Tidak mungkin mereka bersepakat untuk berbohong atas nama Nabi.
Mereka mempunyai hati yang terbaik setelah hatinya para Nabi dan Rusul. Sekian banyak sahabat yang meriwayatkan hadits ini, atau yang mendengar hadits ini tidak ada yang memahami sebagaimana para pengikut sesat yang mentamtsil dan menta’thilkan sifat af’aliyah Allah.
Wajib bagi setiap muslim untuk mengikuti pemaham para sahabat dan menjauhi kelompok-kelompok yang menyimpang dan menyesatkan, apalagi menjadi corong penyebar kesesatan, iyadzan billah. Selain berdosa atas perbuatannya, di tambah lagi dengan dosa orang yang mengikutinya, ini telah di sabdakan Nabi shallallahu’alaihi wasallam :
مَنْ دَعَا إِلَى هُدًى كَانَ لَهُ مِنَ الأَجْرِ مِثْلُ أُجُورِ مَنْ تَبِعَهُ لاَ يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْئًا وَمَنْ دَعَا إِلَى ضَلاَلَةٍ كَانَ عَلَيْهِ مِنَ الإِثْمِ مِثْلُ آثَامِ مَنْ تَبِعَهُ لاَ يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ آثَامِهِمْ شَيْئًا
“Barangsiapa yang mengajak kepada petunjuk / kebenaran maka ia mendapat pahala seperti pahala-pahala orang yang mengerjakannya dengan tidak mengurangi pahala-pahala mereka sedikit pun. Dan barangsiapa yang mengajak kepada kesesatan maka ia mendapat dosa seperti dosa-dosa orang yang mengerjakannya dengan tidak mengurangi dosa-dosa mereka sedikit pun” (HR. Muslim)
Pingback: Wasathiyah Dalam Al Quran - arrisalah
Pingback: Iman, Butuh Bukti Bukan Sekedar Teori - arrisalah