Tauhid Rububiyah
Syarah Sullamul Wushul
oleh: Abu Zufar Mujtaba
أَوَّلُ وَاجِبٍ عَلَى الْعَبِيدِ … مَعْرِفَةُ الرَّحْمَنِ بِالتَّوْحِيدِ
إِذْ هُوَ مِنْ كُلِ الْأَوَامِرِ أَعْظَمُ … وَهْوَ نَوْعَانِ أَيَا مَنْ يَفْهَمُ
إِثْبَاتُ ذَاتِ الرَّبِّ جَلَّ وَعَلَا … أَسْمَائِهِ الْحُسْنَى صِفَاتِهِ الْعُلَى
وَأَنَّهُ الرَّبُّ الْجَلِيلُ الْأَكْبَرُ … الْخَالِقُ الْبَارِئُ وَالْمُصَوِّرُ
بَارِي الْبَرَايَا مُنْشِئُ الْخَلَائِقِ … مُبْدِعُهُمْ بِلَا مِثَالٍ سَابِقِ
Kewajiban pertama atas seorang hamba… Adalah bermakrifah kepada ar-Rahman dengan mentauhidkan-Nya.
Tauhid adalah perkara yang terbesar di antara semua perkara… Dan ia ada dua, wahai orang yang hendak memahami.
Menetapkan Dzat Allah Yang Mahamulia dan Mahatinggi… Juga nama-nama-Nya yang indah dan sifat-sifat-Nya yang tinggi.
Dan bahwa Dia adalah Rabb yang Mahamulia lagi Mahabesar… Yang Maha Pencipta Maha Mengadakan dan Maha Membentuk.
Mengadakan segala yang ada, menciptakan segala makhluk… Memulai penciptaan tanpa ada misal sebelumnya.
Syaikh Hafizh bin Ahmad al-Hakami memulai matan akidahnya dengan pembahasan tauhid. Pembahasan yang apabila seorang muslim tidak mewujudkannya dalam dirinya—akal, hati, dan perbuatan, maka Islamnya tidak benar. Pun apakah ia akan selamat dari ancaman neraka dan dimasukkan ke dalam surga sangat tergantung kepada kebenarannya dalam bertauhid.
Syaikh Hafizh tegas menyebut tauhid sebagai kewajiban pertama. Tauhid benar-benar kewajiban pertama. Apabila seseorang melaksanakan kewajiban kedua dan seterusnya tetapi salah dalam melaksanakan kewajiban yang pertama ini, sia-sialah semua yang dikerjakannya.
“Jika kamu berbuat syirik, niscaya amal-amalmu akan batal dan kamu benar-benar menjadi golongan yang merugi.” (Az-Zumar: 65)
Dua Macam Tauhid
Tauhid ada dua macam, dua-duanya harus dipenuhi. Pertama, tauhid ‘ilmi khabari i’tiqadi—demikian Syaikh Hafizh menyebutnya dalam Ma’ariju Qabul. Tauhid ini meliputi penetapan sifat-sifat yang menunjukkan kesempurnaan Allah, serta menyucikan Allah dari tasybih, tamtsil, takwil, ta’thil dan menyucikan-Nya dari sifat-sifat yang menunjukkan kekurangan. Ini meliputi tauhid rububiyah dan tauhid asma’ wa shifat.
Tauhid rububiyah dan tauhid asma’ wa shifat disebut tauhid ‘ilmi, tauhid yang bersifat ilmu, lantara keduanya memang menuntut untuk diilmui. Berhenti sampai diilmui. Jika dilanjutkan dengan amal—baik amal hati maupun amal anggota badan, itu sudah wilayah tauhid macam yang kedua.
Disebut dengan khabari, bersifat kabar, karena memang semua bagiannya merupakan kabar tentang Allah dimana umat Islam dituntut untuk meyakininya. Berhenti di meyakininya. Karena berhenti di meyakini pula tauhid ini disebut tauhid i’tiqadi, bersifat keyakinan.
Kedua, tauhid thalabi, qashdi, iradi. Ini adalah tauhid ibadah yang meliputi pemurnian kecintaan kepada-Nya, ikhlash karena-Nya, khauf, raja, tawakal kepada-Nya, serta ridha terhadap-Nya sebagai Rabb, Ilah, dan Wali. Ini masih harus ditambah dengan tidak menjadikan sesuatu sebagai tandingan-Nya.
Tauhid macam ini disebut juga tauhid ilahiyah atau tauhid uluhiyah. Tauhid ini disebut oleh Syaikh Hafizh dengan tauhid thalabi, bersifat tuntutan karena esensi tauhid ini adalah tuntutan. Tuntutan dari Allah agar kita beribadah kepada-Nya. Disebut juga dengan tauhid qashdi, bersifat maksud dan iradi, bersifat kehendak, karena tauhid ini menuntut kita untuk memurnikan maksud dan kehenda
hid ilmi, khabk kita; menundukkan keduanya kepada-Nya. Tidak bermaksud dan tidak berkehendak kecuali untuk sesuatu yang diridhai-Nya.
“Sesungguhnya Allah menumbuhkan butir tumbuh-tumbuhan dan biji buah-buahan. Dia mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup. (Yang memiliki sifat-sifat) demikian ialah Allah, maka mengapa kamu masih berpaling? Dia menyingsingkan pagi dan menjadikan malam untuk beristirahat, dan (menjadikan) matahari dan bulan untuk perhitungan. Itulah ketentuan Allah yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui. Dan dialah yang menjadikan bintang-bintang bagimu, agar kamu menjadikannya petunjuk dalam kegelapan di darat dan di laut. Sesungguhnya kami telah menjelaskan tanda-tanda kebesaran (kami) kepada orang-orang yang mengetahui. Dan dialah yang menciptakan kamu dari seorang diri. Maka (bagimu) ada tempat tetap dan tempat simpanan. Sesungguhnya telah kami jelaskan tanda kebesaran kami kepada orang-orang yang mengetahui. Dan dialah yang menurunkan air hujan dari langit, lalu kami tumbuhkan dengan air itu segala macam tumbuh-tumbuhan, maka kami keluarkan dari tumbuh-tumbuhan itu tanaman yang menghijau. Kami keluarkan dari tanaman yang menghijau itu butir yang banyak; dan dari mayang korma mengurai tangkai-tangkai yang menjulai, dan kebun-kebun anggur, dan (Kami keluarkan pula) zaitun dan delima yang serupa dan yang tidak serupa. Perhatikanlah buahnya di waktu pohonnya berbuah dan (perhatikan pulalah) kematangannya. Sesungguhnya pada yang demikian itu ada tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang beriman. Dan mereka (orang-orang musyrik) menjadikan jin itu sekutu bagi Allah, padahal Allah-lah yang menciptakan jin-jin itu, dan mereka berbohong (dengan mengatakan), ‘Allah mempunyai anak laki-laki dan perempuan,’ tanpa (berdasar) ilmu pengetahuan. Maha Suci Allah dan Maha Tinggi dari sifat-sifat yang mereka berikan. Dia Pencipta langit dan bumi. Bagaimana dia mempunyai anak padahal dia tidak mempunyai isteri. Dia menciptakan segala sesuatu; dan dia mengetahui segala sesuatu. (Yang memiliki sifat-sifat yang) demikian itu ialah Allah Rabb kamu; tidak ada Ilah selain Dia; Pencipta segala sesuatu, maka beribadahlah Dia; dan dia adalah pemelihara segala sesuatu.” (Al-An’am: 95-102)
Al-Qur`an Kitab Tauhid
Al-Qur`an, dari awal hingga akhir penuh dengan penetapan kedua macam tauhid ini. Karena al-Qur`an berisi kabar tentang eksistensi Allah dan sifat-sifat yang harus ditetapkan atau dinegasikan. Juga tentang bukti-bukti rububiyah-Nya. Ini adalah tauhid ‘ilmi khabari i’tiqadi. Juga berisi seruan untuk beribadah kepada-Nya dan menjauhi ibadah kepada selain-Nya.
Atau larangan menyekutukan-Nya dengan sesuatu. Ini adalah tauhid thalabi qashdi iradi. Ada juga ayat-ayat yang memerintahkn kita untuk mengerjakan berbagai amalan dan menjauhi yang lain. Ini adalah konsekuensi dari tauhid thalabi. Ada juga ayat-ayat yang mengisahkan umat terdahulu, baik yang bertauhid atau pun yang enggan menjawab seruan Nabi untuk itu, termasuk apa yang mereka terima sebagai buah dari pilihan hidup mereka di dunia.
BACA JUGA : Keterbatasan dan Peran Akal
Kemudian juga ada ayat-ayat yang berbicara tentang kesudahan mereka yang bertauhid dan yang tidak bertauhid. Kesudahan di akhirat. Sudah, tidak tersisa lagi pembahasan lain di dalam al-Qur`an. Al-Qur`an adalah Kitab Tauhid yang paling agung.
Allah, tidak ada ilah (yang berhak diibadahi) selain Dia. Yang hidup kekal lagi terus menerus mengurus makhluk-Nya. Dia menurunkan al-Kitab (al-Qur`an) kepadamu dengan sebenarnya; membenarkan Kitab yang telah diturunkan sebelumnya dan menurunkan Taurat dan Injil, sebelum (al-Qur`an), sebagai petunjuk bagi manusia.” (Ali ‘Imran: 2-4)
“Sesungguhnya kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya lalu ia berkata, ‘Wahai kaumku, beribadahlah kepada Allah, sekali-kali tidak ada ilah bagimu selain-Nya.’ Sesungguhnya (kalau kamu tidak be