Lari Dari Adzab Kubur
Kubur bukanlah tempat peristirahatan terakhir dalam episode perjalanan manusia. Ia hanya satu fase yang bakal dikunjungi oleh manusia untuk beberapa lama, namun tidak selamanya. Kelak manusia akan melaluinya, lalu meninggalkannya untuk menempuh perjalanan berikutnya yang lebih panjang, hingga berakhir di tempat tinggalnya; di jannah atau di neraka.
Maimun bin Mahran bercerita, “Suatu kali saya duduk di sisi Umar bin Abdul Aziz, lali beliau membaca,
أَلْهَاكُمُ التَّكَاثُرُحَتَّىٰ زُرْتُمُ الْمَقَابِرَ
“Bermegah-megahan telah melalaikan kamu, sampai kamu masuk (ziyarah) kedalam kubur.” (QS. at-Takatsur)
Beberapa saat beliau terdiam lalu berkata, “Wahai Maimun, aku tidak melihat, melainkan alam kubur itu hanyalah tempat berkunjung (ziyarah), sedangkan orang yang berkunjung itu sudah pasti akan pulang.”
Persinggahan Pertama
Jika alam dunia yang teramat singkat adalah fase untuk berbekal dan beramal, maka alam barzakh adalah pertanda awal; kemana akhir kesudahan manusia di akhirat kelak sebagai hasil dari usahanya di dunia. Kebahagiaan di dalamnya adalah pertanda kebahagiaan fase-fase berikutnya, begitupun pula sebaliknya.
Abdullah bin ar-Rumy berkata, “Utsman bin Affan biasanya kalau berdiri di depan kubur menangis hingga airmatanya membasahi jenggotnya. Seseorang bertanya, “Ketika Anda diingatkan tentang jannah dan neraka tidak sampai menangis seperti ini, tetapi tatkala diingatkan tentang kubur Anda menangis begitu rupa?” Beliau menjawab, “Saya mendengar Rasulullah bersabda “Kubur adalah fase awal dari perjalanan akhirat. Sekiranya seseorang selamat dari siksa kubur, maka setelahnya akan menjadi mudah. Jika tidak selamat, maka penderitaan setelahnya lebih dahsyat.” (HR Tirmidzi, beliau mengatakan hasan gharib, dan Syeikh al-Albani menghasankannya)
Seperti apakah perjalanan manusia di dalam kubur, hingga perlu bagi kita menyiapkan jalan selamat selagi masih di dunia?
Hadits panjang dari Bara’ bin ‘Azib yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan dishahihkan oleh Imam al-Hakim dan Syaikh al-Albani menceritakan perjalanan manusia di alam kuburnya. Tentang orang yang celaka, Nabi shallallahu alaihi wasallam menceritakan bagaimana keadaannya setelah nyawa di kembalikan ke jasadnya,
“Kemudian nyawa tadi dikembalikan ke jasadnya, hingga datanglah dua orang malaikat yang mendudukannya seraya bertanya, ‘Siapakah rabbmu?’, ‘Hah hah… aku tidak tahu’ jawabnya. Mereka berdua kembali bertanya, ‘Apakah agamamu?’ “Hah hah… aku tidak tahu’ sahutnya. Mereka berdua bertanya lagi, ‘Siapakah orang yang telah diutus untuk kalian?’ “Hah hah… aku tidak tahu’ jawabnya. Saat itu terdengar seruan dari langit, ‘Hamba-Ku telah berdusta! Hamparkan neraka baginya dan bukakan pintu ke arahnya’. Maka hawa panas dan bau busuk neraka pun bertiup ke dalam kuburannya. Lalu kuburannya dihimpitkan hingga tulang belulangnya remuk dan bersilang satu sama lain…”
Sampai di sini hendaknya kita merenungi, betapapun tinggi strata sekolah yang ditempuh dan diperoleh selama hidup, pertanyaan yang diajukan dalam kubur tetaplah sama; yakni soal tiga hal yang mungkin pernah diajarkan saat usia TK.
Siapa Rabbmu? Apa agamamu? Siapa Nabimu? Tapi mereka yang gagal bukan hanya mereka yang tidak hafal saat di dunia, akan tetapi mereka yang tidak menjalankan konsekuensi dari tiga itu. Konsekuen untuk mentauhidkan dan mentaati Allah, meneladani Nabi shallallahu alaihi wasallam dan konsekuen untuk berpegang kepada syariat Islam, hingga mati dalam keadaan sebagai muslim. Masihkah kita menganggap remeh tiga perkara itu dan menganggapnya sebagai pelajaran untuk anak kecil saja?
Ibnul Qayyim rahimahullahu menyebutkan dalam kitabnya Ar-Ruh, “Secara global, mereka diadzab karena kejahilan mereka tentang Allah Subhanahu wa Ta’ala, tidak melaksanakan perintah-Nya, dan karena perbuatan mereka melanggar larangan-Nya. Maka, Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak akan mengadzab ruh yang mengenal-Nya, mencintai-Nya, melaksanakan perintah-Nya, dan meninggalkan larangan-Nya. Demikian juga, Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak akan mengadzab satu badan pun yang ruh tersebut memiliki ma’rifatullah (pengenalan terhadap Allah) selama-lamanya. Sesungguhnya adzab kubur dan adzab akhirat adalah akibat kemarahan Allah Subhanahu wa Ta’ala dan kemurkaan-Nya terhadap hamba-Nya. Maka barangsiapa yang menjadikan Allah Subhanahu wa Ta’ala marah dan murka di dunia ini, lalu dia tidak bertaubat dan mati dalam keadaan demikian, niscaya dia terancam dengan adzab di alam barzakh sesuai dengan kemarahan dan kemurkaan-Nya.”
Lari dari Adzab Kubur
Nabi shallallahu alaihi wasallam melanjutkan kisahnya,
Tiba-tiba datanglah seorang yang bermuka amat buruk memakai pakaian kotor dan berbau sangat busuk, seraya berkata, ‘Aku datang membawa kabar buruk untukmu, hari ini adalah hari yang telah dijanjikan bagimu’. Orang kafir itu seraya bertanya, ‘Siapakah engkau? Wajahmu menandakan kesialan!’, ‘Aku adalah dosa-dosamu’ jawabnya. Ia pun berkata, ‘Wahai Rabbku, janganlah engkau datangkan hari kiamat’.” (HR. Ahmad dan dishahihkan oleh al-Hakim dalam Al-Mustadrak dan al-Albani dalam Ahkamul Janaiz)
Begitulah, tak ada fasilitas dan teman yang didapatkan manusia di dalam kuburnya, selain apa yang telah dia usahakan sebelum matinya. Maksiat dan dosa yag dilakukan manusia pada saat di dunia menjadi teror yang menakutkan tatkala berada di kuburnya. Tak ada jalan lain untuk lari dari keadaan ini, selain menyiapkannya sekarang selagi di dunia. Yakni dengan menjadikan amal kebaikan sebagai kebiasaan dan sesuatu yang dicintainya. Hinga kelak amal shalih dan ketaatan akan menjelma dalam rupa fasilitas dan teman yang menyenangkan manusia di kuburnya.
Alangkah bijak nasihat yang diberikan oleh Hatim bin al-Asham, “Aku perhatikan bahwa setiap manusia memiliki kekasih. Namun kulihat tatkala manusia memasuki kuburnya, tak ada satupun kekasih yang menyertainya, selain dari amal shalih yang dikerjakannya. Maka aku putuskan untuk menjadikan amal shalih sebagai kekasihku, agar ia menemani aku hingga setelah matiku.”
Jabatan yang digandrunginya, harta yang dikumpulkannya, para fans yang menyanjungnya tak satupun sudi menyertai manusia saat masuk ke dalam kuburnya. Hanya amal shalih saja yang sudi menemani manusia kelak setelah matinya, maka masihkah kita menyia-nyiakannya?
Kengerian kubur bagi yang celaka, tak hanya berhenti sampai di situ saja. Lapis demi lapis siksa dilaluinya. Pemandangan mengerikan ditampakkan pula di hadapannya; setiap pagi dan petangnya.
Sebagaimana juga dikabarkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ أَحَدَكُمْ إِذَا مَاتَ عُرِضَ عَلَيْهِ مَقْعَدَهُ بِالْغَدَاةِ وَالْعَشِيِّ، إِنْ كَانَ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ فَمِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ، وَإِنْ كَانَ مِنْ أَهْلِ النَّارِ فَمِنْ أَهْلِ النَّارِ فَيُقَالُ: هَذَا مَقْعَدُكَ حَتَّى يَبْعَثَكَ اللهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Sesungguhnya apabila salah seorang di antara kalian mati maka akan ditampakkan kepadanya calon tempat tinggalnya pada waktu pagi dan sore. Bila dia termasuk calon penghuni surga, maka ditampakkan kepadanya surga. Bila dia termasuk calon penghuni neraka maka ditampakkan kepadanya neraka, dikatakan kepadanya: ‘Ini calon tempat tinggalmu, hingga Allah Subhanahu wa Ta’ala membangkitkanmu pada hari kiamat’.” (Muttafaqun ‘alaih)
Ini sesuai dengan firman Allah Ta’ala,
“Kepada mereka dinampakkan neraka pada pagi dan petang.” (Ghafir: 46)
Orang kafir dan munafik juga akan merasakan dahsyatnya ‘gebukan’ palu malaikat,
Dari Anas radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
فَأَمَّا الْكَافِرُ وَالْمُنَافِقُ فَيَقُولَانِ لَهُ: مَا كُنْتَ تَقُولُ فِي هَذَا الرَّجُلِ؟ فَيَقُولُ: لَا أَدْرِي، كُنْتُ أَقُولُ مَا يَقُولُ النَّاسُ. فَيَقُولَانِ: لَا دَرَيْتَ وَلَا تَلَيْتَ. ثُمَّ يُضْرَبُ بِمِطْرَاقٍ مِنْ حَدِيدٍ بَيْنَ أُذُنَيْهِ فَيَصِيحُ فَيَسْمَعُهَا مَنْ عَلَيْهَا غَيْرُ الثَّقَلَيْنِ
Adapun orang kafir atau munafik, maka kedua malaikat tersebut bertanya kepadanya: “Apa jawabanmu tentang orang ini (Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam)?” Dia mengatakan: “Aku tidak tahu. Aku mengatakan apa yang dikatakan orang-orang.” Maka kedua malaikat itu mengatakan: “Engkau tidak tahu?! Engkau tidak membaca?!” Kemudian ia dipukul dengan palu dari besi, tepat di wajahnya. Dia lalu menjerit dengan jeritan yang sangat keras yang didengar seluruh penduduk bumi, kecuali jin dan manusia.” (Muttafaqun ‘alaih)
BACA JUGA : Bahagia Di Penghujung Usia
Untuk lari dari siksaan ini, hendaknya kita rajin mengkaji sosok Nabi kita shallallahu alaihi wasallam, mencontoh tata cara ibadah darinya dan meneladani akhlaknya. Dengan inilah kita akan diteguhkan hati kita saat menghadapi pertanyyan di kubur. Karena di dalam kubur, tidak semudah menjawab pertanyaan di dunia yang hanya bermodal hapal tanpa mengikuti konsekuensinya.
Berbagai macam jenis siksa juga tersedia di alam barzakh, sesuai dengan jenis dan kadar keburukan yang dilakukan sewaktu di dunia. Lari dari bujukan nafsu dan setan menuju Allah, menjauh dari segala bentuk kemaksiatan menuju ketaatan adalah cara menyelamatkan diri dari segala bentuk adzab kubur. Dan hendaknya memperbanyak doa memohon perlindungan kepada Allah agar terhindar dari adzab kubur, wallahul Muwaffiq. (Abu Umar Abdillah)
Pingback: Tangisan yang Menyelamatkan - arrisalah