Testimoni dari Jin
Banyak pertanyaan muncul seputar ruqyah syar’iyah yang berkembang akhir-akhir ini. Makin banyak teknik dan cara-cara baru yang dilakukan para peruqyah, seperti teknik menyembelih jin, memenjara jin, memutilasi jin, mencengkeram jin, meracuni dan jurus-jurus yang semisalnya.
Ini berbeda dengan riwayat-riwayat para salaf yang melakukan ruqyah syar’iyyah utuk kesembuhan atau mengusir jin, tanpa mengklaim bahwa mereka bisa melukai jin dengan jenis luka tertentu. Cukup mereka tahu bahwa pengaruh jin itu hilang setelah diruqyah dengan ijin Allah tanpa menyebutkan apa yang terjadi atas jin yang mengganggu dalam tubuh manusia.
Sebagian orang awam pun hingga ada yang menangkap kesan, bahwa teknik-teknik tersebut dianggap sebagai ilmu ruqyah tingkat lanjut, sedangkan ruqyah syar’iyyah yang standar dari Nabi shallallahu alaihi wasallam maupun yang dilakukan para salaf seakan dianggap sebagai ruqyah tingkat dasar. Ini jelas merupakan kekeliruan yang fatal.
BACA JUGA: Ruqyah dengan Teknik Jin Catcher
Teknik-teknik yang dilakukan dan kemudian diklaim sebagai cara-cara memperdayai jin tersebut perlu dikritisi, bagaimana klaim itu terjadi. Karena sebab yang ditempuh untuk sebuah solusi mestinya tak keluar dari dua hal; apakah itu sesuatu yang ma’qul atau logis, atau jika bukan merupakan hal yang logis maka harus sebagai sesuatu yang masyru’, yakni ada ketetapan syariatnya. Butuh dalil untuk sebuah klaim bahwa teknik tertentu bisa berakibat tertentu pada jin. Apalagi tentang perkara gaib yang kita tidak boleh mengira-ira atau menduga-duga. Jin bisa melihat kita dan kita tidak melihat mereka.
Bisa jadi awalnya peruqyah melakukan teknik tertentu dalam meruqyah, lalu pada satu sesi ruqyah ada pengakuan jin, bahwa dirinya terbakar, terpotong tangan, terpenjara dan lain-lain, namun pengakuan jin itu tidak sah dijadikan sebagai sandaran untuk sebuah klaim. Kenapa?
Karena pengakuan jin di hadapan manusia meskipun jin muslim itu dihukumi lemah, karena tidak bisa dikonfirmasi atau dilacak kebenaran pengakuannya. Terhadap berita yang datang dari orang fasik kita harus tabayun dan mengecek kebenarannya, namun berita yang datang dari jin fasik yang telah mengganggu manusia, bagaimana bisa kita tabayun dan melacak kebenarannya? Dia berkata telah terpotong tangannya, apa buktinya? Tidak ada cara untuk mengkonfirmasinya. Apalagi jin kafir (setan) yang secara secara asal bersifat ‘kadzuub’, pendusta, bagaimana kita mempercayai ucapan pendusta.
Seperti pengakuan setan kepada Abu Hurairah yang dikomentari oleh Nabi shallallahu alaihi wasallam,
“Kali ini dia jujur kepadamu (wahai Abu Hurairah), padahal dia adalah pendusta.” (HR Bukhari)
Artinya bahwa tabiat setan itu menipu dan inilah karakter asalnya. Jika pada waktu-waktu tertentu ada saatnya ia jujur, masalahnya kita tidak tahu kapan saat jin atau setan itu berdusta dan kapan jujurnya, sementara tidak ada cara untuk mengkonfirmasi dan mengecek kebenarannya. Maka tidak semestinya kita membenarkan kesaksian jin maupun setan, apalagi djadikan sebagai dasar sebuah klaim.
Bisa saja dia berkata sedang terpenjara, padahal dia dusta. Atau mengaku teman-temannya yang berada dalam tubuh yang sama telah terbakar setelah diruqyah dengan cara tertentu. Tapi kita tidak bisa memastikannya, dan tidak ada kewajiban untuk memastikannya selain bahwa pengaruh jin itu telah hilang dari pasien.
Para praktisi ruqyah tentu sering mengalami kejadian di mana mereka sering dibohongi oleh jin dalam pengakuannya. Ada kasus fenomenal yang bisa dijadikan contoh. Mungkin pembaca masih ingat dengan buku yang sempat fenomenal berjudul “Dialog dengan Jin Muslim” karya Muhammad Isa Dawud. Di buku tersebut disebutkan kesaksian dari jin muslim pengarang buku tersebut yang juga seorang wartawan.
Dalam pengakuan jin tersebut, bahwa pesulap dunia David Copperfield melakukan tatkala melakukan trik sulap bisa melayang di udara karena bantuan dari ribuan jin. Dan bahwa pesulpa itu telah elakukan perjanjian dengan jin Ifrit dari Segitiga Bermuda.
Akan tetapi pengakuan tersebut terbantah oleh pernyataan John Gaughan yang merancang alat terbang yang dipakai oleh David dan ternyata telah memiliki hak paten. Artinya, kesaksian jin yang mengaku muslim itu ternyata dusta.
Maka tidak sepantasnya bagi peruqyah memakai rekomendasi, pengakuan maupun kesaksian dari jin merasuki tubuh manusia, karena karena karakter mereka yang suka berdusta dan tidak ada jalan untuk melakukan konfirmasi. Di samping ada madharat lain ketika menggunakan kesaksian jin. Misalnya jin mengaku bahwa dia mengganggu ppasien karena disuruh oleh seseorang yang ternyata dekat dengan pasien. Baik saudaranya, iparnya atau bahkan suami atau istrinya sendiri. Jin pun memberikan alasan-alasan yang tampak logis, hingga kemudian terjadilah perpecahan antar saudara, dan inilah yang diinginkan oleh setan.
Kesaksian jin tentang kehebatan pengaruh ruqyah seperti kasus-kasus di atas juga bisa menimbulkan sifat ujub pada diri peruqyah hingga merasa dirinya hebat. Dan sifat ujub maupun sombong sangat disukai oleh setan, fahdzaruuhu, waspadalah!
Maka alangkah baiknya peruqyah mengambil langkah-langkah yang aman dengan menggunakan ruqyah asy-syar’iyyah al-manshuhah, yakni ruqyah yang telah disebutkan dalilnya secara shahih baik tentang bacaan maupun kaifiyah (caranya), atau ruqyah yang dilakukan para sahabat karena apa yang mereka lakukan sebagian besar telah diperlihatkan kepada Nabi shallallahu alaihi wasallam sebagaimana arahan dari beliau, “I’ridhu ‘alayya ruqaaku…!” perlihatkan kepadaku seperti apa ruqyah kalian!” Atau dengan ruqyah para salaf dan para mujtahid terdahulu. Berkreasi terlalu jauh dengan “waham”, kira-kira yang bersifat dugaan dan meraba-raba berpotensi menjauhkan dari karakter ruqyah dan mendekat kepada perdukunan, wallahu a’lam bishawab. (Abu Umar Abdillah)