Syahid di Malam Pertama
Julaib, dengan nama itulah biasa dia dipanggil. Nama yang tidak biasa dan tidak lengkap. Tentu bukan ia sendiri yang menghendaki, bukan pula orangtuanya. Julaibib lahir tanpa pernah mengetahui siapa orangtuanya. Demikian pula orang-orang, semua tidak tahu atau bahkan tidak mau tahu tentang nasab Julaibib. Bagi masyarakat saat itu, tidak bernasab adalah sebuah cacat sosial yang sangat besar.
Disamping itu, tampilan fisik dan kesehariannya juga menyebabkan orang lain tak ingin dekat dengannya. Jelek rupanya, pendek, bungkuk, pakaiannya lusuh, kakinya tak beralas, tak ada rumah berteduh, tidur beralaskan pasir dan kerikil, minum dari kolam umum yang diciduk dengan tangkupan telapak tangan. Sampai-sampai Abu Barzah, pemimpin Bani Aslam berkata “Jangan pernah biarkan Julaibib masuk di antara kalian! Demi Allah jika dia berani begitu, aku akan melakukan hal yang mengerikan padanya!”
Jika Allah telah berkehendak, tidak ada satu makhluk pun yang bisa menghalangi. Julaibib menerima hidayah, dan dia selalu berada di shaf terdepan dalam shalat maupun jihad. Meski hampir semua orang tetap memperlakukannya seolah ia tiada, tidak begitu dengan Rasulullah. Suatu hari Rasulullah menegur Julaibib, “Julaibib, tidakkah engkau menikah?”
BACA JUGA: Meraih Pahala Syahid Meski Belum Berjihad
“Siapakah orangnya ya Rasulullah, yang mau menikahkan putrinya dengan diriku ini?” Julaibib menjawab dengan tetap tersenyum tanpa ada penyesalan atau menyalahkan takdir Allah pada kata-katanya dan raut mukanya. Rasulullah pun tersenyum mendengar jawaban Julaibib. Hari berikutnya ketika Rasulullah bertemu dengan Julaibib, Rasulullah menanyakan hal yang sama. Begitu pula Julaibib, menjawab dengan jawaban sama. Tiga hari berturut-turut Rasulullah menanyakan hal yang sama, dan Julaibib menjawab dengan jawaban yang sama.
Di hari ketiga Rasulullah kemudian mengamit lengan Julaibib dan membawanya ke rumah salah satu pemimpin Anshar. “Aku ingin menikahkan putri kalian,” ujar Rasulullah kepada empunya rumah.
“Betapa indahnya dan betapa barakahnya, sungguh ini akan menjadi cahaya yang menyingkirkan temaram di rumah kami,” jawab sang empunya rumah dengan berseri-seri, mengira bahwa Rasulullah akan menjadi menantunya.
“Tetapi bukan untukku, kupinang putri kalian untuk Julaibib”, ujar Rasulullah.
Nyaris terpekik sang ayah mendengar jawaban Rasulullah. “Saya harus meminta pertimbangan istri saya tentang hal ini,” ucap sang ayah.
Sang istri pun juga tak setuju putri mereka menikah dengan Julaibib. Mereka enggan memiliki seorang menantu seperti Julaibib yang tidak memiliki apa-apa dan tidak bernasab.
Sang putri yang mendengar perdebatan itu menolak dengan tegas keputusan ayah dan ibunya. “Apakah kalian menolak perintah Rasulullah? Tidakkah kalian mendengar firman Allah :
“Dan tidaklah patut bagi lelaki beriman dan perempuan beriman, apabila Allah dan RasulNya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan lain tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan RasulNya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata” (QS. Al Ahzab : 36)
Terimalah pinangan itu, karena ia tidak akan menyia-nyiakanku. Ketahuilah, aku tidak akan menikah kecuali dengan Julaibib.”
Rasulullah pun tertunduk berdoa untuk sang gadis, “Ya Allah, limpahkanlah kebaikan atasnya, dalam kelimpahan yang penuh barakah. Jangan Kau jadikan hidupnya payah dan bermasalah.”
Namun kebersamaan Julaibib dan istrinya di dunia tidak ditakdirkan terlalu lama. Meski di dunia mendapatkan istri yang shalehah dan bertaqwa, para bidadari telah terlampau lama merindukannya.
Telah menjadi kebiasaan Rasulullah untuk menanyakan siapa saja yang syahid setelah peperangan. “Siapa saja yang gugur di jalan Allah?” Tanya Rasulullah
“Fulan dan fulan” jawab para Sahabat tanpa menyebutkan nama yang dicari Rasulullah
“Sesungguhnya aku telah kehilangan sahabatku, Julaibib. Carilah ia,” Rasulullah berseru kepada para Sahabat
Para sahabat segera mencari jasad Julaibib. Dan mereka mendapatkan jasadnya tersungkur. Di sekelilingnya terdapat tujuh jasad orang kafir. Segeralah para sahabat memberitahukan kepada Rasulullah tentang Julaibib, maka Rasulullah segera menghampiri jasadnya. Beliau berdiri di sampingnya dan bersabda, “Dia telah membunuh tujuh orang ini, kemudian mereka membunuhnya. Sesungguhnya, ia adalah aku, dan aku adalah dia.”
Rasulullah mengucapkannya sebanyak tiga kali. Kemudian, dengan penuh lemah lembut dan kasih sayang beliau mengangkat jasadnya dan menyandarkan di lengannya. Para sahabat mempersiapkan liang lahat untuknya dan Rasulullah terus menyandarkan jasad Julaibib di lengannya, sampai akhirnya ia dikuburkan. Itulah akhir kehidupan Sahabat Julaibib Radhiyallahu anhu . Beliau menutup lembaran-lembaran amalnya dengan syahid di jalan Allah.